Raellyn sudah bersiap di ranjang, wanita itu menarik sweater yang dia kenakan sehingga memperlihatkan perutnya yang buncit di depan sang dokter. Arnav hanya memperhatikan bagaimana sang dokter bekerja, wanita itu memulainya dengan menyebarkan gel di sepanjang perut istrinya. Raellyn sedikit terkesiap merasakan gel tersebut karena terasa dingin di kulit perutnya. Pemeriksaan di mulai dengan gerakan-gerakan kecil, dan kemudian gumpalan mulai terlihat di layar. Calon orang tua hanya bisa tahu bahwa gumpalan yang terdapat di monitor tersebut adalah bagian kepala dan tubuh sementara bagian tangan dan kaki masih agak samar. Ketika alat tersebut menyentuh ke bawah ada sedikit pergerakan berupa tendangan yang membuat Raellyn mengernyit. Bukan sakit, hanya saja lebih ke arah geli.“Dia aktif sekali nyonya, apa kau kesulitan?”Mendengar dokter menyebut kata aktif, Raellyn bisa melihat bahwa suaminya terlihat sangat sumringah. Raellyn kini kembali memfokuskan perhatiannya pada sang dokter.“Terk
“Halo Pak Arsene istri Anda—”Arsene sudah seperti orang gila, mengendari motor ugal-ugalan di jalan raya tanpa perlu merasa memperhatikan sekitar. Isi pikirannya sedang tidak jernih, kepalanya benar-benar semraut tidak karuan sejak dia menerima telepon dari keluarga istrinya. Dia sedang syuting saat itu, dan karena hal itu terlalu mendadak dan mengejutkan Arsene bak manusia tidak professional yang langsung lari dari tanggung jawab.Dia berharap tidak ada hal yang besar terjadi kepada Sylvia. Ada setitik harapan bahwa istrinya hanyalah mengalami kelelahan biasa atau mungkin sedikit stress.Hubungannya dengan Sylvia memang tidak terlalu baik semenjak mereka pulang dari kediaman Arnav. Perbincangan soal Raellyn dan seberapa besar kecemburuannya pada sang kakak ipar membuat wanita itu barangkali memiliki jenis tekanan dan beban pikiran yang Arsene memang tidak terlalu hiraukan. Dia hanya berpikir bahwa mengalah adalah jalan yang terbaik, karena tidak ingin segalanya semakin lebih buruk s
Raellyn tersentak begitu pintu di buka, dia melirik dan mendapati suaminya ada disana. Menghela napas panjang.“Aku sudah menduga kalau kau akan menunggu disini. Padahal tadi sudah kusuruh untuk pulang bersama Jhon,” ujar pria itu.Raellyn hanya menggelengkan kepala. “Sepertinya dia sangat terpukul.” Raellyn tidak tahu harus berkomentar apalagi. Tapi yang pasti saat ini dia sungguh ikut bersimpati terhadap apa yang baru saja terjadi dengan pria itu. Dia tidak pernah melihat Arsene terpukul seperti itu, dia memang pernah melihatnya bersedih tapi tidak sampai seperti ini.Sisi hati nuraninya sedikit memberontak ketika pria itu di tampar oleh mertuanya sendiri di hadapan semua orang. Benar-benar sebuah rentetan kejadian yang begitu cepat dan menyisakan terlalu banyak emosi. Arnav juga terlihat sedikit terganggu dengan itu, ketenangannya tidak lagi terlihat lurus tegak seperti biasanya. Dia juga pasti ikut bersedih atas kemalangan yang harus di terima oleh adik laki-lakinya. Tapi karena p
“Apa maksudmu berkata begitu? Kau bilang anak yang ada di kandungan Raellyn adalah anakku?” Arsene merasa ini adalah tuduhan yang paling tidak masuk akal dari Sylvia. Terus terang saja dia pergi ke kediaman Arnav untuk membuat segalanya menjadi lebih terbuka. Dia hanya ingin mereka semua berpindah, dan memulai kehidupan baru tanpa harus berfokus pada masa lalu. Arsene tahu bahwa di masa lalu dia melakukan sebuah kesalahan tidak termaafkan karena berani menduakan istrinya. Hal yang membuat Arsene kembali pada Sylvia adalah tentu karena kehamilannya. Tapi sekarang bagaimana bisa istrinya menuduhnya bermain belakang bahkan sampai menghamili perempuan lain seperti itu?“Darimana kau dapatkan praduga itu?”Entah mengapa Arsene merasa bahwa hal ini tidak mungkin terjadi atas inisiatif istrinya. Sylvia bukan tipe orang yang akan meledak-ledak seperti ini. Dia sangat lemah lembut dan selalu menerima apapun. Dia perempuan yang cenderung penurut. Tapi melihatnya menatap garang seperti ini sepu
Semua tentu hanya bisa diam, tidak percaya dengan apa yang baru saja Arsene katakan. Kemudian pria itu tampak sudah bisa lagi menahan emosinya sehingga dia melemas dan duduk di kursi dengan posisi menutup wajahnya. Ada air mata yang tumpah ruah dan tidak berhasil Arsene sembunyikan dengan baik. Pria itu menangis tanpa suara.“Jangan mengatakan sesuatu yang sembrono Arsene,” timpal ibu mertuanya tegas, dia tahu bahwa situasi saat ini sangatlah tidak lucu bila ini hanya untuk sebuah lelucon.“Sylvia?” satu nama yang keluar dari mulut Chyntia membuat semua orang yang sedang bersitegang langsung menoleh kearah pintu. Wanita itu berdiri disana menyaksikan dan juga mendengar seluruh percakapan yang terjadi diantara tiga orang tersebut.Ibu mertuanya menjadi orang pertama yang menghampiri Sylvia.Arsene sendiri tidak bergerak dari tempatnya, tapi raut wajah penuh keterkejutan jelas terpatri apik di air mukanya. Istrinya menatap kosong kearahnya seraya berpegangan kepada dinding, membawa alat
Mendengar suara Mrs. Maddy dari balik pintu Raellyn tersedak saliva-nya sendiri dan terbatuk-batuk. Muka wanita itu langsung merah padam tak tertahankan ketika melihat ke arah pintu kamar yang sudah terbuka dan menampakan si kepala pelayan. Sementara Arnav susah payah untuk menggeram menahan hasratnya yang harus dia tenangkan. Kehadiran Mrs. Maddy benar-benar sangat tidak tepat.“A-ah ya Mrs. Maddy ada apa?” Raellyn menghampiri wanita itu untuk mengurangi kecanggungan meskipun tentu saja kesalah tingkahannya tidak benar-benar bisa dia sembunyikan.“Maaf bila saya mengganggu aktivitas pagi Anda. Tapi ada tamu.”Mati aku! Raellyn sempat merutuk sebelum akhirnya dia terhenti dan menatap Mrs. Maddy dengan tatapan tidak percaya.“Tamu? Pagi-pagi begini?” tanya Raellyn yang sekarang benar-benar murni telah melepaskan seluruh kecanggungannya beberapa saat lalu menjadi sebuah tanda tanya besar di kepala.Mrs. Maddy diam sejenak, wanita itu bergantian memandangi wajah Raellyn yang ada di hadap
Lita dan Raellyn kini asyik berceloteh ria di ruang tamu kediaman sang paman. Sepupunya itu langsung melonjak gembira begitu membuka pintu dan mendapati Raellyn ada disana dengan perut buncitnya. Padahal sedari tadi dia kata Sharon, Lita hanya menatap ponselnya tanpa memiliki niatan beranjak sedikit pun. Raellyn hanya terkikik mendengarkan celotehan adik sepupunya itu sambil sesekali Lita akan angkat bicara untuk menyanggah apa yang adiknya katakan. Reuni kecil setelah sekian lama memang membawa sedikit rasa nostalgia.Kini setelah ditinggal oleh Sharon, kedua wanita itu mulai bercerita banyak hal. Terutama topik mengenai kehamilan Raellyn yang sejak tadi selalu diungkit oleh Lita.“Kau sudah siapkan nama untuk calon anakmu belum?”Raellyn hanya menggeleng. “Aku belum punya nama untuk bayiku, tapi aku rasa Arnav sudah punya beberapa. Dia sangat antusias sejak dokter bilang bahwa calon bayi kami akan lahir sebagai bayi laki-laki.” Raellyn mengujar seraya mengusap perut besarnya dengan
Sayangnya sejak hari itu Arnav tidak pernah buka suara tentang apa yang terjadi. Arsene juga sudah tidak pernah terlihat lagi batang hidungnya. Raellyn memang penasaran dengan apa yang terjadi, tapi untuk sekarang dia merasa tidak perlu mengulik atau pun mencari tahu. Dia sudah mempercayai Arnav dan tidak lagi meragukan dirinya yang dulu. Kedua pria itu pasti punya alasan, dan Raellyn tidak akan mengusik hal tersebut.Waktu sudah berlalu, menginjak bulan ke sembilan dari kehamilannya. Raellyn makin hari makin di manjakan saja. Sesungguhnya Raellyn hanya bisa berdoa agar dia tidak meleleh setiap paginya karena pria itu selalu saja punya cara untuk memanjakannya dengan penuh cinta. Apalagi saat perutnya dibelai sambil dibisiki kata-kata mesra. Ah… sungguh, apakah Arnav memang seperti ini? rasanya dia benar-benar seperti tokoh pria fiksi idamannya jika begini terus.“Raellyn sayang, bangun.”“Tidak mau.” Raellyn masih merasa sangat berat, semalam mereka bermain cukup lama. Ini karena Arn