Saat Ini
Hilda menarik dasi yang melingkar di leher Danny agar pria itu lebih menunduk lagi.
“Seharusnya kubawakan saja bangku agar tidak menyakiti leher saat menatapmu,” gumam wanita itu yang ditujukan lebih pada diri sendiri.
Jelas sekali, perbedaan tinggi mereka membuat Hilda sering mendongakkan kepala. Ditambah lagi, frame tubuh pria itu cukup besar sehingga menjadikan Hilda tampak lebih kecil bila mereka berdekatan seperti ini.
Mendengar suara feminim dari wanita di hadapannya, Danny pun tersadar dari lamunan. Dia hanya tersenyum samar dan membiarkan wanita itu memakaikan dasi yang sebenarnya bisa Danny lakukan sendiri. Lagi pula, ini pengalaman pertama dimana seseorang memakaikannya dasi.
Memanfaatkan fokus gadis itu, dengan wajah datar tanpa ekspresi Danny meraba pinggul Hilda menggunakan gerakan tidak kentara, seolah yang baru saja dilakukannya bukan sesuatu disengaja. Tapi tampaknya, semua tidak semulus rencana, karena wanita i
Hilda mengambil selembar kertas yang baru saja Danny taruh di atas meja. Dahinya berkerut heran saat mendapati bahwa ada banyak coretan dan koreksi di setiap kata dari artikel yang dia buat.“Apa dia menyuruhku untuk merevisi ini semua?”Ada dua lembar kertas berisi artikel tentang hubungan Sean Reviano dan Viania Harper yang Hilda selesaikan malam tadi, dan dengan percaya diri dia memberikan artikel singkat tersebut pada Danny. Namun, Hilda tidak mengira pria itu sendiri yang mengoreksi.“Kapan dia melakukan ini? Seingatku, dia berada dalam kamar semalaman,” gumam gadis itu sembari membawa kertas tersebut bersamanya menuju ke perpustakaan yang kemarin.Baru saja Hilda hendak melintasi ruang tengah, saat tiba-tiba salah satu pelayan mendekat dengan gerakan ragu-ragu.“Ada apa?” tanya Hilda sedikit acuh sembari terus melangkah ke tempat tujuan.“Mmm … Miss,” panggil pelayan wanita itu den
“Bagaimana dia bisa tahu tentang … ukuran pembalut?” tanya Hilda kebingungan sembari menyusul Danny yang telah tiba di lantai bawah.Langkah gadis itu terhenti di tangga teratas, dan dia menatap dengan pandangan terpaku pada punggung pria itu yang menjauh.Mata Hilda memicing tajam, kali ini dia yakin kemesuman Danny sudah melewati batas.Bila tidak, bagaimana mungkin pria itu sampai tahu ukuran serta brand pembalut wanita. Bahkan, Gamal saja tidak pernah repot-repot mengingat barang-barang milik wanita secara detail.Xavier yang kebetulan berada di tangga terbawah mendongakkan kepala dan menatap Hilda dengan pandangan keheranan. Untuk sesaat keduanya pun bertabrak pandang, yang membuat perempuan itu memberanikan diri untuk turun ke lantai bawah.“Ada yang bisa dibantu, Miss Wallice?” tanya Xavier dengan keramahan yang sama sekali tidak membuatnya terkesan.Hilda pun mendekati pria itu, hanya ingin memastikan a
Hilda duduk di hadapan Danny dengan pandangan tidak sabar. Beberapa kali tangannya saling meremas ketika melihat dahi pria itu berkerut, bahkan rasanya dia ingin tahu apa yang sedang pria itu baca hingga membuat ekspresinya berubah-ubah; dari mengernyitkan dahi hingga tersenyum samar.Hati wanita itu bertanya-tanya, mungkinkah artikel buatannya tidak sebaik itu? Apakah pria itu puas akan hasilnya?Untuk memenuhi rasa pensaran, Krista pun berdehem dan menarik perhatian Danny dari kertas dalam genggaman.Mendapat perhatian pria itu sepenuhnya, akhirnya dia pun bertanya dengan rasa gugup yang kentara, membuat senyum samar Danny semakin mengulas di wajah.“Bagimana?” Jelas sekali wanita itu ingin diberi pujian.Kembali Danny melirik tulisan di atas kerta dalam genggaman. Dan lama dia berpikir, sebelum akhirnya berkata; “Tidak buruk.”Seketika Hilda terdiam. Dia berharap tidak sedang salah dengar, tapi ketika melihat pria
5 Hari Kemudian, Los AngelesHilda mengikuti salah satu artis muda yang sedang naik daun di sekitar Rodeo Drive, Distrik Baverly Hills. Dia menunggu dengan tenang di dalam mobil saat salah satu dari artis sekaligus model berparas cantik itu masuk ke dalam sebuah butik.Ketika kameranya siap untuk mengambil gambar, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi dan nama Gamal muncul di layar.Dengan dahi mengernyit, Hilda pun mengangkat panggilan tersebut. Sejujurnya dia sedang tidak ingin menerima panggilan itu, dikarenakan akhir-akhir ini Gamal menjadi sangat bossy yang suka menyuruh Hilda sesuka hati saat mengikuti artis tertentu.“Ada apa kau memanggil?” tanyanya, terdengar tidak suka dinterupsi di tengah-tengah pekerjaan. “Aku sedang sibuk mengikuti Christina Ravilia.”Terdengar suara gumaman keributan serta bunyi puluhan kamera dari seberang yang membuat Hilda segera bangun dari bangku mobil tempatnya bersandar. Bahkan, dia juga men
Setelah mengeringkan rambut dan memakai piyama, Hilda pun duduk di atas ranjang sembari menarik satu buah foto yang lama tersembunyi di dalam lemari. Tatapan gadis itu tampak sendu ketika melihat lekat pada sosok remaja laki-laki yang berdiri di sebelahnya bersama dengan belasan anak-anak lain.Jika dilihat baik-baik, seluruh anak-anak itu memiliki rentang usia yang berbeda. Mulai dari balita sampai remaja tanggung mendekati tujuh belasan. Dan mereka memiliki satu kesamaan; berada dalam penampungan sistem foster sebelum akhirnya berpisah di rumah keluarga yang telah ditentukan.Tangan Hilda mengelus permukaan kaca pembingkai yang menunjukkan sosok pria remaja. Setelah puas memperhatikan foto-foto tersebut, dia pun berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan menuju lemari untuk menyembunyikan bingkai foto penuh kenangan masa lalu yang sangat ingin dia lupakan.“Sekarang apa yang kau inginkan, Hilda?” gumam gadis itu sembari menutup pintu di hadapan.
Hilda turun ke lantai bawah dengan langkah terburu-buru. Untungnya Gamal tidak bertanya ke mana dia akan pergi, dikarenakan pria itu sangat sibuk menonton pertunjukan di televisi. Bahkan,Hilda ragu Gamal mendengar kepergiannya tadi.Dan saat dia tiba di parkiran, Xavier yang awalnya menyandar pada badan mobil akhirnya berdiri dan menunggu kedatangannya. Kepala pria itu menoleh ke balik bahu Hilda, seolah mencari-cari sosok lain yang mungkin mengikuti dari belakang.“Aku hanya sendirian,” kata gadis itu yang menarik perhatian Xavier kembali. “Dia sedang menonton pertandingan.”Pria itu tersenyum dan membukakan pintu mobil yang membuat Hilda terpaku.Jelas sekali, wanita itu tampak ragu-ragu untuk mengikuti instruksi tersirat barusan, sehingga Xavier mencoba menjelaskan.“Aku hanya tidak ingin seseorang mendengar pembicaraan ini,” katanya yang membuat Hilda pada akhirnya mengikuti.Dan setelah mereka duduk d
“Apa dia sudah gila?” sungut Hilda sembari berjalan menaiki tangga menuju lantai apartemennya.Dan baru saja dia membuka pintu, saat tiba-tiba matanya menangkap keberadaan Gamal yang tampak menunggu kedatangannya. Alis pria itu bertaut saat mendapati Hilda masuk ke dalam bersama amplop kuning di tangan.“Apa itu?” tanyanya dengan ekspresi penasaran.“Bukan apa-apa,” jawab Hilda sembari melewati pria itu.“Kupikir kau pergi ke toko di seberang jalan,” ucap Gamal yang hanya mendapat kedikan bahu. “Apa kau tidak mau kembali lagi ke luar dan membelikanku sesuatu?”Seketika langkah Hilda terhenti dan dia tergoda untuk memecahkan kepala pria itu dengan menggunakan vas di meja.Mendapati kemarahan gadis itu yang terarah padanya, Gamal pun menelan saliva sembari mengangkat dua tangan ke udara sembari berjalan mundur menuju pintu.“Aku paham, dan aku akan membelinya sendir
Hilda baru saja turun ke lantai bawah, saat tiba-tiba dia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu depan. Dengan langkah malas, dia pun membukakan pintu, hanya untuk mendapati Xavier berdiri di sana dengan sebuket bunga dalam genggaman.Kedua alis gadis itu bertaut bingung, karena seingatnya dia tidak sedang merayakan sesuatu.“Ulang tahunku tujuh bulan lagi,” ucap Hilda dengan tangan terlipat di depan dada, sedang matanya sesekali melirik ke arah kumpulan kembang di hadapan.Sebuah senyum terulas di wajah pria itu, dan dengan sangat kasual dia berkata; “Aku tahu, Miss Wallice. Tetapi, Mr. Johanson ingin memberikan ini untuk membuat pagimu menjadi lebih menyenangkan.”Bukannya menerima bunga-bunga itu, Hilda malah menyuruh Xavier untuk menaruhnya di sebuah meja yang terletak di sudut ruangan.“Apa kau tidak ingin menyentuhnya?” tanya pria itu dengan tatapan bingung.Namun, gadis itu hanya membe