Icha dan Budi hanya terdiam di depan jurang yang menganga di depan mereka, dengan kabut tebal berwarna putih yang menghalangi pandangan mereka. Hanya terlihat beberapa pohon yang ada di dekat mereka. Selebihnya mereka tidak tahu, ada apa di balik pohon-pohon itu, karena kabut tebal yang turun itu menghalangi pandangan mereka.
Jantung Icha berdegup kencang, baru kali ini dia hampir celaka. Apabila Budi tidak reflek untuk memegang tas carrier Icha, mungkin dia akan jatuh ke dalam jurang yang dalam itu.
“Makasih ya Bud, dah nyelametin gue, ” Kata Icha dengan nafas yang terengah-engah.
“Gue kagak tahu kalau ada jurang disini. ”
Icha tiba-tiba duduk di dekat jurang itu,
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM ya Vote dan Komen bintang lima ya supaya saya masih tetap semangat untuk uploab bab terbaru terima kasih.
Malam semakin larut, aku melihat jam dinding di dalam warung. Yang menunjukan pukul 22.00 malam. Namun, kabut tebal tampaknya masih menemaniku yang duduk di dalam warung hingga saat ini.Malam yang sungguh sangat sepi, hanya terdengar suara radio di HP dengan lagu-lagu dangdut yang menemaniku, meskipun aku sebenarnya tidak suka dengan lagu yang sedang diputar. Tapi karena hanya satu channel itu yang masih menyiarkan siarannya hingga saat ini, sehingga, mau tidak mau aku dengarkan untuk mengusir sepi.Semakin malam, rasa dingin semakin menusuk tulang, aku yang pada saat itu mengisi waktu luang dengan mengisi TTS bekas ibuku, kini lebih banyak berdiam diri dan berpikir banyak hal. Bahkan beberapa kali aku melihat gelang yang sedang aku pakai ini.Bahkan sesekali, aku membuka lagi laci tempat menyimpan uang di dalam wa
“Kadieu maneh! Geus cukup ngaganggu si Ujang, (Kesini kamu! Sudah cukup mengganggu si Ujang,)” Kata seseorang yang berkata sambil mengangkat tangannya. Tampak satu bayangan hitam muncul secara perlahan, di antara bayangan-bayangan lain yang berjalan mengikuti orang itu. Sebuah bayangan yang besar melebihi bayangan-bayangan yang lainnya, dan bentuknya sama persis seperti makhluk besar yang melihatku dari luar warung. Namun, semakin dia berjalan mendekati warung. Bayangan-bayangan hitam yang tadi mengikutinya, secara perlahan-lahan menghilang dengan sendirinya. Sehingga terlihat kembali, lampu-lampu rumah yang menyala terang ke arah jalan dari arah Kampung Sepuh. Dan me
Keilmuan, sebuah ilmu yang tidak bisa dipelajari oleh semua manusia di dunia ini, ilmu yang tidak dipelajari di Sekolahan hingga Universitas. Namun banyak orang-orang pintar dan bergelar, rela berbondong-bondong datang kepada seseorang yang memiliki keilmuan itu. Karena, mereka bisa memecahkan masalah yang tidak bisa mereka pecahkan hanya dengan jabatan, kepintaran dan uang yang mereka miliki. Tak jarang keilmuan ini di pakai untuk orang-orang yang bertanggung jawab, untuk melancarkan semua usahanya. Bahkan dipakai untuk menyingkirkan lawan mainnya. Keilmuan ini tidaklah jahat. Namun, manusialah yang mengkategorikan itu dengan keilmuan putih dan hitam. Mencelakai manusia yang tidak mengerti keilmuan ini, ataupun mereka hanya membantu dengan ikhlas kepada para manusia yang datang kep
GRRRRRRRRRRRR ROAR Sima seketika tampak marah, tuannya yang dia jaga tiba-tiba di cekik oleh makhluk suruhan dari Ki Ba’a yang tak lain adalah pamannya sendiri. seketika keluar asap tipis berwarna putih yang muncul dari tubuhnya, dengan tatapan tajam yang tertuju ke arah rumah. Namun, Duag “Cicing maneh Sima, edek jigah kumaha oge, ieu lain urusan maneh! (Diam kamu Sima, mau seperti apapun juga, ini bukan urusanmu! )” Sebuah tangan besar terlihat memegang Sima dan mengangkatnya ke atas. Dia mencoba menahan Sima yang sedang emosi itu, untuk tetap diam. Karena apa yang Ki Ba’a lakukan, tidak ada hubunganya sama sekali dengan Sima.
Suara gaduh dari warung tampaknya tidak mempengaruhi kesunyian dari Gunung Sepuh ketika malam tiba, para mahluk gunung mungkin tidak memperdulikan aku yang sedang susah payah melawan para mahluk yang dikeluarkan oleh Ki Ba’a pada malam itu.Namun mereka lebih tertarik kepada dua orang manusia yang kini sedang berlari ketakutan. karena mereka baru mengetahui, bahwa Gunung Sepuh ketika malam. berbeda dengan gunung-gunung yang sering mereka daki pada umumnya.Hah hah hah“Gunung apaan ini Cha, kita dari tadi berputar-putar terus. Gimana caranya kita bisa keluar dari gunung ini? " Kata Budi yang tampaknya masih terengah-engah sambil menyender ke sebuah pohon besar“Tenda sudah kita tinggalkan, bersama tas kita. Baru kali ini bertemu
“VITO?” Budi dan Icha serentak berteriak, ketika melihat Vito yang kini berada di dekatnya. “Ko, ko lu disini Vit? ” Kata Icha yang masih shock karena tiba-tiba melihat Vito yang mendekati mereka, setelah semalaman di hantui oleh para makhluk yang menampakan dirinya di depan mereka berdua. Vito tampak bingung atas apa yang Icha bicarakan. Apalagi Icha dan Budi kini kondisinya sedang tidak karuan, jaket yang dipakai seadanya. Tidak membawa tas, rambut acak-acakan. Bahkan, sepatunya sendiri tidak di tali secara benar. “Perasaan gue dari tadi nungguin elu di sekitaran sini deh Cha.” “Noh, lu bisa lihat di pohon itu. Itu ada tali rafia yang gue iket sewaktu tadi pagi naik sendirian kesini. ” “Nah gue tadi udah nyoba ke atas,
Malam semakin larut, namun kali ini tidak ada rasa sepi yang menyelimuti Kampung Sepuh. Yang ada hanyalah suara-suara gaduh yang terdengar hingga seisi kampung. Namun entah mengapa, seperti tidak ada yang berani keluar rumah untuk melihat kegaduhan yang terjadi di dekat warung, padahal baru beberapa waktu tadi, terdengar banyak teriakan-teriakan yang terdengar hingga ke seluruh kampung. Hah, hah, hah, Aku berdiri di depan warung, dengan nafas yang terengah-engah. Badanku kini penuh luka lebam, namun tubuh ini seperti tidak memperdulikan kondisiku yang pada saat itu sangat kesakitan, karena beberapa kali aku mendekati Ki Ba’a namun beberapa kali pula aku terpental kebelakang. Aki Ba’a hanya terdiam sambil beberapa kali bertepuk tangan, seperti mengejekku dan men
Waktu kini sudah melewati tengah malam, namun kegaduhan di depan warung masih belum mereda. Udara dingin yang muncul dari Gunung Sepuh tampaknya tidak terasa lagi olehku, Karena tertutup oleh perasaan marah dan emosi yang masih saja meluap-luap dalam tubuhku ini. Urat-urat di sekitar tangan terlihat, kepalan tangan yang terkepal dari tadi masih belum bisa aku kontrol sepenuhnya. Tinggal satu tangan lagi yang masih mengepal dan bergerak sesuka hatinya, sedangkan seluruh tubuh dan kakiku sudah bisa aku kontrol sepenuhnya, karena kelelahan yang sangat terasa yang membebani tubuhku pada malam itu. Tengkorak-tengkorak yang menahan kakiku kini telah menjauh dariku, setelah aku tendang dengan sekuat tenaga hingga seluruh badannya tercerai berai kemana