Dimalam hari...“Vanya tolong berhenti!” pinta Vicky sambil menghindari Vanya yang terus mengejarnya.Vanya tidak menggubris permintaan Vicky, dia terus mengejar Vicky sambil tertawa.Pria itu panik berlari menuju kamar di lantai dua, dia langsung mengunci pintu begitu masuk ke dalam kamar.Vicky mundur perlahan, nafasnya tersengal-sengal menatap gagang pintu yang bergerak.“Sayang… buka pintunya,” seru Vanya manja.Sambil menyeka keringatnya. “Tidak…Ganti bajumu dulu, baru aku akan membiarkanmu masuk ke dalam kamar ini,” protes Vicky.“Memang ada masalah apa dengan baju ini,” Tanya Vanya dengan nada polos dari balik pintu.“Masalah apa? Sayang, bagaimana mungkin kamu menggunakan baju haram seperti itu di saat kita hanya berdua di rumah ini,” protes Vicky lagi.Terdengar suara tawa lepas Vanya dari balik pintu.“Aku percaya padamu, aku yakin kamu tidak akan berbuat yang macam-macam kepadaku,” balas Vanya manja.Vicky menepuk jidatnya sendiri.“Aku tahu kamu percaya padaku, tapi jujur
Beberapa saat kemudian mobil mereka sudah tiba di depan kediaman Hendro, dari jauh Vicky dan Vanya dapat melihat jika Hendro, Raka, Tono dan kedua orang tua Vanya sudah menunggu di pekarangan rumah.Sambil berpegangan tangan, Vanya dan Vicky menuju ke tempat Hendro dan yang lainnya menunggu.Namun sebelum mereka sampai, Raka langsung berlari menghampiri Vicky.Buk!Vanya sontak terkejut ketika Raka memeluk erat tubuh kekasihnya.Vicky tersenyum kepada Vanya, "Sayang, sepertinya aku akan menenangkan pria ini dulu,” ucap Vicky sambil melepas tangan Vanya.Vanya tersenyum dan mengangguk, dia lalu meninggalkan Raka dan Vicky menuju ke tempat orang tuanya menunggu.“Kamu benar-benar-” Raka tak bisa menyelesaikan ucapannya, air matanya mengalir deras sambil terus memeluk Vicky yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri.Lima tahun yang lalu, Raka juga menjadi orang yang sangat terpukul ketika mengetahui Vicky pergi meninggalkan Indonesia.Raka bahkan berniat untuk mengamuk di tempat Adit
Enrik masih terus bertingkah di halaman depan, dia terus-terusan memprovokasi Tono, Bima membawa Utari yang terlihat cemas menjauh dari Enrik yang semakin bertingkah, dia tidak ingin istrinya menjadi panik karena tingkah laku Enrik. Dua buah mobil berwarna hitam tiba di kediaman Hendro, mereka semua langsung menoleh ke arah mobil yang baru saja tiba, Enrik sedikit cemas ketika melihat beberapa pria dengan setelan jas turun dari mobil itu, namun ketika melihat pria-pria itu menyapa orang-orangnya dengan ramah, Enrik langsung tertawa dan kembali memprovokasi Tono, Hendro dan Bima. "Vanya kemarilah!" Teriak Enrik memanggil. Vanya diam tak bergerak, kedua tangannya mengepal erat. "Hei, Vanya apa kamu lupa dengan perjanjian kita?!" Teriak Enrik yang mulai kesal karena Vanya tidak menggubris panggilannya. Tono, Hendro dan kedua orang tua Vanya sontak terkejut mendengar ucapan Enrik, mereka tidak mengetahui jika Vanya memiliki semacam perjanjian dengan Enrik. "Vanya, jangan ke sana," uc
"Vicky, bagaimana jika kamu tinggal di sini bersamaku?" Tanya Vanya, mereka berdua baru saja tiba di apartemen milik Vanya. Vicky memandangi apartemen tipe studio milik Vanya, apartemen dengan konsep open plan di mana ruangan seperti ruang tengah, kamar tidur dan dapur menyatu dalam satu ruangan, tipe apartemen ini memang sangat cocok untuk Vanya yang tinggal seorang diri. Setelah mengamati kamar apartemen Vanya selama beberapa saat, Vicky lalu berpikir sejenak, setelah itu dia menoleh ke Vanya sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Tidak, kurasa itu bukan ide yang bagus," jawab Vicky. Alasannya menolak tawaran Vanya, karena Vicky tidak yakin jika dia masih bisa menjaga amanat ibunya, jika dia dan Vanya tinggal berdua di apartemen tipe studio seperti ini. "Apa yang kamu khawatirkan, aku tidak akan berbuat aneh-aneh seperti kemarin," ucap Vanya manja dengan wajah memelas. "Apa iya?" Tanya Vicky curiga. "Iya, aku tidak akan menggoda kamu lagi," jawab Vanya sambil tersenyu
“Apakah kamu mengetahui cara untuk menolong mereka?” Tanya Vicky dengan ekspresi wajah serius.Vincent tersenyum kepada Vicky, dengan tegas dia berkata “Tentu saja.”“Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?” Vicky menjadi penasaran dengan langkah yang akan di ambil adiknya.“Pertemukan mereka dengan keluarganya, tidak akan ada yang bisa mengalahkan kemurnian kasih sayang dan perhatian dari keluarga sendiri,” ucap Vincent.“Tim medis dan juga Tim psikolog sebaiknya memberi para korban waktu untuk berinteraksi dengan keluarganya terlebih dahulu, mereka cukup memantau keadaan korban dari jauh,” sambung Vincent menambahkan.Evan yang mendengar itu langsung menjalankan perintah Vincent, dia meminta bawahannya untuk mengantar keluarga korban ke aula, Barry yang diberitahu tentang instruksi itu juga langsung menjalankan perintah Vincent, dia meminta tim medis dan tim psikolog untuk memberikan para korban waktu bersama keluarganya.Beberapa saat kemudian, puluhan orang yang rata-rata seumu
"SAATNYA PENGHAKIMAN!" Teriak Vincent sembari berjalan menuju Enrik dan anak buahnya.Salah satu bawahan Vincent terlihat memasuki ruangan dengan membawa tas berwarna Hitam yang berisi puluhan pistol berjenis FN dan revolver, dia lalu meletakkan tas hitam itu di samping Vincent.Vincent membuka tas dan mengambil pistol FN dari dalam tas itu."Sebaiknya kamu melepaskan aku dan anak buahku, kamu tidak tahu dengan siapa kamu berurusan."Enrik yang sudah mulai sadar langsung mengancam Vincent, dia tidak terlihat takut walaupun Vincent dan anak buahnya memegang senjata. Dalam pikirannya Vincent tidak mungkin akan membunuh mereka semua dan berurusan dengan pihak kepolisian.Enrik terus memandangi Vincent, wajahnya masih terlihat arogan, dia menganggap Vincent hanyalah bocah kaya yang ingin bertingkah seperti pahlawan.Di pikirannya Enrik yakin jika Vincent akan langsung ketakutan jika dia menyebut orang-orang besar yang memiliki koneksi dengannya. Hal itu sudah Enrik buktikan saat menyekap
Beberapa jam kemudian kondisi para korban sudah semakin membaik, metode yang di gunakan oleh Vincent terbukti efektif. Vincent dengan sikap sadisnya menghukum para penjahat, sementara Vicky dengan kelembutannya menghibur para korban. Layar besar tak lagi menampilkan gambar, menurut informasi, Vincent sudah dalam perjalanan kembali menuju hotel tempat Vicky berada. Beberapa korban bahkan sudah mulai bercanda dengan Vicky. "Kak Vicky, apakah Kak Vincent sudah memiliki pacar?" Tanya seorang gadis kepadanya. "Sepengetahuanku Vincent belum memiliki wanita yang benar-benar bisa dikatakan sebagai pasangannya," jawab Vicky apa adanya. "Benarkah?” Wanita muda itu terlihat sangat bersemangat ketika mendengar ucapan Vicky. Namun ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah, sambil menunduk dia berkata, "Kami hanyalah wanita-wanita bekas pakai, mana mungkin pria tampan seperti Kak Vincent akan melirik kami," ucapnya dengan suara lirih. Para wanita muda yang lainnya yang menjadi korban ikut menunduk
"Sayang, aku pulang," ucap Vicky sambil membuka pintu apartemen milik Vanya."Sayang sini cepat!" balas Vanya yang sedang menonton televisi, matanya terus memandangi layar televisi dengan raut wajah yang sangat terkejut."Ada apa?" Tanya Vicky sambil berjalan menghampiri Vanya."Ini berita tentang Enrik, dia dan anak buahnya di temukan tewas di dalam sebuah pabrik tua di Jakarta." Vanya terus memandangi layar Televisi yang menampilkan berita tentang Enrik dan anak buahnya."Apa penyebabnya?" Vicky kembali bertanya kepada Vanya."Menurut apa yang di sampaikan reporter, Enrik dan anak buahnya terlibat perselisihan, kelompoknya terbagi menjadi dua bagian, dan akhirnya saling bunuh di gudang itu untuk menyelesaikan masalahnya, pihak berwajib juga menemukan dua jenis senjata yang berbeda dalam jumlah yang banyak," jawab Vanya menjelaskan.Vicky menganggukkan kepalanya, dia akhirnya menyadari mengapa Vincent mengeksekusi kelompok Enrik dengan dua jenis senjata yang berbeda, hal itu karena V