Empat orang Connor lengkap duduk bersama di meja makan menikmati makan malam mereka. Tidak ada pembicaraan hangat, mereka menikmatinya dalam keheningan dan larut dalam pikiran mereka masing-masing. Henley yang notabene bocah aktif nan periang terhanyut dalam prasangkanya. Tiga orang dewasa itu terlihat bersitegang tanpa senyum ataupun hal yang membuat makan menjadi berselera. Diam-diam Henley memperhatikan gerak-gerik mereka yang begitu kaku dan canggung seolah hubungan di antara mereka tidak baik-baik saja. "Kenapa wajah kalian datar sekali? Apa kalian tidak berselera makan? Apa makanannya tidak enak?" tanya Henley lirih. Ketiga orang dewasa itu melirik sekilas pada Henley dengan tatapan yang penuh arti. "Kenapa kalian melihatku seperti itu?" protes Henley. "Apa aku salah? Mereka terlalu kaku hanya sekedar makan malam di meja ini," batin Henley. Wajahnya terlihat polos, akan tetapi dalam hatinya sangat kesal. Mengapa tidak ada interaksi sama sekali. Mereka seperti patung manek
"Daisha dan Henley? Sedang apa mereka berdua di sana?" gumam James berdiri di tengah kegelapan malam di antara bunga-bunga taman. Hanya lampu taman dan terangnya bulan yang menerangi malam itu. Tapi perasaannya mulai menggelap tatkala melihat senyuman yang tidak dia harapkan dari kedua manusia itu saat bersama. James mengepalkan kedua tangannya kuat. Entah mengapa kekesalan muncul di hatinya. Seolah dia sendiri juga tidak tahu apa alasannya. "Apa ini? Kenapa jadi begini? Kenapa aku marah ketika gadis itu dekat dengan pria lain?" batin James geram, dia merutuki dirinya sendiri. James angkat kaki dari situ, pikirannya bergeming dari apa yang dilihatnya barusan. Dia tidak bisa mengartikan perasaannya sendiri padahal dia sadar kalau saat ini amarah menguasainya. Tatkala pandangannya terhenti pada suatu tempat yang familiar dalam ingatannya. James membeku beberapa saat terlarut dalam pikirannya. Dan berputar kembali ingatan-ingatan itu dengan cepat. Dimana James duduk seorang diri ber
"Kira-kira apa ya yang menyebabkan tuan James cemas malam kemarin?" tanyanya dalam hati. Ford berjalan menuju pantri. Mengambil minuman kemasan untuk dia minum. Kebetulan di sana ada Daisha yang kerepotan membawa makanan alias masakannya sendiri untuk dibawakannya ke kamar James. Jadi Ford berniat membantunya membawa sebagian makanan itu ke kamar James. "Ingin kubantu?" tawar Ford mengulurkan tangannya. "Lebih baik begitu, makasih ya sudah mau menolong," ucap Daisha merasa senang karena terbantu adanya bantuan dari Ford. "Tak apa, aku juga merasa bertanggung jawab karena hal ini, semenjak tuan James tidak enak badan, selera makannya jadi naik, selalu ingin makan yang enak dan banyak, untung saja tuan James cocok dengan rasa masakanmu, dia juga tidak banyak makan junk food, jadi dalam hal ini kemampuan masakmu sangatlah membantu," ungkap Ford panjang lebar. Anxiety diganti kata tidak enak badan. Tidak mungkin Ford menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi saat itu. "Benarkah?
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya James yang muncul seolah berpura-pura tidak tahu kalau Daisha sudah berada di atas rooftop sejak tadi. Refleks Daisha terperanjat melihat sosok James yang tiba-tiba muncul kemudian menghampirinya."Eh tu-tuan James! Aku sedang berdiri sendirian di sini, menikmati pemandangan malam dari sini ternyata sangat bagus," ungkap Daisha dengan tingkah yang kikuk.Daisha rasa, akhir-akhir ini James tidak banyak menyiksa mentalnya. Disebabkan James memiliki banyak kesibukan di perusahaan dan kemarin juga dia jatuh sakit. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan kalau James rindu mengerjainya. Dan sekarang dia sedang merancang rencana licik untuknya. Begitulah pikirnya."Oh begitu," balas James.Tak disangka diam-diam pria ini tersenyum tidak tahan melihat ekspresi Daisha yang menggemaskan, tapi dia berusaha menyembunyikannya.Namun ekspresinya sekejap berubah. Seperti apa yang sudah terjadi dulu-dulu. Kalau bukan karena Juan pasti Daisha tidak akan melamun sen
"Kau sudah menemukan apa yang kakakku sukai?" tanya Henley pada Daisha yang sedang mengambil satu persatu jemuran kering. Henley berinisiatif ikut membantu memunguti dan memasukkannya ke ranjang yang dibawa Daisha. "Belum, aku tidak tahu apa yang kakak anda sukai, dia orang yang lumayan tertutup," jawab Daisha. "Bahkan aku juga tidak tahu emosinya yang naik turun itu," batin Daisha sambil mengulas senyum miris. Bahkan ketika James bicara, dia selalu mengutarakannya dengan kata teka-teki. "Humm lumayan sulit ya?" ucap Henley sambil mengusap dagunya. "Ya jadi jangan bertanya lagi padaku soal itu! Sudah pasti aku akan menyerah! Aku ini hanyalah pelayan barunya, jadi anda jangan terlalu mengandalkan aku," tukas Daisha yang sudah selesai memunguti pakaian kemudian membawanya ke tempat setrika. Sedang Henley terus mengekorinya seperti anak ayam mengekori induknya. "Yah! Padahal aku ingin sekali dekat dengan kak James!" ucap Henley sedikit sedih. Daisha berbalik menghadap Henley. "Bag
Seorang pelayan yang mengintip Henley dan Daisha berduaan berlari menuju pantri. Dia menuangkan air ke gelas yang dia ambil lalu meminumnya. Perasaan iri dengki menjalar dari otak ke seluruh tubuhnya. "Kenapa pelayan baru itu begitu centil menggoda tuan-tuan Connor? Sebelumnya tuan James, sekarang tuan Henley juga terjebak dengan rayuannya, kenapa bisa gadis rendahan sepertinya merayu orang kaya," gumam Siska geram. "Kenapa mereka bisa terlihat akrab dan peduli dengan gadis itu? Kenapa? Kenapa bukan aku? Kenapa dia seberuntung itu dekat dengan tuan muda Connor?" "Padahal wajahnya biasa saja, tidak cantik dan tidak menarik! Aku sudah lama menginginkan dekat dengan salah satu tuan muda Connor, tapi mereka tidak pernah melirikku! Tidak pernah mengajakku berbicara! Hanya menyuruh, memanfaatkan tenagaku, dan aku tidak pernah diperlakukan sebagai wanita, tapi kenapa harus dengan pelayan baru itu? Bahkan tuan Henley mengecup tangannya! Uhhhh!" keluh Siska panjang lebar dan menggebrak meja
Ford merasa dirinya dalam tekanan yang luar biasa. Semenjak foto kedekatan Henley dan Daisha beredar lewat handphone James. Kemarahan akibat kecemburuan James dilampiaskan kepadanya. Pekerjaan yang sepele atau hal sepele pun bisa diperdebatkan panjang bahkan bisa menyebabkan masalah yang besar.Ford kalah telak, seharian dia menghadapi mood buruk James. Bahkan karyawan lain juga kena dampak buruknya."Ini salah!""Yang ini juga salah!""Apa ini? Buruk sekali! Ganti!" Semua laporan yang dia terima dilempar, dibuang ke meja bahkan ada yang jatuh ke lantai."I-ini salahku memberitahu tuan soal foto itu, harusnya aku hapus saja kemarin," gumam Ford lirih. Pria itu menyesalinya, harusnya dia paham kalau tuannya ini baru saja menyadari perasaannya pada Daisha. Tapi dihancurkan oleh foto itu dalam sekejap."Ford!" panggil James dengan nada datar. Raut wajahnya terlihat sangat menakutkan. Ford sampai tidak berani menatap tuannya itu."I-iya tuan!""Kau bisa menghendle pekerjaanku?" tanya J
Tak bisa dipungkiri, setelah mendapatkan ciuman mengejutkan dari James. Hari berikutnya bagaikan mimpi buruk baginya. Dia dihantui oleh bayang-bayang pria itu. Bukan lagi, kini Daisha harus waspada jika sedang melayani James atau sekedar membereskan kamarnya. "Ayo lakukan sekali lagi!" Pada saat itu Daisha sudah bisa berpikir jernih. Dia menendang kejantanan James dan kabur dari pria itu. "Ada apa dengannya? Kenapa dia menciumku? Lagi, yang kedua kalinya," gumam Daisha merasa tak percaya. Lalu dia menyangkut pautkan ciuman itu dengan ucapan James ketika di balkon. Kini Daisha mulai menyadari perasaan James, tapi dia tidak boleh sepercaya diri itu. "Mana mungkin? Dia bilang sendiri kalau dia tidak tertarik dengan gadis sepertiku? Bisa saja itu hanyalah akal-akalannya untuk menggangguku," ucapnya menolak pemikiran sebelumnya. "Kenapa aku terlalu memikirkan ini? Mungkin saja dia hanya mau mengolok-olokku, ya benar! Jangan terlalu percaya diri! Lagipula aku juga tidak mungkin kan m