Di bawah alam sadarnya, Jasmine bertemu Edward yang sedang duduk di kursi tua. Ayahnya sedang membaca buku, menggunakan kacamata tua. Jasmine melihat sekeliling ini bukan di dalam rumahnya. Terlihat ruangan yang asing dindingnya berlumut, penuh tumpukan batu bata hitam. Di samping Edward ada tempat perapian yang padam. Pria paruh baya berambut silver itu, melirik dan melambaikan tangan ke Jasmine untuk mengajak duduk di sisinya. Cahaya matahari yang sejuk menyoroti tubuh pria itu, begitu indah dilihatnya. Jasmine terdiam, memastikan apa itu benar Edward atau bukan? Dia takut tertipu lagi seperti dulu. Sosok itu tersenyum dengan lembut. Perempuan itu memberanikan diri untuk menghampiri. Dia duduk di sampingnya. Sang Ayah menggenggam tangan Jasmine kuat-kuat.
“Nak, kamu harus lebih kuat lagi. Maaf, atas semua hal yang terjadi menimpamu. Lindungi semua! Tidak hanya keluargamu tapi, seluruh muka bumi ini. Ingat! Semakin kamu ingin melindungi seseorang yang paling disayangi, semLeo yang sedang bersiap-siap, mengalami sebuah dilema yang begitu dalam. Entah mengapa teringat ayahnya yang begitu sudah lama tidak termimpikan. Malam tadi, Edward datang ke mimpi Leo dan berbicara."Leo, tugasmu akan semakin berat. Kamu harus kuat dan pada saat yang tepat. Jasmine akan menerima semua takdirnya. Kamu harus terus ada di sisinya. Jangan korbankan orang lain, hanya untuk melindungi Jasmine."Edward memberikan sebuah belati terbuat dari besi berwarna putih dengan ukiran ombak lautan bergaris biru. Leo tidak mengerti senjata ini untuk apa? Dia terkejut dari lamunan mendengar suara Aroon yang memberitahu untuk cepat ke lantai bawah. Leo pun berlari keluar kamar, melirik kamar Jasmine. Dia ingin menengok tapi sayang tidak bisa. Serenity melarangnya untuk masuk karena sedang dimandikan. Walau begitu dia tetap semangat untuk menjelajahi sebuah kota terpencil itu.”Hmm ... ternyata lokasinya lumayan jauh. Sekitar empat jam perjalanan, di tengah-te
”Tidak! Hoshh ... uhuuk. Uueekk!” teriak Leo bersamaan memuntahkan darah segar begitu banyak dari mulutnya.”Astaga! Keluarkan semuanya!” perintah Arthur berdiri dan menuntun Leo ke dalam mobil.”Apa yang terjadi?” tanya Leo masih meraung kesakitan.”Tadi, Kak Leo terhempas keluar dari mobil! Karena ayah ingin menghindari kecelakaan. Ada wanita yang diam mematung di tengah jalan kita,” jelas Arthur dan memberikannnya minum.”Hah! Terus wanita itu? Siapa? Di mana sekarang?””Sudah menghilang entah ke mana! Sepertinya itu bukan wanita biasa, itu pasti makhluk astral. Ketika kamu terpental dan pingsan di jalan." Aroon menghampiri."Wanita itu memasuki tubuhmu. Mungkin 15 menit tidak sadarkan diri. Muka, kaki, juga tanganmu sudah putih pucat hampir membiru. Aku berpikir ini akan berakhir begitu saja!” lirih Aroon menarik tangan kekar itu dan memeluk erat Leo.”Benar! Aku kira ... kakak akan ...!” Arthur menahan kata yang tid
”Betul sekali, strategi apa yang akan kita gunakan, Ayah Aroon?” tanya Leo berkonsentrasi. Cahaya aura merah keluar bersamaan dengan perisai, pedang, dan kapak.”Hmm ... sebaiknya. Aku menyerang jarak jauh dan Leo menyerang secara dekat. Sifat binatang buas akan beringas, ketika merasa lapar betul? Kita biarkan mereka menyerang terlebih dahulu agar kita mengetahui kelemahannya di mana! Dengan kesimpulan ini harus ada umpan!” usul Aroon sambil melirik anaknya.”Eh? Ko aku jadi umpannya? Ayah serius?” sentak Arthur membelalakkan mata tidak menyangka Ayahnya sendiri yang memiliki ide gila itu.”Aku setuju, karena serigala yang lapar akan mudah terpancing oleh darah segar! Begitukan maksudnya?” rayu Leo sambil tertawa dan memalingkan mukanya.”Kak, jangan terpancing sama ayahku dong? Tapi ada benarnya juga, kalau aku diserang bagaimana?” tanya Arthur sambil berpikir.”Itu benar sekali Leo. Tenang, ayah ada di belakangmu. Dengan senjata ini pa
”Dasar, gila!! Kamu sama saja dengan ayahku haha ...! Tapi aku menyukai itu,” tawa Arthur sambil tersenyum jahat.Arthur berkonsentrasi menarik napas, tangan kanannya menyentuh tanah membaca mantra Portalzeit Und Geschwindigl keluarlah cahaya aura biru terang membentuk portal kecepatan dan menghentikan waktu hanya beberapa detik untuk menuju Aroon dengan cepat.”Ayo! Lawan sakitnya Leo!” teriak Leo menyemangati diri sendiri dan berlari menuju portal itu. Kaki serigala itu ingin mencabik-cabik menggunakan cakar tajamnya ke arah Aroon. Namun, serigala itu melambat seperti Slow motion dan warna sekitar menjadi hitam dan putih. Secepat kilat muncul portal dan Leo keluar dari samping Aroon. Beruntung tepat waktu Leo menahannya dengan perisai tangan.”Aku hanya bisa menggunakannya sekali saja, Kak!” teriak Arthur ke Leo.”Leo, jangan hancurkan kesenanganku!” sentak Aroon begitu murka dan menarik tangan Leo.“Sadarlah! Kalau begini ter
Leo menelan ludah, tangan yang gemetaran. Ada rasa takut yang aneh di sini, belati itu mulai bercahaya saat mendekati batu. Dia dengan perlahan menancapkan langsung, angin bertiup kencang semua dedaunan kering berterbangan. Belati itu mulai bercahaya lebih terang hingga menyilaukan mata. Ada gelombang kekuatan dasyat hingga membuat Leo terpental ke tanah. Penglihatan Leo mulai kabur, dia melihat ada dua orang dari kejauhan. Dua orang itu mulai mendekatinya, hanya bayangan hitam tidak terlihat jelas rupa wajah. Dia merasakan rasa kantuk yang luar biasa sehinga menutup mata. Benar, belati itu kuncinya dan membuat pelindung itu menghilang. Memperlihatkan rumah megah yang asli. Cenayang itu, Eleanor Bertilda hanya bertepuk tangan dan tersenyum senang menyaksikan petarungan berdarah itu.”Hmm ... pertempuran yang dasyat,” puji Eleanor melihat sekeliling hutan yang sudah terhiasi banyak darah.”Sayang! Kamu keterlaluan sekali. Sampai membuat mereka seperti ini,” seru Bar
”Haha ...! Kamu sangat arogan sekali! Aku tidak membutuhkan nyawamu!” ejek wanita misterius itu bergema di setiap penjuru hutan.”Lalu apa, hah? Ambil saja nyawaku ambil ... apa kamu yang membawa Ayah Aroon dan Arthur? Keluarlah pecundang!” Leo berteriak marah yang mengebu-gebu.”Oh, selain arogan ternyata pintar juga. Benar, dua nyawa itu. Sedang aku tahan, apa kamu mau menyelamatkan mereka?” tanya wanita dengan lantangnya. Lalu kabut itu, menghilang tetapi dihadapan Leo datang dua ekor hewan yaitu satu serigala hitam dan serigala putih. Mereka menatap tajam Leo, membuat suasana menjadi membingungkannya. Leo ingin menyentuhnya tapi dia urungkan niat karena sangat kesal.”Hewan lagi? Sebenarnya, kamu siapa? Maumu apa?” tanya Leo yang terus emosi yang sudah merasukinya menjadi tidak bisa berpikir jernih.”Hahaa ... amarahmu yang akan membunuhmu. Baik diri sendiri atau untuk orang yang kamu sayangi!” sindir wanita itu yang menusuk Leo.
Barlder mulai berdiri menghela napas panjang. Dia memulai cerita yang memperjelas semua keadaan ini. Panjang lebar sudah dijelaskan, perlahan Arthur sadarkan diri. Arthur sangat terkejut mengapa ada banyak orang asing. Sebelum menanyakan hal lain, Arthur menyadari sedang dalam perbincangan serius hanya mendengarkan baik-baik. Semua berawal dari ramalan yang selalu dilihat Edward di dalam mimpinya."Alam bumi Ini akan binasa oleh datangnya kebangkitan. Dari ayah para Dewa Neraka yaitu Kronos. Saat bulan purnama yang pertama dalam satu tahun. Itulah waktunya, hanya seorang manusia setengah Dewa yang bisa membunuh Kronos. Dengan satu cara ini bisa mencegah hancurnya bumi!"Seringnya mimpi itu terulang membuat Edward O’neil mencari petunjuk sampai akhir wafatnya. Sekarang diteruskan oleh anak pertama. Dalam pencarian itu, Edward menyadari satu hal. Orang yang akan menyelamatkan bumi. Adalah darah keturunannya sendiri dari anak kedua yaitu Jasmine O’neil. Pencerahan itu didapat sebelum lahi
Julie sedang makan di lantai bawah, Serenity kembali ke kamar untuk memberikan makan lagi ke Jasmine. Serenity dengan telaten memasukan makanan yang sudah dihancurkan. Bubur itu dimasukan ke dalam suntikan dan didorong menuju selang di mulut. Seorang Ibu sangat resah melihat keadaan itu. Kapan mereka akan sadar? Apa mereka baik-baik saja? Semua pemikiran bercampur-campur di otak. Dia menghela napas, mengalihkan pemikiran negatif dan melihat jendela di arah kanan. Wanita berambut blonde itu, perlahan menoleh ke arah Angellia. Serenity terkejut luar biasa, Angellia berdiri di atas kasur. Perempuan berambut merah itu, terdiam sesaat dan melepaskan selang infus. Darah menetes deras dari tangan sang anak. Dia menarik selang pada mulutnya. Angellia memuntahkan cairan asam dan makanan tadi. Serenity mendengar suara sendi leher yang kaku. Angellia menoleh pelan ke arah sang ibu. Tubuh Serenity gemetar hebat, terdiam tidak bisa berteriak sedikit pun hanya berkeringat dingin.