POV Lili.🌸🌸🌸“Ibu, kenalkan ini Ita, calon istriku.” Aku yang masih di kamar teleponan dengan Mas Eko kaget, itu Danu kapan pulang dia bawa pacarnya? Kumatikan telepon dan bersiap-siap menyambut Danu. Aku dandan secantik mungkin agar terlihat menarik. Pasti pacar Danu jelek dan kampungan dengan aku dandan begini dia akan minder dan pergi ninggalin Danu.Kuhiraukan telepon yang terus saja berdering panggilan masuk dari Mas Eko dia pasti kaget aku matikan telepon begitu saja. Danu lebih penting dari dia. Aku harus mendapatkan hati Danu.Kulihat ibu sedang menyiapkan air minum di dapur. Baik sekali ibuku ini. Ngabisin gula aja.“Bu, biar aku aja yang buat minumnya, Ibu ke depan aja sana.”“Iya, sekalian ya, kue itu kamu taruh di piring sudah ibu potong-potong, buahnya juga, ya?” titah ibu.“Bu, ini makanan yang bawa Danu?” tanyaku heran karena ini lebih mirip seperti orang hajatan ada tiga paper bag isinya aneka kue kering, empat loyang bolu yang sangat menggoda selera, dan juga dua
POV Lili.“Terima kasih, ya. Siapa tadi namamu?”“Ita, Mbak.” Duh, suaranya lembut banget lagi. Nemu di mana sih, Danu barang begini.“Gimana Mbak, udah enakan?” tanya Danu.“Belum, lah, Dan. Memang iklan obat begitu diminum langsung sembuh?” jawabku kesal. Baru saja minum semenit yang lalu sudah ditanya sembuh apa belum dasar tidak peka!Mendengar ucapanku Danu dan pacarnya tertawa, ibu juga ikutan tertawa. Memang aku pelawak apa yang ngasih hiburan gratis.“Danu, pacarmu ini kerja di mana?” tanya ibu. Bagus ibu bertanya begitu pasti ini cewek kerjanya di ladang dia, kan dari udik.“Biar Ita saja yang jawab, Bu.”“Aku kerja di toko kue, Bu,” jawab pacar Danu. Santun sekali ini orang.Kerja di toko kue saja bangga. Aku dong, kerja di minimarket Indoapril gaji UMR pasti dia gajinya kecil. Pantas saja dia pandai buat kue.“Kalau orang tuamu kerja apa, Ta?” tanya ibu lagi. Sebenarnya aku ingin sekali bertanya, tapi kepalaku tidak bisa diajak kompromi.“Bapak dan Ibu kerja di ladang dan s
“Iya, benar Bu, jadi kami memang tidak mau merepotkan keluarga,” jawab Danu, dia menatap mesra pada Ita. Tolong! Hatiku panas terbakar api cemburu.“Sykurlah kalau begitu. Oh, iya, silakan diminum tehnya ini yang buat Lili katanya spesial untuk Danu dan calon istrinya.” Duh, ibu kenapa bilang begitu si, ibu sepertinya berpihak pada mereka berdua dari tadi iya-iya saja.“Uhuk!” Pacar Danu terbatuk. Gimana teh buatanku spesial kan, jelas dong, karena rasanya asin. Tadi aku sengaja pakai garam untuk teh pacarnya Danu.“Kenapa, Dik?” tanya Danu khawatir. Dasar lebai. Sebelum menjawab pertanyaan Danu Ita melirikku aku balik melototi dia. Awas saja kalau ngadu.“Em ... enggak apa-apa, Mas, tadi aku keselek aja,” jawabnya. Bagus dah dia nurut. Sepertinya memang ini perempuan tipe orang yang penurut jadi seleranya Danu begini wanita yang penurut.Obat yang diberikan oleh pacarnya Danu sepertinya membuatku ngantuk, mataku berat sekali susah diajak melek.Aku terbangun sudah malam, Danu dan pac
POV Lili.Pengantin baru itu terus saja bermesraan. Cih, lebai udah kayak dunia milik berdua saja. Menyebalkan. Bikin tensiku terus saja naik.Aku tidak bisa berbuat lebih karena takut Danu marah padaku.Meski mereka berangkat kerja bareng naik motor, tapi terlihat bahagia. Beda denganku yang naik mobil di dalam hatiku nyesek. Aku cemburu tingkat dewa.Seperti pagi ini dia menimba air berdua dengan Ita, padahal aku sudah sengaja mengerjai Ita agar aku bisa lama-lama dengan Danu di depan. Dasar saja Danu terlalu memanjakan istri nimba air saja dibantuin.“Ita, kenapa kamu libur kerja tidur aja dari tadi. Sana bantuin Ibu beres-beres rumah. Sudah macam Nyonya besar saja kamu ini!” Aku menyeret Ita hingga dia hampir terjatuh.“Aku lagi enggak enak badan, Mbak. Kepalaku sakit dan lemas,” jawabnya alasan.“Enggak mau tahu! Cepetan bantu Ibu!” teriakku. Ita tergopoh-gopoh ke dapur bantu ibu.Aku akan buat hidupmu menderita salah kamu merebut dia yang kucinta untuk selamanya.“Ita, setelah i
POV Lili.“Eko! Kamu apakan anakku hah!” teriak ibu.“Tanyakan sendiri apa yang sudah dia lakukan pada menantu perempuan Ibu ini! Lihat jidat Ita sampai biru lebam begini!” jawab Mas Eko.Ibu langsung mengalihkan pandangannya pada Ita dan terbelakang kaget lalu memandangku.Tanpa berkata-kata lagi ibu membantuku berdiri dan membawaku ke kamar.Kudengar Ita menangis, hah! Dasar cengeng. Nangis aja yang kuat beli perlu pergi dari rumah ini.Mas Eko kenapa juga pakai belain Ita segala. Apa Mas Eko suka juga pada Ita? Ah, sana lah, aku sama sekali tidak cemburu.“Li, kamu harus hati-hati jangan main kasar begitu nanti kalau Ita mengadu pada Danu kita bisa kena marah. Kamu tahu kan, apa akibatnya?” ucap ibu aku mengangguk saja.“Jadi Ibu, lebih membela Ita juga dari pada aku?”“Bukan begitu, kita tidak bisa main bar-bar begitu urusan akan panjang,” jawab ibu. Benar juga si, apa kata ibu, tapi aku tadi sangat emosi makanya begitu.“Lili, kamu kalau begitu terus sama Ita lebih baik kita perg
POV Lili.“Bukan sama aku Mbak, minta maafnya, tapi sama Ita.”“Baiklah, Ita. Aku minta maaf,” ucapku tidak ikhlas karena aku merasa tidak bersalah sama sekali.Ita hanya diam saja kemudian dia masuk kamar tak berselang lama dia muncul lagi dan memberikan sesuatu pada Danu.Senyum Danu langsung merekah dan teriak kegirangan lalu memeluk dan menciumi Ita.“Ita hamil, Mbak, Mas!” teriak Danu.Oh, jadi hamil. Sebegitu bahagianya. Mas Eko juga ikutan teriak senang. Hanya aku saja yang berdiri diam. Aku sama sekali tidak senang. Aku berharap bayi itu tidak bisa lahir ke dunia dengan selamat. Kulempar jaket yang kupegang ke wajah Ita lalu aku pergi ke kamar mengambil handuk dan mandi.Begitu kegiatanku terus menerus mengerjai Ita dan menyuruhnya seenakku lumayan pembantu gratisan. Apa lagi semenjak hamil Ita tidak diperbolehkan bekerja. Maka dengan alasan tidak boleh berdiam diri maka aku bisa menyuruh dia sesuka hatiku. Aku mau Ita benar-benar merasakan sakit yang aku rasa. Rumah ini aka
“Baiklah, Pak Danu setelah kami amati tanah dan bangunan ini kami hanya bisa mengeluarkan pinjaman 30 juta rupiah dengan ansuran 980 ribu rupiah per bulan dan bunga 2%,” terang pihak Bank.Aku dan Mas Danu melongo. Tanah selebar ini hampir satu hektar cuma dihargai segitu dan aku yakin Mbak Asih tidak akan mampu membayarnya.“Nah, silakan Bapak tanda tangan di sini, kami juga minta foto kopi KK dan KTP Bapak dan juga istri untuk melengkapi berkas,” ucap yang satunya.“Maaf Bapak-Bapak saya tidak akan tanda tangan karena saya tidak mau menggadaikan tanah ini,” jawab Mas Danu pada akhirnya. Aku sangat lega Mas Danu bisa tegas begitu.Ke dua orang pihak Bank lalu melihat ke Mbak Asih. Senyuman merekah yang sedari tadi terukir di bibir bergincu Mbak Asih tiba-tiba sirna berganti mengerucut dan siap meledak.“Kalau enggak pakai tanda tangan Danu apa tidak bisa, Pak?” tanya Mbak Asih dia terlihat sangat memaksa untuk dapat pinjaman itu.“Maaf Bu, kami tidak bisa memberi karena di sertifikat
“Maksudmu apa, Dan! Kok, makin enggak jelas ucapanmu itu!” tanya Mbak Asih matanya mulai berkaca-kaca.“Tidak perlu aku jelaskan harusnya Mbak paham,” jawab Mas Danu santai.“Dasar tidak punya otak orang ngomong apa nyambungnya apa! Ingat ya, Dan selama ini kamu hidup dengan siapa? Harusnya kamu balas budi!” teriak Mbak Asih mulai emosi.“Tidak cukupkah baktiku selama ini? Aku rela kerja banting tulang siang malam demi Ibu, Mbak Lili, dan Mbak Asih. Kalian tidak pernah menganggap aku ada dan tidak pernah mengucapkan terima kasih yang ada semena-mena padaku juga pada istriku.” Mas Danu tidak kalah emosi. Aku memegang dada Mas Danu dan mengelus-elusnya agar emosinya mereda.“Oh, jadi kamu sekarang hitung-hitungan gitu!” Mbak Asih makin emosi.“Mbak duluan yang main hitung-hitungan padaku. Sudahlah Mbak aku tidak mau memperpanjang urusan ini, silakan Mbak ke luar dari rumahku ini. Urusan kita selesai.”“Berani sekali kamu mengusirku! Rumah jelek begini saja kamu sombong! Benar-benar kete