Malam itu usai mengantar sang istri menebus resep di apotek lain, Keenan langsung menuju ke ruang kerjanya saat dilihatnya Irene sudah bersiap untuk tidur. Diam-diam ada sesuatu yang sangat ingin dilakukannya tanpa sepengetahuan sang istri.
Di depan komputer, Keenan sejenak termenung. Dia sudah membuka akun sosmed-nya dari beberapa menit yang lalu, tapi dia masih saja ragu untuk mengetikkan sebuah nama di bagian kolom pencarian. Beberapa kali jari-jari tangannya hanya berputar-putar saja di atas keyboard tanpa tahu harus memencet tombol yang mana. Keenan sungguh galau.
[ Kemala Andara ]
Akhirnya lelaki itu pun menuliskan juga nama mantan istrinya di layar meski gemetar. Tak lama, muncullah sebuah akun dengan foto profil seorang wanita sedang bersama dengan seorang gadis kecil yang berdandan ala princess. Mata Keenan langsung membulat takjub.
“Secantik inikah mantan istri dan putri yang dulu kutinggalkan?” gumam Keenan sambil mengerjapkan mata tak percaya.
Kembali, ia men-scroll akun itu untuk melihat semua postingan di sana. Beruntungnya, akun Kemala di-setting publik. Jadi, dengan leluasa Keenan bisa mencari tahu apa saja kegiatan Kemala selama 5 tahun belakangan saat hubungan mereka terputus.
Dari beberapa postingan Kemala, Keenan sepertinya bisa melihat jika mantan istrinya itu nampaknya hidup dengan banyak kegiatan sekarang. Di akun sosmed-nya itu, Kemala terlihat sangat sibuk dengan berbagai aktivitas. Entah itu bersama sang putri, kegiatan sosial, dan banyak lagi kegiatan lainnya.
Ada pula beberapa foto di postingan yang lain yang menampilkan Kemala sedang berpose dengan beberapa orang berseragam di depan sebuah bangunan ruko bertuliskan apotek. Nampak, Kemala berada di tengah orang-orang berseragam itu. Entah kenapa wanita itu jadi nampak anggun sekali di mata Keenan sekarang.
Keenan semakin penasaran hingga tak bisa berhenti men-scroll postingan demi postingan mantan istrinya di akun itu. Satu hal yang membuat matanya mendadak berkabut adalah saat wajah putrinya nampak di layar. Cantik sekali bidadari kecilnya saat ini. Keenan bahkan tidak tahu sudah kelas berapa Bia sekarang.
"Aku memang sungguh ayah yang sangat keterlaluan," umpatnya dalam hati.
Di postingan yang lebih lama, barulah Keenan menemukan jawaban atas kekesalan Irene pagi harinya. Beberapa foto yang menggambarkan acara peresmian apotek bernama “Kemala Farma”. Ada Kemala, Bia, beberapa karyawan berseragam dan juga seorang lelaki yang berdiri di samping Kemala.
“Siapa dia?” tanya Keenan dalam hati.
Postur tubuhnya tinggi tegap dengan celana blue jeans dan kemeja warna abu, nampak serasi sekali dengan Kemala dan Bia yang saat itu juga mengenakan dress warna silver. Keenan makin penasaran.
“Apakah lelaki itu suami baru Kemala? Kalau benar, siapa dia? Orang kaya kah hingga bisa membuat Kemala jadi sesukses ini sekarang?”
Rasa penasaran Keenan tiba-tiba berubah menjadi kesal, atau mungkin lebih tepatnya, cemburu. Hatinya kini begitu sakit melihat pemandangan di layar depannya itu. Sepertinya, Kemala memang sudah bahagia sekarang. Wanita yang pernah dicampakkannya itu kini terlihat jauh lebih bahagia dari saat bersamanya dulu. Kemala banyak tersenyum lepas di foto-foto dalam akun sosmed-nya, begitu pun dengan Bia.
"Aku harus mencari tahu lebih banyak tentang Kemala. Aku masih belum yakin bahwa lelaki itu adalah suami Kemala karena di postingan yang lain, tak ada lagi foto-foto dia." Hati keenan semakin bergejolak
Dia pun makin penasaran dibuatnya. Segala hal tentang Kemala kini jadi jauh lebih menarik dibanding menemani istrinya tidur di kamar mereka yang hangat di tengah dinginnya udara malam itu.
Keenan terdiam, berpikir sejenak. Dia harus selalu terhubung dengan akun Kemala jika ingin terus mengetahui perkembangan kehidupan mantan istrinya itu. Tapi bagaimana? Dia tidak mungkin menggunakan akun sosmed lamanya untuk meng-add pertemanan dengan Kemala. Itu pasti akan merendahkan harga dirinya. Lagipula, Kemala pasti tak akan mau menerima permintaan pertemanannya.
Setelah berpikir beberapa saat, Keenan pun menjentikkan jari saat berhasil menemukan ide brilian untuk membuat akun sosmed baru. Setelah akun baru itu jadi, dia pun segera meng-add akun mantan istrinya itu. Tak lupa, dia pun mencari kontak HP mantan istrinya di sosial media.
Namun ternyata tak berhasil dia temukan, Keenan pun akhirnya hanya mencatat nomor kontak apotek yang tertera di postingan promosi. Rencananya, Keenan akan menanyakan kontak Kemala nanti lewat pegawai apotek saja. Keenan berencana ingin mencari tahu dulu bagaimana kehidupan Kemala sekarang. Sudah benar-benar bahagiakah dia? Apakah dia sudah bersuami sekarang? Dan bagaimana kabar anaknya.
"Mas, lagi ngapain sih? Ditungguin dari tadi juga. Dingin tau?!"
Deg!
Keenan yang kaget melihat tiba-tiba istrinya masuk ke ruang kerjanya, refleks mematikan komputer di depannya. Sementara Irene berjalan semakin mendekat, wajah Keenan memucat kala layar komputer itu tak jua menghilangkan gambar akun sosmed Kemala di layarnya.
Jantung Keenan semakin berdebar. Matilah dia kalau sampai Irene tahu dia sedang melihat akun mantan istrinya. Irene sudah pasti akan marah besar. Mendadak, keringat pun bercucuran di tubuh Keenan. Padahal udara malam begitu dingin. Satu, dua, tiga ... langkah kaki Irene semakin mendekat, lalu berhenti tepat di samping kursi suaminya.
"Kok keringetan gini sih, Mas? Kamu sakit?"
Irene mengelap butir-butir halus di dahi dan kening sang suami. Keningnya berkerut menatap Keenan. Sementara itu Keenan terlihat sangat gelisah. Layar komputer di depannya sekarang emalah tertutup oleh tubuh istrinya yang merapat di depannya.
"Eng-enggak Ren, nggak apa-apa kok."
"Nggak apa-apa gimana? Ini kamu keringet dingin loh, Mas. Kamu tadi sudah makan belum sih? Pasti belum kan? Makanya kalau dibilangin sama istri yang nurut dong, Mas. Kalau sakit gini, ntar siapa yang repot? Aku kan?"
Bukannya senang diperhatikan istrinya, Keenan malah semakin gelisah. Irene yang merasa aneh dengan sikap sang suami, semakin mengerutkan dahi. Hingga akhirnya dia pun mencurigai ada sesuatu yang sedang diperhatikan Keenan di layar komputer yang ada di belakangnya.
Keenan semakin berdebar. Sekali saja Irene melihat kesalahannya, tiap hari kesalahan itu pasti akan diungkitnya sampai kapanpun. Lalu berbaliklah tubuh Irene ke arah belakang tepat sesaat sebelum layar laptop Keenan mati dengan sempurna.
Wajah wanita itu berubah tegang. Perhatian yang sempat ditunjukkan pada suaminya beberapa detik yang lalu seakan lenyap tak berbekas. Wajah Irene mulai merah padam, menatap suaminya dengan amarah yang siap meledak. Dia benar-benar tak menyangka kalau ternyata apa yang diceritakannya pada Keenan sore harinya akan membuat lelaki itu justru penasaran dengan sang mantan istri!
Melihat muka Irene yang berubah seram, Keenan pun memejamkan mata. Bagaimanapun juga dia harus menyiapkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan Irene saat ini juga.
“Tu–tunggu! Mas bisa jelasin, Irene. Mas sengaja cari informasi tentang Kemala supaya dia gak berani macam-macam sama kamu, Sayang.”
Mendengar jawaban itu, Irene tak begitu saja percaya. Ditatapnya sang suami dalam. "Jujur sama aku, Mas. Kamu ngapain stalking-in f******k mantan istrimu?!" Nyali Keenan menciut melihat wajah murka sang istri yang tengah berdiri di depannya."Eng-gak kok, siapa yang stalking-in Mala sih?" Ingin membela diri, Keenan pun berucap dengan nada yang tinggi. Mungkin dia berharap Irene akan melembutkan sikap melihatnya juga nampak marah karena tersinggung."Mataku belum buta, Mas. Aku lihat dengan jelas tadi. Kamu mau mengelak apa lagi, heh?"Keenan nampak mengucek rambutnya frustasi. Raut wajahnya terlihat penuh sesal. "Mau ngeles apa kamu, Mas?!" Irene makin garang menuduh. "Aku cuma rindu Bia, Sayang. Makanya, aku cari dia di akun Mala," ucapnya dengan nada sudah lebih rendah dan wajah yang memelas. Keenan berharap istrinya akan percaya omongannya kali ini."Alaaa bohong! Anak kamu jadikan alasan saja kan, Mas? Kamu aslinya ingin tahu kabar ibunya, kan?" ketus Irene. Hatinya mencelos. T
Di sisi lain, Abimanyu Haninditya kini melangkah ringan ke dalam rumah usai memarkirkan mobil dengan sempurna di garasi. "Assalamualaikum …""Wa'alaikumsalam. Baru pulang kamu, Bi?" Seorang wanita paruh baya dengan kacamata baca sedang sibuk dengan buku tebalnya di sebuah kursi santai di ruang tengah. Ibundanya memang akan selalu menunggu, selarut apapun anak lelakinya itu pulang. "Iya, Ma. Belum tidur?" Perbincangan yang sama berulang-ulang, tapi sepertinya tak pernah bosan diucapkan oleh sepasang ibu dan anak itu. Kejadian selanjutnya pun sudah bisa ditebak, yaitu adegan cium tangan Abimanyu pada sang ibu. "Sabtu bukannya kamu nggak ke kantor? Memangnya pergi kemana sih, Bi?" tanya wanita itu lagi setelah membiarkan putranya duduk di sebelahnya untuk melepas sepatu. "Biasa Ma, ngurusin apotek," jawab si anak bungsu. "Kamu tuh kalau lagi libur, nggak usah kebanyakan ke luar kenapa sih? Nggak kasihan mama kesepian di rumah?" keluh wanita itu, yang memang sudah menjadi makanan se
Malam itu, Kemala sedang berada di kamar putrinya untuk membacakan dongeng seperti biasa. "Gimana kalau sekarang gantian Bia yang bacain cerita buat mama? Mama ngantuk nih, pengen tidur sambil didongengin," kata wanita itu manja, usai menyelesaikan sebuah kisah lumayan panjang untuk Abiya. "Enggak ah. Mama aja yang bacain cerita. Bia kan nggak bisa," ucap gadis kecil itu dengan muka cemberut. "Loh kok gitu? Masa' dari Bia kecil, mama terus yang bacain cerita. Sekali-kali dong ganti Bia yang dongengin mama," kata wanita yang tengah mengenakan setelan piyama panjang berbahan satin itu. Dia makin melebarkan senyum melihat anak semata wayangnya makin cemberut. “Telpon papa Abi aja yuk, Ma?” kata Abiya tiba-tiba dengan raut muka sudah kembali ceria. Padahal sebenarnya gadis kecil itu hanya ingin mengalihkan perhatian ibunya saja padanya. Kemala melirik sebentar arloji di tangannya, lalu berkata. “Ini sudah malam, Sayang. Nanti gangguin papa Abi.”“Cuma sebentar aja kok. Bia mau tanya
“Ke rumah sama Bia?” Abimanyu kaget bukan kepalang. Tapi demi tak membuat Kemala tersinggung, dia berusaha menanggapi hal itu dengan santai. “Iya, Mas. Kenapa? Mas masih belum siap aku ketemu sama mamamu?” Kemala sambil menahan nafas saat menanyakan itu. Sebenarnya bukan hanya Abimanyu saja yang mungkin belum siap mempertemukan kembali dirinya dengan keluarganya, dia pun sama. Tapi demi melihat keseriusan Abimanyu dan mengetahui kepastian hubungan mereka ke depan, Kemala dengan terpaksa mengajukan permintaan itu. “Jika tidak dimulai dari sekarang mendekati calon ibu mertuanya, kapan lagi?” pikirnya. Sedangkan hubungannya dengan lelaki itu pun sudah sangat jauh. Fitnah kemungkinan besar akan segera terjadi jika hubungan keduanya tak segera diresmikan. Dia tak bisa menunggu dalam ketidakpastian lebih lama lagi. Apalagi, Bia makin tumbuh dewasa. “Bukan gitu. A-ku sih nggak masalah kamu sama Bia mau ke sini. Aku justru senang kamu bilang kayak gitu, Sayang. Tapi kan kamu tahu mama itu
Pagi itu suasana hening di meja makan rumah Bu Rosmala. Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu di piring, nyaris tanpa celotehan wanita itu seperti biasa. Di seberangnya, putranya sesekali menatap sang ibu dengan bimbang. Ingin mengajaknya bicara, tapi masih takut jika ibundanya itu belum berkenan mengobrol dengannya. “Pak Abi mau nambah nasi gorengnya?” Suara Lastri dari samping tempatnya duduk, membuyarkan lamunan Abimanyu. “Eh, enggak. Makasih,” jawabnya singkat. “Mama barangkali mau nambah?” tanyanya kemudian pada wanita yang masih khusyu’ dengan piring di depannya. Bu Rosmala rupanya juga sedang larut dalam pikirannya sendiri hingga sedikit kaget saat anak lelakinya itu mengajaknya bicara. “Apa?” tanyanya, membuat Abimanyu sedikit lega karena ternyata ibundanya sudah mau berbicara padanya. “Mau nambah nasi goreng lagi, Ma?” ulang Abimanyu. Tapi Bu Rosmala malah memandang Lastri yang kini telah berdiri di sebelah sang nyonya rumah dengan siaga..“Oh, enggak Las, makasih. A
Dugaan Abi ternyata tidak salah. Kekeras-kepalaan ibunya berujung pada disodorkannya lagi perempuan lain untuk dijodohkannya padanya. Namun yang lebih membuat lelaki itu kaget adalah, kenapa harus Tabitha?“Tabitha?! Anaknya Tante Fenny yang baru lulus tahun ini?” tanyanya dengan bibir menahan tawa. “Iya, kenapa memangnya?” “Ya ampun, Mam. Come on, dia itu masih anak-anak.”“Justru itu, kamu tidak akan kesulitan untuk mendidik dia menjadi istri yang baik nantinya, Bi.” Bu Rosmala masih tetap ingin meyakinkan putranya. Abi justru makin terkekeh. Tabitha adalah anak dari salah seorang sahabat Bu Rosmala yang tinggal di luar kota. Abimanyu mengenalnya karena Bu Rosmala cukup sering menceritakan perihal sahabatnya yang paling dekat itu dalam perbincangan mereka selama ini. Dan lucunya, baru satu bulan yang lalu Abimanyu mengantarkan sang ibunda menghadiri perayaan syukuran kelulusan sarjana strata satu anak gadis itu. Apakah mamanya sudah kehilangan stock perempuan hingga harus menyodor
Keenan–mantan suami Kemala–yang sangat jengkel dengan kelakuan Irene hari sebelumnya, ternyata memilih untuk tidak pulang ke rumah. Sepulangnya dari kantor, dia rupanya langsung pergi ke rumah orangtuanya untuk menghindari pertengkaran dengan istrinya itu. Dia yakin, kejengkelannya pada Irene yang telah membuatnya mendapatkan surat peringatan dari kantor justru akan membuatnya tak bisa menahan diri untuk tak bertengkar dengan wanita itu jika mereka sampai bertemu. Sang ibu, rupanya bukan cuma satu dua kali ini saja mendapati anak lelaki satu-satunya itu pulang ke rumah tanpa membawa Irene. Dia pun sudah bisa menebak apa yang terjadi pada anaknya itu kala malam harinya melihat Keenan datang dengan taksi online ke rumahnya. Tapi demi tak membuat sang putra gundah, Bu Ratih memilih menunggu pagi untuk mengajaknya bicara. “Bertengkar lagi dengan istrimu?” tanyanya pagi itu, saat melihat Keenan dengan muka bangun tidur langsung menyusulnya ke meja makan. Dengan malas-malasan Keenan pun
Hari berikutnya seperti biasa, Abimanyu menuju kantor usai menghabiskan sarapan dengan sang ibunda. Dia sebenarnya sudah tak sabar ingin mengabarkan berita gembira soal ibunya yang akhirnya bersedia bertemu dengan Kemala. Tapi kemudian lelaki itu memilih untuk memberikan surprise pada wanita itu nanti di apotek. Saking bersemangatnya hari itu, Abi pun memilih memarkirkan mobilnya sendiri tanpa meminta bantuan satpam yang berjaga di lobby seperti biasanya. Lelaki itu turun dari roda empatnya setelah mengambil tas kerja di jok samping, lalu berjalan cepat menuju ke arah lobby. Sementara dari arah gerbang perkantoran, mobil Irene melaju dengan lumayan cepat memasuki area parkir. Saking kagetnya, Abi sampai harus menghindar saat kuda besi itu hampir saja menyenggol tubuhnya. Dalam hati lelaki itu mengumpat sambil mengamati siapa yang berada di dalam mobil itu. “Aduh mati!” Sementara itu di dalam mobilnya, Irene tiba-tiba menepuk dahi setelah baru sadar bahwa lelaki yang baru saja kelua