Zain mengawali paginya dengan senyum di wajahnya. Kehadiran Syifa membuat kehidupan Zain semakin lengkap. Ia melangkahkan kakinya dengan semangat untuk memulai pekerjaannya. Tiba-tiba Ratih menghentikan langkahnya.
"Ada apa ma?" Tanya Zain.
"Lihat berita hari ini. Apa maksud isi berita itu? Apa benar kamu menyatakan cinta kepada seorang tukang pijat tradisonal. Memalukan sekali."
"Memangnya kenapa kalau dia seorang tukang pijat? Aku memang mencintainya." Ucap Zain santai. Ia melihat berita di koran, majalah dan media internet. Ternyata banyak berita bermunculan tentang dirinya.
'Pewaris perusahaan Sanjaya Adhitama grup, Zain haruna Sanjaya menyatakan cinta kepada seorang tukang pijat tradisional'
'Tukang pijat tradisional merayu pewaris perusahaan Sanjaya Adhitama grup' disertai foto mereka saat dipantai.
"Siapa yang berani membuat berita seperti ini." Geram Zain. Zain keluar dari rumahnya dengan amarah. Dia tidak suka ada orang yang membuat Syifa merasa malu.
"Zain, ibu belum selesai bicara, Zain..." Teriak Ratih.
Zain tetap pergi mengendarai mobilnya. Ia menelpon Raka.
"Raka, hubungi media, hapus semua berita tentangku hari ini. Aku tidak suka urusan pribadiku dijadikan berita murahan."
"Baik, Tuan. Anda tidak perlu khawatir, Saya akan mengatasinya."
Di kantornya, Zain tidak bisa berkonsentasi. Ia membolak balikkan dokumennya tetapi fikirannya tertuju kepada Syifa. 'Haruskah aku meneleponnya, dia pasti sedang bekerja sekarang, mungkin nanti saja.' Gumamnya.
Disisi lain Syifa yang sedang bekerja merenungkan apa yang terjadi padanya pagi ini. Banyak karyawan yang membicarakannya. Mereka mengatakan Syifa mendekati Zain agar bisa mendapatkan hartanya. Ada juga yang mengatakan bahwa Syifa pasti sudah tidur dengan Zain, mana mungkin Zain mau dengan Syifa yang jauh dari levelnya. Mereka sudah termakan berita yang sudah beredar pagi ini. Syifa merasa sebal dengan perkataan mereka. Walaupun begitu, Ia hanya diam berpura-pura tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.
Eriana mengajak Syifa ke kantin kantor saat jam istirahat.
"Syifa, apa kau melihat merita hari ini. Berita tentangmu dan pewaris Sanjaya Adhitama grup. Kau beruntung bsekali bisa menjadi kekasihnya, abaikan saja berita negatifnya. Siapa nama pria itu?" Tanya Erliana."Zain. Aku tidak menyangka kalau hal itu bisa jadi berita. Dia bukan seorang artis, tetapi kenapa wartawan membuat berita tentangnya, huft. membuatku kesal saja." Jawab Syifa dengan menghela nafasnya. Derrttt.. Drettt. Ponsel Syifa berbunyi. Syifa mengangkatnya."Zain""Syifa, apa kamu sudah mendengar berita hari ini. Kamu tidak perlu khawatir dengan berita murahan itu. Aku sudah meminta anak buahku untuk mendatangi media yang memberitakan tentang kita. Mereka akan segera menghapusnya." Ucap Zain."Iya, aku tidak apa-apa. Kamu tidak perlu mencemaskanku. "Baiklah, kalau ada apa-apa. Hubungi aku.""Kamu tenang saja. tidak akan terjadi apa-apa padaku. Aku akan bekerja kembali."
"Aku akan menjemputmu.""Tidak perlu. Aku membawa mobil." Syifa mematikan ponselnya.Erliana menggoda Syifa. "Cie, cie, yang baru ditelpon pacarnya.""Kaya abg aja pacaran."
"hahaha"Mereka tertawa bersama.Dirt.. Dirt.. Ponsel Syifa berbunyi kembali. Azka menelpon."Syifa, bisakah kamu keruanganku sekarang?""Baik, Tuan, saya akan kesana." Syifa berdiri dari duduknya. Ia pergi meninggalkan Erliana."Er, Tuan Azka memanggilku. Aku pergi dulu." Ucap Syifa.Karyawan yang ada didekat mereka menggunjing Syifa. "Pasti Syifa bakalan dipecat, dia buat gara-gara saja." "Iya, Bos pasti sudah melihat berita itu. Perempuan murahan." jawab temannya. Syifa tidak menanggapi perkataan mereka. Ia muak dengan semua gosip tentangnya. Ia hanya tidak ingin membuat masalah ditempat kerjanya.'Tok Tok' Syifa mengetuk pintu ruangan Azka."Masuk" "Ada perlu apa Tuan memanggil saya." Tanya Syifa. "Tidak perlu seformal itu, panggil saja Azka.""Ini dikantor, saya tidak bisa memanggil anda dengan sebutan itu.""Aku hanya menghawatirkan keadaanmu, Syifa. Aku melihat berita yang sedang tranding pagi ini.""Terima kasih sudah menghawatirkanku. Aku baik-baik saja.""Apa ada lagi yang perlu dibicarakan. Saya harus kembali bekerja."
Syifa melangkahkan kakinya keluar, tetapi Azka menarik tangannya dan membalik tubuh Syifa sehingga berada dihadapannya."Syifa, kenapa kamu berubah. Apa karena Zain yang baru beberapa hari kamu mengenalnya, sehingga kau menghindariku. Aku sudah lama mengenalmu Syifa. Aku menyukaimu jauh sebelum Zain." Ucap Azka mengagetkan Syifa. Syifa melepaskan tangannya dari genggaman Azka."Maafkan aku Azka. Aku tidak menghindarimu. Hanya saja ini dikantor. Aku ingin kamu bersikap profesional. Aku tetap Syifa teman masa kecilmu. Soal perasaanmu padaku. Maaf, aku tidak bisa menerimanya. Kamu sudah tahu alasannya. Bisakah kita tetap berteman?" "Aku mengerti. Aku akan menjadi teman baikmu selamanya."Sebenarnya hati Azka sangat hancur tetapi ia menutupi dengan senyumannya.Zain menyelesaikan pekerjaan kantornya lebih awal. Ia segera pergi untuk menjemput Syifa. Sesampainya ditempat Syifa. Zain menemuinya. Ia berpapasan dengan Azka di lobi."Hai, bukankah kamu Zain? Lama tidak bertemu.""Hai, kamu Azka, Bagaimana kamu bisa ada disini?""Aku pemilik usaha ini. Ayahku sibuk diluar negeri dan aku menggantikannya. Nenekku di desa ditemani pamanku. Jadi, aku di Jakarta sekarang. Bisakah kita berteman?""Tentu saja. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi setelah sekian lama." Ucap Zain dengan tulus."Apa kamu akan menjemput Syifa?." Tanya Azka."Bagaimana kau tahu?" Zain menyelidik."Hanya menebak saja. Di internet berita tentangmu sedang menjadi topik utama." Ucap Azka dengan prihatin."Iya. Aku memang menjemputnya. Media memang suka berlebihan. Aku sudah membereskannya. Berita itu sudah tidak bisa dilihat lagi di internet beberapa menit yang lalu." Kata Zain."Benarkah? Kau sangat h
Syifa mengawali harinya dengan berolahraga di samping rumahnya. Ia memutar musik di smartphone miliknya. Menggerakkan tangannya ke samping kanan dan kiri, menggerakkan tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang menyehatkan badan sampai keringat keluar dari tubuh eksotisnya."Syifa, kamu belum bersiap untuk kerja?" Tanya Ratih."Iya bu, sebentar lagi." Jawab Syifa.Syifa menyelesaikan olahraga paginya dan bersiap untuk mandi. Wangi sabun dan shampoo yang lembut membuat Syifa merasa tenang. Ia menyelesaikan ritual mandinya lalu sarapan bersama ibunya."Sayang, kenapa sarapannya tidak dihabiskan?""Aku bisa terlambat, Bu. Aku berangkat dulu." Syifa mencium punggung tangan ibunya.Ditempat kerjanya, seperti biasa Syifa melayani pelanggannya dengan ramah. Hari ini banyak yang datang mengantri untuk dipijat."Nona, pijatanmu sangat nyaman. Aku merasa segar kembali setelah dipijat olehmu." Kata seorang wanita paruh baya."
"Kakak tidak akan pernah meninggalkanmu." Azka mengikatkan gelang berwarna pink dan biru laut di pergelangan tangan Syifa."Janji?" Syifa melingkarkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Azka."Janji." Tanpa sadar Azka sudah membuat janji yang sulit baginya. Saat Ia berusia dua puluh tahun. Ibunya memintanya untuk ke Jakarta karena ayahnya sedang sakit. Waktu itu Azka juga berjanji untuk mengantar Syifa makan malam pada acara kelulusan SMA nya bersama teman-temannya. Azka tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan kepada Syifa karena asisten ayahnya memaksa membawanya ke bandara. Pak Roni membawa dua bodyguard yang membawa paksa Azka menuju mobil. Azka yang sudah siap menjemput Syifa akhirnya ikut dengan asisten ayahnya. Karena ia memberontak dan pikirannya kacau, ia tidak sengaja menjatuhkan ponselnya di kolam ikan hias yang ada di depan rumahnya. Azka sangat menyesal tidak bisa menghubungi Syifa. Ia merasa bersalah padanya. Setelah hari itu, Azka tidak diperboleh
Zain mengantarkan Syifa pulang kekediamannya. Ia tidak ikut masuk kedalam rumah karena sudah terlalu larut. "Selamat malam, Honey. Mimpikan aku dalam tidurmu." "Your wish." "Honey!" "Ada apa?" Syifa yang akan membuka pintu rumah berbalik menatap wajah rupawan Zain. "Maafkan perkataan Mama, dia hanya belum mengenalmu. Kalau ia bisa lebih dekat denganmu. Aku yakin dia akan menyukaimu." "Kau tidak perlu menghawarirkanku. Mamamu hanya ingin yang terbaik untukmu, dan mungkin ia tidak melihat itu pada diriku." Nada suara Syifa melemah. Ia sangat sedih dengan ucapan Ratih yang masih tetekam diotaknya. "Kenapa kamu berbicara begitu, Honey. Kamu yang terbaik bagiku." Zain memeluk Syifa erat-erat. Ia tidak ingin membuat Syifa merasa rendah diri. Syifa tidak bisa menahan air matanya yang menetes tanpa ia minta. Zain menghapus air mata Syifa dengan jari-jarinya yang kokoh. "Pulanglah Zain. Aku sangat lelah hari ini dan
"Fa, Bagaimana menurutmu tas ini? Cantik tidak?" Erliana memperlihatkan tas yang ia beli kepada Syifa namun Syifa diam saja. Ia melamunkan apa yang baru saja terjadi."FA. Kamu kenapa sih? Ditanya malah diam saja.""Kamu tadi tanya apa Er?" Kata Syifa tersadar dari lamunannya." Tuh, kan kamu dari tadi melamun terus. Ada apa sih. Cerita dong sama aku?""Nggak ada apa-apa kok Er. Cuma masalah kecil." Jawab Syifa.Erliana terlihat tidak puas dengan jawaban Syifa. Ia merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan. Mungkin Syifa belum ingin bercerita apa masalahnya. Erliana hanya berharap Syifa memang baik-baik saja."Baiklah. Kita pulang sekarang.""Oke."Hari semakin senja. Tampak banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalanan ibu kota yang padat. Erliana mengantar Syifa kerumahnya. Ia melambaikan tangannya sebagai salam perpisahan mereka.Syifa baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Ia mengganti pakainnya dengan pakaian
Para karyawan terheran melihat keadaan Zain yang sedang berlari dengan kemeja basah tanpa dikancingkan. Ia tidak peduli dengan pandangan karyawan terhadapnya saat ini, yang ada dalam fikirannya hanyalah Syifa. Ditempat parkir yang luas, Zain meraih tangan halus Syifa dan mendekapnya. Syifa merasakan hentakan yang kuat dari tangan Zain saat ia membalikkan tubuhnya. Rasa hangat dari tubuh mereka yang bersentuhan membuat hati mereka berdesir. Nafas Zain yang memburu menyapu pipi kanan Syifa. "Honey. Apa yang kamu lihat tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku dan Kinan tidak ada hubungan apa-apa. Apa yang kamu lihat tadi adalah kecelakaan. Kumohon percayalah padaku." Syifa mendorong tubuh Zain dengan kuat tetapi kekuatannya tidak seberapa dibanding dengan kegagahan lelaki yang mendekap tubuhnya. "Kau pikir aku bodoh. Apakah itu yang selalu kau lakukan dibelakangku, Zain? Kupikir kamu sungguh mencintaiku tetapi ternyata selama ini aku salah
Azka mengantar Syifa sampai rumahnya. Ia menelungkupkan jasnya diatas tangannya yang menutupi rambut panjang Syifa. Melindunginya dari derasnya hujan. Saat ia menurunkan Jas hitamnya. Tatapan mata mereka bertemu, ada sesuatu yang aneh dalam hati Azka. Momen yang sangat ia rindukan sejak lama. Berada didekat Syifa dan menatap mata indahnya. Hangatnya kopi dengan aroma khas gula aren menemani malam mereka. Hanna meminta Azka untuk makan bersama. Indahnya rembulan dimalam hari seperti cahaya direlung hatinya. Azka selalu ingin berada disamping Syifa dan menjadi pelindungnya. Perbincangan mereka berlangsung hingga larut. Luka dihati Syifa sedikit terobati dengan kehadiran Azka yang menghiburnya. Menceritakan hal-hal konyol yang mereka lalui bersama saat masih dibangku sekolah. Azka pulang dengan diantar kedua wanita ibu dan anak yang melambaikan tangannya dengan senyum disudut bibirnya. Harum parfum bunga sakura memenuhi ruangan pijat VIP. Seorang pelanggan w
Seminggu telah berlalu, setiap hari Zain tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Didalam pikirannya hanya ada Syifa dan Syifa. Banyak pegawai yang mengeluhkan perilaku Zain akhir-akhir ini yang sering marah walaupun mereka tidak melakukan kesalahan. "Laporan macam apa ini. Saya sudah bilang bahwa kamu harus menelitinya dengan seksama terlebih dulu sebelum menyodorkannya padaku. Saya tidak mau ada kesalahan sedikitpun. Perbaiki laporannya dan harus selesai sebelum makan siang!" Titah Zain pada bawahannya. Ia melemparkan beberapa berkas ke sembarang arah. "Baik, Tuan Muda. Akan segera saya perbaiki. Saya permisi dulu." Sherly mengambil berkas yang sudah ia kerjakan dengan susah payah. Ia meninggalkan ruangan Raka sambil menggerutu. "Enak banget sih jadi Bos. Kerjaannya hanya marah-marah melulu." Ia menghela nafas panjangnya. "Eh Syerli, kamu dimarahi bos ya. Sama nih. Aku juga padahal aku tadi hanya terlamat lima detik ke kantor. Kayaknya B