"Kalau kalian keberatan, silakan keluar dari rumah saya!""Eh, hm ... enggak, Mbah. Baik, Mbah. Saya akan membayar sesuai dengan yang Mbah minta." "Bagus ...."Bu Nuri lantas mengambil sebuah amplop dari dalam tas miliknya. Setelahnya Bu Marni menghitung karena kebetulan uangnya berjumlah tujuh juta dan ia pun menyerahkan uang senilai 5 juta itu kepada dukunnya. "Bagus! Biarkan foto ini di sini Besok pagi, kalian bisa mendatangi rumah wanita itu dan memastikan kalau ilmu kiriman saya sudah bekerja dengan baik.""Ba–baik, Mbah.""Sekarang pulanglah dan datang kembali besok pagi di rumah mereka.""Memangnya mau apa besok datang ke rumah mereka, Mbah?"Brak! "Aduh biyung, bangun, bangun, mangan jangan asem karo tahu bunting." Bu Nuri mengusap dadanya karena terkejut dengan gebrakan tangan si Mbah dukun di atas meja. Sedangkan Eka duduknya bergeser ke belakang sang Ibu karena takut dengan si Mbah dukun itu. "Jangan banyak tanya! Kamu mau kalau kamu yang saya santet ha!" Si Mbah mengge
"Astaga kutil naga, kamu kenapa?!" "Bu bantuin dong ah! Kepala aku sakit nih!" Eka kembali memekik membuat sang Ibu mertua dengan cepat menolong Eka mengeluarkan kepalanya dari salam ember. "Astaga Eka ini embernya susah keluar itu kepala kamu kegedean!" "Aduh ini terus gimana dong, Bu! Masa iya aku harus begini sampai rumah sih?""Ya lagian kamu kepalanya gede banget udah kayak kepala sapi. Lagian malah bagus kan gak usah keluar tuh ember dari kepala anggap saja sebagai pengganti helm.""Ibu nih kalau ngomong suka ngawur deh. Ya kali helm diganti ember. Udah ah buruan ini lepasin.""Bang! Bantu napa! Ini embernya lepasin dari kepala menantu saya!" Kedua ojek yang salah satunya terjelungup dari motor tadi bergegas menghampiri Bu Nuri untuk menolong Eka. "Ini semua gara-gara kamu ngegas motor, Bang! Lihat nih kepalaku jadi masuk ember begini. Tanggung Jawab pokoknya!" "Ya maaf, Mbak, lha saya aja kaget tiba-tiba ada cicak nemplok di tangan. Nih badan saya juga sakit-sakit gara-gar
"Lah kan memang Bapak saya gila. Jadi wajar dong namanya aja orang gak waras. Lha situ yang katanya waras menapa malah dateng ke orang pintar? Kan hanya orang-orang bagi yang datengin orang pintar? Keliatan banget bego tapi gak mau dikata bego.""Sialan kamu ya! Aku doain satu keluargamu gila semuanya! Dasar keturunan gilaaaa!" Bu Nuri terpekik sembari meraung-raung. Uang lima juta kini hanya menjadi serpihan kecil tak berbentuk akibat dibuat mainan oleh si Mbah dukun. "Dasar sinting!" Pria si anak Mbah dukun tasi pun pergi begitu saja karena kesal akibat sumpah serapah yang Hu Nuri keluarkan. "Hu hu hu Eka ini gimana? Ung Ibu udah jadi serpihan kaya begini. Huwa huwa huwa huwa.""Bu udah dong, Bu, malu itu diliatin banyak orang. Yuk kita pulang. Bukankah biasanya itu uang bisa ya kalau ditukar ke bank dan dapat yang baru?" "Eh, masa iya?" Tangisan Bu Nuri terhenti seketika mendengar sang menantu mengatakan kalau uang itu bisa ditukar dengan yang baru di bank. "Ya, ya mungkin saja
WAJAH ASLI KELUARGA SAMIKU"Nurin, ini ada undangan pernikahan. Kamu datang ya," ucap Bagaskara pada Nuri sembari memberikan sebuah surat undangan berwarna kuning keemasan itu. "Undangan? Undangan apa ini, Bagas?" tanya Nuri sengan raut wajah keheranan. "Di situ kan ada namanyan kamu bisa baca kok." Nuri membuka surat undangan itu dengan tangan bergetar. Entah kenapa perasaan Nuri menjadi tidak enak. Ia menutup mulut dengan tangannya saat membaca kalimat demi kalimat serta nama kedua mempelai calon pengantin yang ada di undangan itu. Bagaskara Putra dengan Anita Widya. "K-kamu akan menikah dengan Anita, Bagas?""Yah, kamu benar. Aku harap kamu mulai sekarang berhenti untuk terus mengharapkanku. Karena aku dan Anita akan menikah.""Kenapa? Kenapa kamu tega sama aku, Bagas? Aku mencintaimu sejak lama. Sejak persahabatan kita baru saja tercipta.""Tapi Nuri. Bukankah sejak awal kita memang hanya bersahabat saja? Aku sejak awal memang tidak mencintaimu. Tidak pernah aku menganggapmu
"Aku pulang dulu, Bu, assalamualaikum." Andra mencium takzim tangan sang Ibu yang disusul Kinan di belakangnya meski pada akhirnya tangan Kinan ditepis oleh Bu Nuri. "Andra!" Andra dan Kinan menghentikan langkah mereka saat mendengar suara Bu Nuri menggema di rumah itu. Andra dan Kinan pun berbalik badan melihat ke arah sang Ibu."Sekali saja kau keluar dari rumah ini dalam kondisi menolak perintah Ibu maka akan Ibu pastikan kamu keluar dengan membawa beribu dosa di pundakmu! Nerakalah tempatmu kelak, Andra!" Kinan berniat ingin menjawab ucapan sang Ibu mertua tapi tangan Andra mencekalnya hingga ia kembali menutup mulutnya yang sudah membuka. "Maaf, Bu, bukan maksud Andra ingin durhaka sama Ibu. Tapi Andra juga punya kewajiban yaitu Kinan. Kinan adalah istri Andra yang harus Andra tanggung jawabi. Harap Ibu mengerti dengan keputusan Andra. Jika Andra menuruti kemauan Ibu dan menzalimi Kinan maka Andra juga akan mendapatkan dosa, Bu." "Dalil dari mana kamu bisa mengatakan itu?""L
"Ibu sampai nenukulimu, Mas? Alasannya apa?" "Aku sudah buat kesalahan. Waktu itu aku mengambil satu buah ayam goreng di meja dapur. Padahal Ibu sudah mengatakan kalau ayam goreng itu untuk Mas Fatih. Tapi waktu itu aku lapar karena sejak pagi aku hanya makan satu centong nasi putih dan dua biji tempe goreng. Tapi waktu itu Mas Fatih kasihan sama aku dia kasih ayam goreng punya dia untuk aku. Katanya dia udah makan ayam itu dua potong. Lalu ketahuan Ibu dan Ibu marah terus ngambil penebah kasur dan mukulin kakiku.""Hanya itu saja?""Sebenarnya banyak sih kekerasan yang Ibu lakukan sama aku. Ibu selalu mendoktrin aku agar aku selalu patuh padanya karena dia yang sudah merawatku dari kecil hingga besar. Padah kalau untuk jajan saja aku harus membantu tetangga yang berjualan kue untuk menjajakan kuenya di sekolahku. Dari situ lah aku bisa jajan dan itu juga nggak banyak paling gedenya hanya lima ribu saja.""Apakah ada alasan kenapa Ibu Membedakan perlakuan terhadap mu dengan Mas Fatih
"Lebay banget deh. Masa iya sampe segitunya.""Nah ini kamu kekurangannya nih. Suka gak percaya diri. Kamu kira dagangan kamu laris karena pake tuyul atau pesugihan? Dagangan kamu laris karena sambal buatanmu itu yang teope begete. Dah klop banget dicocol sama ayam krispinya. Aduh aku jadi ngiler. Udah mateng belum sih? Nih perut udah keroncongan tau.""Tinggal goreng aja nih, sambalnya udah jadi kok.""Yaudah buruan digoreng. Spesial buat aku.""Iya-iya bawel ih. Lagian salah siapa datangnya pas gerai belum buka. Kan ini masih siap-siap dulu.""Yeee biarin aja kenapa sih. Kan aku habis makan mau bantuin kami jualan. Bosan soalnya di rumah terus."Laras mengedipkan satu matanya pada Kinan. Kinan pun paham kalau maksud Laras adalah beberapa usaha resto dan gerai milik Kinan yang sebenarnya dalam kondisi aman terkendali. Itulah sebabnya Laras mendatangi gerai baru milik Kinan. Yah, selama Kinan mengaku bangkrut memang Laras sendiri yang mengawasi dan turun tangan memantau usaha Kinan y
"Yasudah kalau keputusanmu memang seperti itu. Aku akan tetap berada di dekatmu untuk membelamu." Andra mengelus lembut surai hitam milik Kinan dan hanya dijawab senyuman kecil oleh Kinan. Andra juga Laras menyetujui ucapan Kinan. Ia dan Laras akhirnya membantu Kinan membuka rolling door karena hari semakin siang dan sebentar lagi waktunya makan siang untuk para pekerja pabrik maupun mall. ***"Mas, Mas, kasihan banget deh itu nanti si Kinan sama Andra dipaksa bayar hutang-hutang kita. Hihihi.""Biarin aja! Salah siapa mereka melawan kita. Aplgi itu si Kinan yang songongnya bukan main. Terus mana si Andra ketularan songongnya Kinan lagi. Huh kesel deh.""Iyah, aku juga kesel banget deh, Mas, gara-gara si Kinan itu Andra malah gak jadi nikah sama Selena. Batal deh uang 350 juta kita dapatkan. Mana aku disuruh balikin uang sepuluh juta itu lagi." Eka mendengkus dan ia kembali menyesap teh di dalam gelas yang ada di dekatnya. "Ngapain dibalikin?" "Ya kan si Selena itu minta dibalikin