"Maaf, Amanda. Angga udah tahu semuanya, dia tahu kalau kamu pergi dalam keadaan hamil dan nggak ngasih tahu dia soal kabar bahagia itu.""Maksud Kak Althan apa?""Angga udah tahu semuanya, dan aku juga nggak mungkin sembunyiin keberadaan kamu lebih lama lagi."Amanda mengembuskan napasnya dengan berat berulangkali, ketakutan yang selama ini dia rasakan kini telah terjadi dan dia malah tidak mampu berbuat apa-apa. "Apa Kak Althan juga ngasih tahu keberadaanku di mana? Kakau misalkan dia datang ke sini gimana ... rebut Shadam dari aku dan ...." Amanda menggeleng beberapa kali dan membuang pikiran buruknya tersebut. Dia tidak mau terlalu berpikiran buruk dan nantinya yang dia takutkan malah benar-benar terjadi."Dia cuma masa lalu, dan soal rahasiaku itu. Aku bisa berkilah dari dia."Amanda selalu menyibukkan dirinya di rumah dan juga butik supaya tak lagi mengingat ucapan Althan hari itu. Dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan merancang mode-mode terbaru. Bermain dengan Shadam d
"Miii!""Iya ... ada apa, Sayang?" tanya Amanda tanpa menatap anak semata wayangnya itu karena sibuk mengemasi barang bawaannya agar tak tertinggal saat kembali ke kota tempat tinggalnya. "Papa mana? Bukannya tadi pergi bersama." Atensi Amanda langsung fokus ke arah bocah itu karena kembali sendirian tanpa Daejung."Papa lagi ngobrol sama oom," jawab Shadam polos sambil duduk di dekat sang ibu.Kening Amanda mengernyit mendengar jawaban Shadam. Pria itu tak mengatakan bila memiliki janji dengan orang di waktu liburan mereka. "Oom siapa maksudnya, Nak? Mami udah kenal belom sama oomnya?"Shadam yang tadinya sedang menjilat es krim kini menghentikan aktifitasnya itu dan mulai mendongak untuk mengingat sesuatu. "Kayaknya belum, soalnya papa belum pernah ajak oom itu ke rumah. Kan, baru beberapa hari yang lalu ketemunya waktu Shadam sama papa jalan-jalan di mall." Shadam menjelaskan dengan wajah polosnya membuat Amanda mengangguk beberapa kali sebagai isyarat mengerti."Oomnya baik loh,
Di lain sisi, di tempat yang tidak jauh dari Amanda berada, seorang pria dengan kemeja yang lengannya dilipat sampai siku juga sedang menikmati indahnya matahari terbenam di bibir pantai. Beberapa kali juga dia menghela napasnya dengan pelan saat semua penderitaan yang telah dia perbuat muncul silih berganti. Penyesalan itu memang datang di akhir dan kini hanya bisa meratapi semua penyesalan itu sendiri."Andai aja kamu masih di samping aku, Yang. Pasti sekarang kita bisa menikmati matahari terbenam bersama seperti yang kamu inginkan," lirihnya sambil terus menatap sang mentari yang perlahan pulang ke peraduan.Angga mendesah lagi saat semua bayangan penyesalan itu muncul secara bergantian. Dia benar-benar telah menyesali keputusannya yang salah hari itu dan kini menyesal telah tidak ada artinya lagi. "Aku benar-benar minta maaf sama kamu, Amanda. Aku juga nggak berharap kalau hubungan kita akan seperti dulu lagi, tapi seenggaknya seharusnya kamu ngasih aku waktu supaya bisa tahu
Amanda masih bersiap di dalam kamarnya dengan jantung yang berdegup cukup kencang, entah mengapa dia menjadi gugup dengan tiba-tiba mengingat bahwa tamu khusus yang telah Daejung undang adalah pemilik utama perusahaan yang sedang bekerja sama dengan dokter bujang tersebut. Dia memperhatikan setiap penampilannya agar tak mengecewakan sebagai pemilik rumah, apalagi Daejng juga sudah mengatakan mereka sudah memiliki status yang lumayan jelas. Ya, Amanda sudah menerima Daejung dan bersedia memulai semuanya dari awal dengan pria yangg masih bujang tersebut. Amanda juga tidak ingin kalau orang pentinng itu melihatnya dengan sebelah mata karena dia adalah sorang janda beranak satu meski secara umur lebih tua Daejung daripada dirinya. "Semoga penampilanku tidak membuat Jung malu di depan rekan kerjanya. Ini juga kali pertama Daejung mengajak temannya makan malam di rumahku. Sepertinya teman barunya itu memang sangat spesial. Amanda melanjutkan mematut dirinya di depan cermin. Dia mengenaka
"Shadam ... melambangkan pesona dan karisma. Ia adalah seorang yang glamor dan ingin menjadi pusat perhatian, mengutarakan gagasan dan acara, serta bekerja keras untuk mewujudkannya. Ia adalah seorang yang perasa, pemimpi, tulus, semangat, dan mudah jatuh cinta. Jadi intinya mami pilih nama itu supaya nantinya Shadam itu jadi idola," jelas Daejung dengan senyuman lebar di bibirnya. "Idola ... maksud Papa idola bagimana?" Daejung tersenyum lagi, mengusap pucuk kepala Shadam penuh dengan rasa sayang. "Idola itu ... orang yang disukai banyak orang. Jadi Shadam mau kan disukai banyak orang?" Shadam langsung mengangguk dengan semangatnya, membuat Angga tanpa sadar mengulum senyumannya dengan sendu. "Dan karakter dari nama kamu itu ... semoga Shadam menjelma menjadi laki laki yang berguna, rendah hati, dilindungi, dan baik. Mungkin, karena beberapa arti itu makanya mami pilih nama itu buat Shadam," lanjut Angga sambil menatap wajah bocah itu dengan mata berkaca-kaca dan
"Aku minta maaf, aku juga nggak bermaksud melakukan itu." Angga menunduk, meski sebenarnya dia ingin berkata lain. Namun, untuk saat ini mengalah adalah yang terbaik. Dia akan mencoba mencari tahu semuanya tentang Shadam dan juga hubungan Amanda dengan Daejung. Setelah berkata demikian, Angga memutuskan untuk pulang dan mulai mencari semua informasi tentang Shadam Syazwan dan hubungan Amanda yang mulai ada kemajuan dengan Daejung padahal dia ingat dengan benar kalau saat mereka bertemu di mall hari itu sang dokter mengatakan kalau hubungan mereka masih mengambang. Namun, kini mereka telah resmi menjadi sepasang kekasih dalam waktu singkat. *** Amanda semakin gusar saat Shadam begitu dekat dengan Angga, dia sudah berencana dan akan meminta Shadam supaya tidak teralu dekat dengan Angga. Awalnya dia berpikir kalau Shadam pasti akan menurutinya seperti biasa, tetapi kini bocah berumur tujuh tahun itu malah menolak permintaan sang ibu dengan sangat tegas membuat Amanda benar-be
Amanda berulangkali mengembuskan napasnya dengan kasar, rasa sesak di dalam dadanya sudah begitu menumpuk. Menangis pun percuma dan dia juga merasa begitu lelah karena sudah sering menangisi pria seperti Angga.*** "Yang." Amanda hanya menjawab dengan deheman sementara tangannya masih sibuk merajut syal untuk Angga yang khusus dia buatkan untuk orang terkasihnya tersebut. Amanda bahkan abai dengan Angga yang menempel padanya bak perangko yang menempel di sebuah amplop. "Sayaaaaaang noleh dong bentar aja," pinta Angga yang kini sudah memeluk tubuh Amanda dari belakang. "Apasih, Mas? aku tuh lagi sibuk, jangan mulai deh manjanya," gerutu Amanda dan masih belum juga mau menoleh. Bukannya menjauh, Angga malah semakin mengeratkan dekapannya dan kini bukan hanya memeluk tetapi juga menggoda istrinya tersebut supaya berhenti berkutat dengan jarum dan juga benang wol. "Maaaass, udah aku bilang jangan usil malah makin menjadi. Aku udah bilang jangan usil, aku itu la
Pertemuan hari itu adalah awal kebahagiaan Amanda yang kembali, dia bisa bercanda dan bergurau lagi dengan Fara seperti dulu. "Mami mau ke mana? keluar sama papa ya?" tanya bocah itu saat memasuki kamar ibunya dan melihat Amandasedang bersiap. "Shadam mau ikut mami nggak, mau mami kenalin sama sahabatnya mami." Amanda yang sedang merias menoleh dan menatap Shadam dengan senyuman. Shadam berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk dengan senyuman lebar. "Temannya Mami laki-laki atau perempuan?" "Perempuan, Sayang. Jadi Shadam mau ikut apa enggak?" tanya Amanda lagi sambil meraih tas tangan yang dia letakkan di atas ranjang. "Mau, Mi. Shadam mau ganti baju dulu ya." Amanda mengangguk dan memilih menunggu Shadam di ruang tamu sambil berbalas pesan dengan Fara yang sudah menunggunya di tempat sementara wanita itu. Perjalanan yang penuh dengan suka cita, senyuman lebar tak pernah berhenti menghiasi bibir Amanda, ya, dia memang sangat bahagia karena akhirn