Aku berdiri di depan cermin melihat pantulan diriku sendiri. Tubuhku memakai gaun pengantin berwarna putih membuatku tampak terlihat begitu cantik. Aku menatap bayanganku sendiri namun tidak ada senyuman yang terukir di wajahku. Tidak seperti pengantin biasanya yang tersenyum bahagia di hari pernikahannya. Berbeda denganku, aku cukup gelisah dan khawatir dengan acara yang akan berlangsung. Aku takut jika Ethan tiba-tiba saja pergi atau membatalkan pernikahan ini dan membuatku atau mommy merasa malu. Berbicara soal mommy, ia tidak berbicara denganku lagi. Mommy lebih banyak menghabiskan waktu mengurus semua pernikahanku tanpa berdiskusi denganku terlebih dahulu. Bahkan, gaun pengantin ini pun mommy yang memilihkannya untukku tanpa sepengetahuan diriku. Aku memakainya langsung di hari pernikahanku tanpa aku coba terlebih dahulu. Beruntungnya, gaun ini muat di tubuhku yang ramping. Mommy memang selalu ahli dalam memilih pakaian apa pun untukku.
“Kiran,” panggil seseorang yang sangat familiar di telingaku.
Aku menoleh melihat ke arah mommy yang masuk ke dalam ruanganku dan tak lupa menutup pintunya kembali. Ia melihatku dari atas sampai bawah dengan air mata yang terurai namun terukir sebuah senyuman di wajah cantiknya.
“Akhirnya, Mommy bisa melihatmu memakai gaun pengantin. Kau cantik sekali,” isak mommy sambil berjalan menghampiriku.
Aku hanya bisa terdiam tanpa bisa menjawab perkataan mommy. Aku menatap wajahnya dalam-dalam di mana banyak sekali kesedihan yang mommy sembunyikan sendirian. Aku semakin merasa bersalah kepada mommy karena sudah melakukan hal seperti ini.
“Mom, maafkan aku,” lirihku dengan kedua mata yang memerah karena menahan air mata agar tidak keluar dari pelupuk mataku.
Mommy menggelengkan kepalanya seraya menangkup kedua pipiku. “Kau jangan menangis, semua ini bukanlah kesalahanmu.”
Aku tercekat mendengar perkataan mommy. Jelas-jelas akulah yang membuat rencana agar Ethan menikahiku dan bertanggung jawab dengan bayi yang kukandung. Ternyata mommy tidak menyalahkanku setelah apa yang terjadi. Mommy ternyata sangat baik padaku. Kenapa selama ini aku memperlakukan mommy dengan kasar dan tidak pernah menganggapnya ada hanya karena mommy meninggalkan ayah demi Ethan? Tidak, apa yang kulakukan adalah benar. Mommy pantas mendapatkan semua kesedihan dan rasa sakit ini karena sudah mengkhianati ayah, membuat keluarga kecil yang begitu bahagia hancur seketika.
Mommy meraih tanganku lalu menggenggamnya dengan erat. Pandangan kami berdua bertemu, aku dapat melihat jika mommy menatapku dalam-dalam dengan air mata yang berusaha mommy tahan. “Mommy berharap setelah kau menikah dengan Ethan hidupmu bahagia. Mommy percaya, Ethan adalah pria baik yang bisa membahagiakanmu.”
Aku menggelengkan kepalaku pelan sambil menundukkan kepala menghindari pandangan mommy yang berhasil membuatku merasa sedih. “Aku tidak yakin, Mom. Aku menikah dengan Ethan karena sebuah kesalahan. Bagaimana bisa Ethan membahagiakanku jika dihatinya hanya ada kau, Mom?”
“Mommy yakin cinta datang karena terbiasa. Mom sudah menyerahkan Ethan sepenuhnya untukmu.” Mommy melepaskan genggaman tangannya dariku. Ingin sekali aku meraihnya kembali dan menggenggamnya lebih lama lagi. Aku merasa lebih tenang dengan mommy yang memperlakukanku seperti tadi.
“Bersiap-siaplah, acara akan segera dimulai beberapa menit lagi,” lanjut mommy sambil keluar daei ruangan dan memberiku privasi untuk sendirian.
Aku berdiri dengan penuh kegelisahan, banyak pasang mata yang melihat ke arahku. Di ujung sana, berdiri Ethan yang berdiri menungguku tanpa ada sebuah senyuman sedikit pun yang terukir di wajah tampannya. Aku berjalan perlahan-lahan namun pasti menuju altar pernikahan yang dihiasi banyak sekali bunga mawar berwarna putih dan juga lilin-lilin yang menyala disekitarnya. Aku berdiri di samping Ethan sudah siap untuk mengikat janji suci yang akan terucap sebentar lagi. Setelah itu, aku hanya mengikuti rangkaian acara demi acara yang membuatku dan Ethan sudah sah menjadi suami-istri. Suara tepuk tangan dan juga riuh di arah belakang membuatku tersenyum malu dan menoleh ke arah Ethan. Namun, Ethan langsung mengalihkan pandangannya ketika pandangan kami berdua bertemu.
Suasana menjadi tidak kondusif ketika aku melihat mommy tiba-tiba saja tak sadarkan diri membuat tamu—kebanyakan teman-teman dan orang kenalan mommy dan Ethan yang hadir—mencoba membantu mommy keluar. Ethan yang melihat itu hampir saja pergi menyusul mommy jika aku tidak memegang tangannya dengan erat.
“Sudah ada banyak orang yang membantu Mommy. Kau mau acara ini cepat selesai, bukan? Jika iya, tetap di sini bersamaku atau acara pernikahan ini akan semakin lama karena pengantin prianya tidak ada!”
Ethan hanya menatapku dengan nanar sambil melepaskan tanganku dengan kasar dari pergelangan tangannya. Namun, ucapanku berhasil membuat Ethan tetap diam ditempatnya dan tidak bergerak satu langkah pun. Aku yakin, perasaan Ethan pasti khawatir dengan keadaan mommy sekarang. Aku juga merasakan hal yang sama. Namun, aku mencoba untuk setenang mungkin dan menyelesaikan acara pernikahan ini dengan semestinya.
***
Aku turun dari mobil setelah acara pernikahan yang diselenggarakan di sebuah gedung selesai beberapa jam yang lalu. Ethan langsung masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan aku. Memang, sejak di perjalanan pulang Ethan terus saja menelpon mommy. Namun, mommy tidak mengangkat satu panggilan telpon pun darinya. Mommy memang sudah pulang terlebih dahulu sebelum acara selesai. Katanya, ia tidak sanggup lagi melihat Ethan bersanding denganku. Wajar saja mommy bersikap seperti itu, siapa yang akan sanggup melihat mantan suaminya menikah dengan anaknya sendiri?
Bahkan, Ethan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi membuatku sedikit khawatir karena takut ia menabrak sesuatu. Aku berusaha mencoba menenangkan Ethan namun hasilnya selalu sia-sia. Ia tidak pernah berbicara denganku lagi dan hanya menatapku dengan tatapan tajam membuatku cukup ketakutan melihat ekspresi Ethan yang seperti itu. Akhirnya, aku hanya bisa diam dan membiarkan Ethan mengeluarkan semua emosinya. Aku menatapnya dengan sendu lalu mengalihkan pandanganku ke arah lain. Apakah aku akan bahagia dengan orang seperti Ethan? Aku rasa, mommy keliru dengan perkataannya yang memuji Ethan sebelum acara pernikahan berlangsung.
Aku masuk ke dalam rumah untuk menyusul Ethan yang sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Kemudian, aku cukup terkejut setelah melihat mommy yang duduk di sofa dengan koper dan beberapa barang miliknya yang terletak di sebelahnya.
“Mommy, mau kemana?” tanyaku yang tetap berdiri di ambang pintu dengan kedua bola mata yang membulat.
Aku masuk ke dalam rumah untuk menyusul Ethan yang sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Kemudian, aku cukup terkejut setelah melihat mommy yang duduk di sofa dengan koper dan beberapa barang miliknya yang terletak di sebelahnya. “Mommy, mau kemana?” tanyaku yang tetap berdiri di ambang pintu dengan kedua bola mata yang membulat. “Kiran, Mommy akan pindah rumah dan tidak akan tinggal di sini lagi,” jawab mommy sambil melihatku dengan raut wajah yang berantakan. “Tidak, aku ingin kau tetap tinggal bersamaku, Adriani!” tolak Ethan yang tidak menyetujui mommy pergi dari rumahnya. “Ethan, sekarang kau adalah menantuku. Aku tidak sanggup melihat kalian berdua jika tetap tinggal di rumah ini,” timpal mommy seraya bangkit dari duduknya. “Tidak, Adriani! Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi!” tegas Ethan seraya menghalangi jalan mommy untuk tidak pergi. “Ethan, mulai sekarang aku adalah mertuamu. Kau tidak memiliki hak untuk mengaturku la
“Ethan, apa kau lupa jika aku sedang mengandung darah dagingmu?” tanyaku dengan suara tercekat setelah perlakuan Ethan yang hampir saja membahayakan kandunganku. Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa dengan mudah berubah sikap padaku. Padahal, Ethan selalu terlihat baik dan juga romantis saat bersama mommy. Lalu, kenapa ketika bersamaku Ethan bersikap seperti ini? Selalu ada kemarahan yang aku lihat di raut wajahnya membuatku merasa sedih setelah menikah. Seharusnya aku senang karena akhirnya rencanaku berhasil. Tapi ... kenapa perasaanku mengatakan hal yang sebaliknya? “Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi malam itu, Kiran? Aku bukanlah orang yang dengan mudah meniduri wanita ketika aku mabuk!” tanya Ethan yang dengan suara tinggi saat berbicara denganku. Aku hanya bisa terdiam sambil melihat Ethan dengan air mata tertahan. Tidak mungkin jika aku menceritakan semua yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau rencanaku yang sudah berhasil ini gagal beg
Drrt ... drrt ... drrt Ponselku bergetar tanda ada panggilan yang masuk dari seseorang. Aku mengambil ponselku yang sengaja aku letakkan di atas meja. Terlihat nama Ethan tertera di layar ponsel. Aku mengerutkan keningku karena Ethan tidak pernah meneleponku sejak kejadian itu. “Kenapa Ethan meneleponku?” tanyaku dengan kening berkerut lalu menggeser logo berwarna hijau dan mendekatkan ponsel ke arah telinga. “Hallo, Ethan. Ada apa kau menelponku?” “Kiran....” Terdengar suara isakan tangis di sebrang telpon sana membuat kedua alisku hampir saja menyatu mendengar Ethan yang terisak. Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. “Ethan, kenapa kau menangis? Ada apa?!” “Adriani bunuh diri tadi malam.” Sebuah fakta yang terucap dari bibir Ethan membuatku terkejut bukan main. Aku langsung berdiri dari dudukku karena tidak percaya dengan ucapan Ethan barusan. “Apa?!” Aku terpekik, suaraku bahkan tercekat. Air mataku lolos begitu saja tanpa perinta
“Kiran, Adriani menyelamatkanmu ketika Julian membuangmu!” tegas Ethan membuatku langsung menoleh ke arahnya karena tidak percaya. “Apa maksudmu berkata seperti itu?” tanyaku dengan kedua alis yang hampir menyatu. Rasanya tidak mungkin ayahku membuang aku begitu saja. Aku sangat mengenalnya dan ia adalah pria pertama yang aku kenal dengan baik selama hidupku. Ethan terdiam seraya menutup mulutnya dengan salah satu tangannya seolah ia baru saja mengatakan sesuatu yang salah. “Lupakan!” Aku mengerutkan keningku dan melihat Ethan dengan tatapan menyelidik. Aku berpikir jika Ethan sedang menyembunyikan sesuatu dariku. *** Pemakaman mommy sudah selesai beberapa jam yang lalu. Aku kembali pulang dengan perasaan hampa. Aku hanya duduk sendirian dengan air mata yang memerah karena habis menangis. Ethan hanya menyuruh orang lain untuk mengantarku pulang. Aku tidak tahu, Ethan pergi kemana karena sampai sekarang pun aku belum melihat batang hidungnya. A
“Ethan, aku adalah istrimu. Hanya karena kau memberiku uang setiap bulan padaku. Bukan berarti, aku bahagia, Ethan.” “Lalu, apa yang kau inginkan dariku? Kasih sayang dan cinta?” tanya Ethan sambil tersenyum mengejek membuatku merasa marah. “Apa salah jika aku meminta belaian kasih sayang dari suamiku sendiri?” tanyaku seraya menatap nanar ke arah Ethan. Bagaimanapun setelah pernikahan itu aku sudah sah menjadi istri dari seorang Ethan. Aku juga merasa pantas mendapatkan kasih sayang dan juga cinta dari suamiku sendiri. Apalagi sekarang aku sedang mengandung, membuatku sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang suami untuk menguatkan diriku sendiri. Memang, bayi yang aku kandung bukanlah darah daging dari pria yang sudah kujebak itu. Namun, apa salah jika aku meminta sedikit rasa kasih sayang kepada Ethan? Seperti yang selalu Ethan lakukan kepada mommy dulu. “Kiran, apa kau tidak merasa canggung denganku? Kematian Adriani saja baru beberapa bulan ya
Aku tidak mendengarkan ocehan Ethan padaku karena terfokus dengan rasa sakit yang luar biasa di bagian perutku. Rasanya benar-benar sakit sampai aku kesulitan untuk bernapas. Aku menoleh ke arah Ethan dengan air mata yang sudah berderai. “Ethan, perutku terasa sakit!” Aku berteriak sambil mengerang kesakitan. Suaraku begitu lirih dengan raut wajah yang begitu panik. Ethan terdiam setelah melihatku yang menatapnya dengan tatapan minta tolong. Ia hanya mematung dan tidak bergeming sedikit pun. “Ethan, tolong ... aku,” lirihku lagi. Ethan tersadar lalu berjalan menghampiriku. Kedua matanya langsung membulat setelah melihat sudah banyak darah segar yang membasahi pakaian bagian bawah. “Kiran, apa yang terjadi?” tanya Ethan dengan raut wajah yang mulai panik. Ia hanya terdiam membeku sambil menatap cairan kental berwarna merah yang terus saja keluar tanpa henti. “Ethan, apakah kau bisa menolongku untuk membawaku ke rumah sakit?” “Te
Aku terbangun di sebuah danau yang terlihat begitu indah dan juga menenangkan. Banyak sekali bunga-bunga yang bermekaran di sekitarnya. Aku berdiri dengan pakaian serba putih di tubuhku. Aku tidak mengingat keberadaanku sekarang. Tidak ada siapa pun di tempat ini, selain aku seorang. Aku mengerutkan keningku karena tempat ini begitu asing. Aku tidak pernah ke tempat seindah ini sebelumnya. “Kiran,” panggil seseorang yang tiba-tiba saja berada di sampingku sambil menepuk pundakku. Aku menoleh, lalu membulatkan kedua bola mataku karena terkejut dengan siapa yang kulihat. Untuk beberapa detik aku hanya terdiam mematung, hingga akhirnya aku bisa kembali bergerak dengan air mata yang berderai. “Mommy?!” Suaraku tercekat. Aku tidak bisa berkata-kata lagi karena begitu senang dan terharu bisa bertemu dengan mommy lagi. “Apa aku berada di surga?” Mommy menggelengkan kepalanya, ia meraih tanganku lalu menarik tubuhku untuk memeluknya. “Tidak, Kiran. Ini bukan
"Apa yang terjadi?" tanyaku dengan suara yang bergumam. Aku mencoba mengingat-ingat kenapa aku bisa terbangun di rumah sakit. Hingga sekelebat bayangan terlihat di pikiranku ketika perutku terasa nyeri karena terbentur sudut meja yang cukup tajam. Kemudian, aku melihat ke arah perut yang ternyata sudah terlihat datar. "Bayiku?" tanyaku setelah tersadar jika perutku sudah rata. "Di mana bayiku, Ethan?" Ethan terdiam seraya menatapku sendu. "Maafkan aku, Kiran." "Apa maksudmu? Kenapa kau meminta maaf padaku? Apa yang terjadi kepada bayiku?" Tiba-tiba perasaanku tidak enak. Melihat ekspresi Ethan yang tidak biasa itu membuatku merasa yakin jika terjadi sesuatu kepada bayiku. "Maaf, Kiran, bayimu tidak tertolong," ucap Ethan dengan suara lirih. "Apa?" Suaraku tercekat, air mataku luluh begitu saja ketika mendengar bayiku tidak tertolong. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam mematung dengan air mata yang terus mengalir, hatiku begi