Makan malam benar-benar mengerikan.
Tentu saja, ada hal yang lebih buruk sedang terjadi di dunia daripada sahabatku yang memberikanku silent treatment tanpa alasan apapun, tunangan pujaan hatiku dulu memberiku tatapan diam-diam selama main course dan dewa Yunani duduk di sampingku dengan jemari paling ajaib.
Aku kebetulan yang paling terlambat datang ke ruang makan dan kursi yang kosong tinggal satu, itulah kenapa aku duduk bersandingan dengan Dean, jemarinya merayap naik dari ujung gaunku di bawah meja saat dia dengan polosnya berbicara dengan Constantine yang ada di kanannya.
Aku tidak bisa makan; aku bahkan tidak bisa berpikir. Tidak saat dia baru saja tahu kalau aku tidak menggunakan celana dalam.
Membuka pahaku untuknya, aku merasakan jemarinya berhenti saat dia tidak menemukan penghalang apapun di antara dua kakiku. Kepalaku pusing karena rangsangannya, aku hampir saja menangis lega ketika d
"Sial, apa yang kau pikirkan? Bagaimana dengan STD? Apa aku satu-satunya orang yang masih waras di sini?" Dia terlihat terkejut. "Kita periksa setiap bulan. Sebenarnya, aku sembila-puluh-sembilan persen yakin kalau ini anaknya Sam." Aku memutar mataku padanya. "Oh, ya, kurasa itu akan membuat hal yang lainnya tak berarti." "Lihat? Karena inilah aku tidak ingin memberitahumu apapun. Kau selalu menghakimi ku!" "Realistislah sedikit, Sarah. Hanya sedetik saja, jangan menganggap kalau kau hidup di dunia fantasi dimana setiap orang telanjang dan bercinta dengan siapapun yang mereka mau," Aku mencacinya, merasakan amarah merayap di sekujur tubuhku karena ketidakdewasaannya. "Ini bayi - yang tidak kau yakini milik suamimu." "Bisakah kita melihat Netflix dan melupakan percakapan ini?" Dia membujuk, memberiku tatapan puppy-dog nya. Aku hampir saja menyerah melawan ta
Setelah dipikir-pikir hari pernikahannya datang begitu cepat, aku masih merasa baru kemarin aku memegang tiket pesawat dan selembar undangan dan mengobrak-abrik isi otakku untuk membuat alasan yang bagus kenapa aku tidak bisa datang. Fakta kalau aku dan Vanya tidak begitu dekat yang mana membuatku tidak memiliki andil apapun di pernikahan ini kecuali hanya hadir sebagai tamu. Jangan salah aku tidak keberatan dengan itu, pada akhirnya, ini adalah pernikahan orang terkaya di benua Eropa dan aku tidak harus melakukan apapun kecuali muncul dan bersenang-senang. Lagipula, aku sudah tidak sabar untuk segera menyelesaikan ini dan pergi secepatnya dan yang paling utama, melupakan ini semua."Kau baik-baik saja, Cass?" Sarah mengintip dari pintu kamarku, sudah siap dengan jumpsuit hitam yang diaksen dengan ikat pinggang emas. Sangat bukan dirinya, tapi itu bukan masalahku."Kenapa?" Aku bertanya, walaupun aku sudah tahu jawaban yang sebenarnya. Aku
Upacara pernikahan dan resepsinya diadakan di dalam mansion dan halaman belakang. Hari ini, mataharinya bersinar terang untuk Ełlona yang beku. Ini adalah pertanda untuk pernikahan Albert dan Vanya yang akan selalu dikenang. Ayah Albert dan istrinya (yang mungkin usianya lebih mendekati Albert daripada ayah) berperilaku baik, lebih seperti sunyi jika menurut pendapatku, mungkin karena mereka tiba tengah malam dan mungkin juga karena pernikahannya dibatalkan.Aku kebanyakan melamun saat Albert membuat pengumuman kecilnya lalu dia pergi meninggalkan mansion dan seluruh tamu yang hadir. Jika aku mengingat dengan benar percakapan kami di suite ku, aku bertanya apa yang dia inginkan dan dia tidak menjawab, kupikir dia tidak akan melakukan apa-apa sampai dia berkata, "He's gone."Saat dia mengatakan itu aku tahu dia mulai menyadarinya, hell, aku menyadarinya sejak dia mulai menangis. Albert langsung beranjak pergi setelah itu d
Cukup luar biasa sebenarnya melihat Albert Sr menepati janjinya dan tetap mengikuti kemauan ayahku untukberbicara. Hanya Tuhan yang tahu apa yang pria itu rencanakan. Melangkah keluar dari mansion seperti kereta yang rusak, aku memutuskan ingin mengambil beberapa foto sambil berjalan-jalan. Salju tidak turun sejak semalam dan matahari bersinar cerah, jadi kupikir, kenapa tidak?Setengah jalan dari hamparan rumput hijau, ponselku berdering dan aku takut untuk menjawabnya. Aku sedang mengabaikan telepon Sarah yang tidak ada hentinya sejak dia dan rombongan tamu pulang kemarin. Aku tahu aksiku mengabaikannya tidak akan bertahan selamanya.Jadi aku bersyukur saat aku melihat nama kakakku di layarku."Apa sih yang salah dengan teleponmu?" Kataku berkata dengan kesal ke teling
Baru setelah tengah malam Dean akhirnya terlelap tidur. Aku melepaskan diriku dari lengan dan kakinya, merangkak turun dari ranjangnya dan menemukan gaun tidur ku di karpet. Dia membuat erangan lembut saat protes dalam tidurnya, dia mencoba mencariku tapi hanya menemukan udara. Aku meraih bantal dan menyisipkannya di lengannya, dia dengan cepat memeluk itu ke dadanya."Apa yang kau lakukan padaku?" Aku berbisik, sebelum perlahan menjauh dari kasur untuk memastikan dia tidak bergerak lagi.Udara di kamarnya penuh dengan bau seks lambat dan sempurna yang kita miliki tapi bukan itu yang membuatku mual. Semua sendi dan ototku pegal dari aktivitas ranjang yang berlebihan tapi bukan itu sebab kenapa perutku terasa diganjal dengan pisau.Kenapa dia harus mengatakannya? Pikirku, ada percikan amarah yang menyala di dalamku.Aku menghidupkan lampu di pojok baca yang ada di depan layar datar yang digant
"Terima kasih, Dean," Kataku, melihat cara alisnya mengerut, seolah dia tahu aku akan mengucapkan sesuatu yang tidak dia sukai. Yang mana tepat sekali."Untuk apa?"Aku mengambil gaunku dan memakai seanggun yang ku bisa, duduk dengan kedua kakiku terbuka dengan kaku. "Untuk berkata jujur padaku. Aku membutuhkannya. Kau adalah pria yang baik, dan aku bersyukur karena itu.""Apa yang kau bicarakan?" Dia berkata menangkup daguku dengan tangannya dan membuat ku menatapnya. "Apa yang sedang kau bicarakan?""Aku selalu bermimpi untuk bersama dengan pria yang mapan, aku punya bucket list of life yang dibenci Sarah, sama seperti kau yang selalu bermimpi untuk bercinta dengan gadis yang kau idolakan dan kau jadikan standar pasangan karena suaraku bagus, kurasa.""Jangan mengejekku," Dia menggeram, mendekatkan wajah marahnya padaku. Dia mengubah raut wajahnya menjadi lapisan topeng den
Aku bangun sekitar pukul enam pagi, untuk sejenak aku bingung dengan keberadaanku, sampai aku melihat matahari mengintip dari langit lewat jendela kaca yang ada di depanku dan mengingat kalau ayahku benar-benar menyeretku ke rumahnya agar kita semua bisa duduk dan mengadakan 'makan malam keluarga'. Aku mengerang pada bantal yang sangat nyaman yang penuh air liurku sebelum aku mengambil ponselku, berharap ada sesuatu yang muncul agar aku bisa menghindari omelan ayahku, tapi masih seperti kemarin, tidak ada. Kosong. Nada. Aku mulai berpikir kalau karirku di Hollywood berakhir di sini. Aku memutar mataku sebelum aku menaruh ponselku, memutuskan kalau ini waktu terbaik untuk olahraga sebentar sebelum mandi dan sarapan dengan setan. Aku dengan cepat berganti pakaian dengan sepasang baju olahraga dan sepatu lari lamaku sebelum berjalan ke treadmill yang ada di sudut kamar lamaku. Aku membangun istana kecil ku sendiri
Hari berlalu dengan cepat sejak kejadian kecil di teras rumah yang melibatkan ibu kandungku yang overdosis yang mengundang banyak perhatian lalu aku yang pingsan setelahnya, oke, mungkin kecil bukan kata yang tepat tapi sekarang ini aku tidak mau banyak berpikir. Untungnya Charlotte adalah wanita berhati malaikat, dia membantu Jessica hingga ke rumah sakit dan Kevin merawatku selama aku tidak sadarkan diri, lalu ayahku dengan cepat menyelesaikan sisanya begitu dia sampai di rumah dan berbicara dengan Jessica sendirian. Hari berikutnya berlalu dengan sunyi dan damai tanpa komplikasi yang pelik atau bahkan gangguan kecil. Aku jelas-jelas tidak bisa lebih bersyukur daripada ini dan aku berharap situasinya akan tetap seperti ini. Kelihatannya ayahku sudah mengurungkan niatnya untuk menceramahi seluruh keluarga dengan kepiawaiannya menjadi drama queen, jadi aku bisa tenang di dalam kamarku.Berbicara tentang kamarku, aku jarang keluar dari sana setelah