Di pusat kota, terdapat sebuah gedung yang tampak ramai dengan tamu undangan. Banyaknya mobil yang berjajar membuktikan besarnya antusias para tamu untuk melihat pasangan baru yang sedang berbahagia.
Gedung yang telah disulap dengan sentuhan warna putih dan soft pink itu terlihat sangat cantik dan manis. Sebenarnya Rezal menginginkan tema garden party untuk resepsi pernikahannya, tapi karena ibunya sudah memesan gedung pernikahan jauh-jauh hari, dia tidak bisa menolak. Lagipula ibu Naya lebih setuju acara diadakan di gedung agar terhindar dari ganasnya cuaca yang sulit diprediksi akhir-akhir ini.
Tamu undangan masih berdatangan. Dilihat dari gaya dan penampilannya, Naya tahu jika kebanyakan tamunya berasal dari undangan Rezal. Pria itu mempunyai banyak relasi
Suasana kamar mandi yang bernuansa kayu itu tidak membuat Naya tenang. Dia berdiri dengan gelisah di depan cermin yang memantulkan bayangan dirinya. Lagi-lagi dia menyemprotkan parfum ke lehernya untuk memberikan aroma segar. "Nggak, nggak! Jangan banyak-banyak nanti rasanya pait." Naya mengusap lehernya dengan handuk. Namun sedetik kemudian dia menggeleng dan kembali menyemprotkan parfum di tubuhnya. "Di film-film, orang malam pertama lancar bener dah. Kok gue deg-degan," rengek Naya bersandar pada tembok kayu. Dia menatap wajahnya yang tampak menyedihkan. Jauhkan pikiran tentang indahnya kota Seoul, karena sekarang Naya terjebak di villa yang tak jauh dari pantai. Bukan Bali, melainkan Raja Ampat. Ya, Rezal membawanya per
Satu tahun kemudian. Mata bulat itu menatap pantulan dirinya di cermin dengan alis yang menyatu. Naya membolak-balik tubuhnya menghadap depan, samping, dan belakang berulang kali guna memastikan kebaya yang dia pakai tampak baik-baik saja. Sadar tidak baik-baik saja, Naya mendengkus dan mengipasi wajahnya karena gerah. "Kenapa lagi sih?" Rezal mengancingkan kemejanya sambil memperhatikan tingkah Naya. "Aku gendut banget, Mas. Liat deh." Naya menunjuk perutnya. "Kalau lagi hamil nggak gendut ya bahaya, Nay." "Ih, aku serius." Naya merengek sambil mengelus perutnya.&n
Bulan madu yang berlangsung selama dua minggu cukup membuat Naya betah dan tidak ingin kembali. Baginya waktu dua minggu belum cukup untuk menikmati indahnya tanah Papua. Jika tidak ingat dengan pekerjaan Rezal dan kuliahnya, tentu Naya akan meminta tinggal lebih lama.Setelah mengambil koper, Rezal menghampiri Naya yang tengah duduk di kursi tunggu. Terlihat jelas jika wanita itu masih mengantuk. Tangan besar Rezal bergerak untuk mengelus kepala Naya, mencoba membangunkan istrinya dengan lembut."Ayo, lanjut tidur di mobil aja."Dengan menguap, Naya berdiri dan memeluk lengan Rezal sebagai tumpuan. Mereka berlalu keluar dari bandara.Setelah menikmati waktu bersama selama dua minggu, Naya tidak merasa sungkan lagi untuk melakukan kon
Suara langkah sepatu yang terdengar tegas mulai memasuki ruangan departemen humas. Rezal melirik jam tangannya sebentar yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Meskipun masih pagi, tapi terlihat sudah banyak karyawan yang datang."Selamat pagi," sapa Rezal yang membuat semua orang terkejut."Loh, udah balik, Pak?" tanya Raga bingung."Asli! Wajahnya makin cerah sekarang," ucap Jedi dengan nada menggodanya."Ya cerah lah, Jed. Kan habis bulan madu." Kali ini Fira yang berbicara.Arman terkekeh, "Udah dong, guys. Kalian nggak liat itu wajahnya Pak Rezal udah merah. Pasti malu banget."Rezal hanya bisa pasrah saat semua orang mulai menggodanya. Dia tidak marah, dia hanya malu. Apalagi jika pembahasan sudah menjurus ke arah yang lebih sensitif. Apa yang bis
Di hari Rabu pagi, ketika matahari belum muncul dengan sempurna, Rezal sudah berada di taman komplek untuk berolah raga. Dia hanya sendiri dan meninggalkan Naya yang masih tertidur. Ini kali pertama Rezal kembali berolah raga setelah menikah. Dia sudah mulai terlena akan kehidupan rumah tangga yang menyenangkan sehingga lupa akan segalanya."Mas Rezal kok olahraga sendiri?" tanya salah satu wanita yang Rezal ingat adalah tetangganya. "Mana istrinya, Mas?""Masih tidur," jawab Rezal dengan senyuman tipis."Pasti kecapekan ya?" Kali ini ibu dari wanita itu yang berbicara. Rezal hanya bisa tersenyum tipis. Tidak berniat menjawab pertanyaan yang sering dia dapatkan setelah menikah.
Dengan kehendak Tuhan, kehidupan seseorang bisa langsung berubah dalam waktu sekejap. Hal ini juga berlaku untuk Naya. Meski sebelum menikah dia sudah bahagia hidup bersama Ibunya tapi setelah menikah kebahagiaan itu menjadi berkali-kali lipat. Naya yang memang tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang pria di hidupnya sangat bersyukur dengan kehadiran Rezal."Mama niatnya mau beli tanah di sebelah rumah kita, Nay. Kosong kan ya? tapi ternyata nggak dijual sama yang punya. Kan enak kalau kita tetanggaan," ucap Ibu Rezal yang duduk di kursi belakang bersama Ibunya Naya."Kan masih satu perumahan, Ma. Cuma beda gang aja.” Kali ini Rezal yang berbicara dan mobil berhenti tepat di sebuah rumah berlantai dua yang terlihat mewah."Ini rumah kita, Mas?" tanya Naya denga
Cahaya kilat yang terang membuat Naya menutup matanya erat. Tak lama terdengar suara petir yang membuat semua orang, termasuk dirinya mulai membaca doa dalam hati. Entah kenapa cuaca akhir-akhir ini begitu menakutkan. Naya terpaksa meneduh di pinggir jalan saat hujan turun dengan derasnya.Hari ini memang Naya disibukkan dengan kegiatan kampus sampai malam. Saat dia akan pulang, ternyata Tuhan tidak mengabulkan doanya. Naya sudah berdoa agar hujan tidak turun tapi takdir berkata lain. Di sini lah dia sekarang, meneduh di pinggir jalan bersama dengan pengendara motor lainnya.Pada saat seperti ini Naya hanya bisa mengumpat dalam hati. Dia menyesal tidak siap sedia jas hujan di motornya. Sudah menjadi kebiasaannya melupakan benda penting itu.Saat akan menghubuhi Rezal pun, Naya berdecak kesal. Lagi-lagi dia mengumpati kebodoh
Pernikahan bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari sebuah kenyataan. Pada tahap ini, tiap pasangan dituntut untuk saling menerima satu sama lain. Baik itu sifat baik dan sifat buruk, baik itu kekurangan ataupun kelebihan.Seperti yang terjadi pada Rezal dan Naya setelah menikah. Masa pendekatan yang begitu singkat membuat mereka sama-sama terkejut dengan kebiasaan masing-masing. Naya yang masih muda cenderung santai dan apa adanya, berbeda dengan Rezal yang lebih disiplin dan bijaksana. Jarak usia juga bisa menjadi faktor perbedaan tersebut. Namun itu tidak mereka jadikan alasan untuk saling menarik diri, justru dengan adanya perbedaan itu mereka saling melengkapi dan jatuh cinta setiap harinya.Di sebuah kamar, Rezal tampak berbaring santai dengan laptop Naya di pangkuannya. Tidak ada yang dia lakukan, hanya melihat-lihat isi folder yang ada. Sedangkan istrinya tengah berada di kama