Hingar-bingar musik yang berdentam menyambut kedatangan Dean di salah satu club malam yang ia yakini didatangi oleh Alya. Club yang sama dengan club yang dulu sering ia kunjungi bersama para sahabatnya. Seingatnya dia juga sudah lama tidak datang kemari. Selain karena tiga temannya yang mendadak insaf, dia juga sudah merasa malas.
Dean menyusul Alya setelah mondar-mandir seperti setrikaan listrik selama satu jam. Pria itu awalnya sudah menyibukkan diri dengan melanjutkan bermain game dan juga menghabiskan nasi gorengnya. Namun, entah kenapa pikirannya malah seperti terpusat pada Alya. Mendadak hatinya tidak tenang mengingat pakaian yang dikenakan wanita itu tadi. Dan juga jangan lupakan pria mesum yang menjemput istrinya itu. Dia tak berganti baju dengan pakaian khusus yang biasa ia gunakan jika pergi ke tempat maksiat ini. Dia tadi hanya berganti celana jeans dan mengambil jaket hitamnya.
Dean menolak para wanita yang datang mendekatinya. Jika dulu dia akan dengan sen
Mobil berhenti di carport rumah minimalis itu. Alya keluar lebih dulu tanpa menunggu Dean. Namun, dia tidak bisa masuk ke rumah karena ternyata pintunya dikunci.Sementara Dean baru turun dari mobil. Sambil berjalan pria itu terus menatap istrinya dengan tatapan yang cukup tajam. Dean masih emosi dengan tingkah Alya. Wajah istrinya itu memang cantik, tapi kelakuannya membuat kepalanya hampir pecah. Sebagai seorang lelaki yang kodratnya suka melihat pemandangan yang indah-indah dari lawan jenis, Dean juga suka seperti kebanyakan pria lain, tapi tidak untuk perempuan yang statusnya ada hubungan dengannya. Dari dulu dia sangat mewanti-wanti kedua adiknya dalam berpakaian. Meski mereka tak berjilbab, tapi mereka menurut dengan memakai pakaian yang sopan. Dan ini, perempuan yang di mata hukum dan agama sah sebagai istrinya malah pamer body di depan semua orang."Gua nggak suka lo kayak tadi." ucap Dean saat mereka melangkah ke dalam. Dia tak menu
Setelah bersitegang beberapa menit perihal galon air minum. Akhirnya Dean mengantar Alya dengan mobilnya. Dean menunggu istrinya itu di parkiran minimarket. Pria tersebut memang tidak ikut masuk. Katanya, dia tidak suka belanja. Apalagi untuk kebutuhan rumah tangga.Rumah tangga?Ia mengeluarkan sebatang rokok dari bungkus. Menyulut dengan korek api dan menghisapnya. Dean menikmatinya, hanya rokok yang bisa menghilangkan kepenatan. Terkadang masih belum percaya jika kini dia sudah menikah. Sudah menyandang gelar sebagai seorang suami hanya demi membahagiakan sang ibu. Bahkan dalam hatinya saja masih dipenuhi oleh Dian. Gadis manis yang sudah menolaknya mentah-mentah.Menyender pada badan mobil di bagian samping pintu kemudi. Menghisap asap rokok melalui mulut dan ia keluarkan lewat hidung. Sambil kedua matanya melihat ke arah jalan raya yang dilalui banyak kendaraan. Tak lama, ada sebuah mobil putih yang berbelok memasuk
"Wah pengantin baru sumringah banget nih."Setibanya di lobby kantor, Dean langsung disambut oleh Raka. Sahabatnya itu meringis, memamerkan giginya yang rapi. Entah menertawakan pernikahannya atau benar-benar ikut bahagia."Hmm." gumam Dean membalas singkat. Ia jalan terus melewati tempat Raka berdiri."Asem."Umpatan Raka masih bisa didengar jelas olehnya. Dean tak mau ambil pusing. Ini adalah hari pertamanya bekerja seusai mengambil cuti selama sepuluh hari. Dia tidak mau moodnya hancur hanya karena Raka.Kejadian tempo hari masih terekam jelas di otaknya. Saat ia mengantar Alya ke minimarket dan malah bertemu Dian di sana. Adik sahabatnya itu tampak bukan seperti Dian yang biasanya. Dian yang baik, ceria dan murah senyum berubah menjadi gadis super jutek. Dan sialnya, walaupun begitu masih tetap saja bisa menggetarkan hatinya."Rasanya nggak pakai karet gimana?"Setelah menekan tombol lift, Dean menoleh. Mendapati Raka yang sudah m
Plak."Bau banget ih, sumpah." cerca seorang perempuan yang baru saja membuka kedua matanya. Ia pukul lengan berotot yang menjadi bantalnya semalam suntuk. Tidur miring menghadap ketiak sang suami.Dean mencebik. Bisa-bisanya Alya berkata seperti itu. Yang membuatnya tidak mandi adalah Alya sendiri. Istrinya itu yang tak mau ditinggal bahkan hanya untuk mengambil minum. Kalau sekarang saat mereka bangun tidur dalam keadaan bau badan yang menusuk, siapa yang harus disalahkan? Bukankah kesalahan memang berada pada Alya?"Nggak usah teriak bau kalau lo sendiri juga bau." balas Dean enteng. Ia mencoba menggerakkan lengannya yang kaku. Entah sudah berapa kali ia kesemutan sejak semalam. Alya yang lama-kelamaan tertidur membuatnya tak tega jika ingin membangunkan.Alya yang sudah dalam posisi duduk di tengah ranjang itu hanya mengembuskan napas pendek. Ia menoleh kepada Dean yang masih berbaring miring. Agak meringis karena bagian ranjang yang ditiduri lelaki i
Alya[Gue udah pulang. Nggak usah dijemput.]Dean mengantongi ponselnya lagi sebelum naik ke mobil. Entah mengapa setelah membaca pesan dari Alya membuatnya jadi lesu. Dia sudah berjanji akan menjemputnya, tapi Alya malah sudah pulang duluan. Rasa sesaknya hampir sama seperti saat ditolak Dian.Sebelum menghidupkan mesin mobil, pria itu merogoh saku celananya lagi. Mengambil ponsel dan mengetik beberapa kata untuk dikirimkan kepada Alya.[Mau makan apa?]Begitu tulisnya ketika ide pertanyaan lain muncul di otak. Sambil menunggu balasan, ia memutar kunci.Alya[Gua udah beli makanan. Lo nggak usah beli.]Seulas senyum Dean tanpa sadar terukir. Istrinya sore ini lumayan manis. Dia lalu menarik tuas transmisi. Kemudian melaju pulang.×Sampai di rumah, Dean langsung masuk. Di meja makan ia dapati sudah ada kantong makanan dari restoran cepat saji. Pria itu mendesah pelan. Dia tak begitu suka dengan ayam goren
Dean menarik napasnya dalam-dalam kemudian mengembuskannya dengan cepat. Ini adalah hari ke-empat dia tak mendapati Alya ada di rumah setelah pulang dari kantor. Istrinya itu memang sudah bilang akan lembur. Katanya sedang ada banyak pekerjaan di kantornya. Namun, Dean menangkap ada sesuatu yang aneh dari diri Alya. Mereka memang sering adu mulut. Pertikaian sudah menjadi hal biasa di dalam keseharian mereka, tapi pertikaian terakhir tentang Dean yang menyebut nama Dian saat tidur memang tidak bisa dianggap biasa saja. Dean merasa Alya seperti menghindarinya sejak hari itu. Dia bukannya terlalu percaya diri, tapi memang gelagat Alya yang berbeda sudah terlihat dengan nyata.Meremas rambutnya dengan kasar. Dean merasa frustasi. Keadaan seperti ini terasa sangat menyesakkan dada. Biasanya setelah bertengkar mereka akan akur lagi tanpa menunggu hari berganti. Namun, ini sudah empat hari dan itu sudah termasuk lama. Dia tak suka diacuhkan oleh Alya lebih lama lagi.Tak mau
"Akhirnya kalian pulang juga."Setiba di rumah, Dean dan Alya dibuat terkejut karena kedatangan Ibu Lis dan Lintang. Mereka berdua duduk menunggu di lantai teras."Bu." sapa Dean sembari mencium punggung tangan Sang ibunda. Diikuti oleh Alya yang melakukan hal sama. Keduanya lalu tersenyum cerah. "Kenapa nggak telpon dulu kalau mau kesini? Dean bisa jemput.""Sengaja biar jadi kejutan." jawab Ibu Lis sambil beralih kepada Alya. "Jam segini baru pulang kerja kamu, Al?" tanyanya saat memeluk menantunya itu sekilas.Di dalam pelukan ibu mertuanya, Alya mengangguk. Ia masih tersenyum palsu ketika pelukan itu terlepas. "Iya, Ma." jawabnya tak mau berbohong. Baju yang ia pakai sebenarnya sudah menjadi jawaban."Terus kamu, Mas?" Ibu Lis beralih kepada anaknya yang tengah membuka pintu.Dean menoleh ke arah Ibu dan istrinya. Pria itu menatap Alya sejenak sebelum berucap. "Habis jemput dia. Udah jelas kan, Bu." Lalu dia masuk begitu saja ke dalam ru
Beberapa saat Alya memilih diam. Ia biarkan saja sang suami mendekapnya erat. Dadanya bergemuruh kencang. Rasa yang sudah lama hilang itu kini kembali lagi menyapa hati. Tak jarang ia mengumpati dirinya sendiri. Mengapa ia bisa begitu mudah jatuh cinta kepada Dean?"Tolong jangan ngambek lagi." ucap Dean masih lirih.Hah... Ngambek... Bagaimana dia tidak kesal jika pria itu malah menyebut nama perempuan lain disaat mereka tengah bersama? Pria tersebut tentu tidak sadar ketika mengatakannya. Namun, telinga Alya juga sedang tidak mengalami gangguan. Hatinya merasakan sakit yang teramat dalam. Jika memang yang ada di pikirannya adalah Dian, mengapa dulu dia menawarkan pernikahan kontrak ini?Dimana pun laki-laki memang sama saja! Batin Alya."Gue minta maaf."Terhitung sejak malam setelah mereka pulang dari rumah sahabat pria tersebut. Dean memang sudah berulang kali memohon maaf. Lelaki itu juga sering mencandainya ketika mereka sedang ada di rumah.