Tubuhku seketika membeku ketika mataku menatap file video yang sudah diputar itu, Video tanpa suara itu sukses membuat ponsel ini kemudian terlepas dari genggaman tanganku. Membuat Mas Reyhan segera menoleh."Alina, ada apa? Pesan dari siapa?" Matanya kini menatapku dengan cemas.***"Alina, ada apa, nak?" Refleks mama bertanya."Ah ...," Hanya itu yang mampu terucap dari mulutku, aku tak tahu bagaimana mengatakannya. Video itu membuatku tak bisa bicara.Mas Reyhan segera beranjak dari tempat duduknya, lalu dengan cepat menghampiriku, tak lama kemudian tangannya memungut ponselku yang tadi terjatuh."Mbak, tolong bawa Diyara ke ruang keluarga ya." Pinta suamiku itu pada Mbak Sita."Baik, pak." Ia mengangguk mengerti."Ayo sayang, kita nonton TV dulu ya." Terdengar suara pengasuh anakku itu membujuk Diyara.Beberapa detik kemudian, Mbak Sita segera menggendong Diyara pergi meninggalkan meja makan ini. Aku menatap nanar putriku yang berada dalam gendongan pengasuhnya, pikiranku seakan k
Matahari sudah naik cukup tinggi ketika mobilku masuk kedalam area parkiran ruko berlantai tiga milikku ini. Kulihat dari balik kaca mobil, seorang pemuda sedang sibuk mengelap pintu kaca berwarna hitam itu, dan tak jauh darinya berdiri pula seorang wanita yang seakan memberi titah bagian mana saja yang harus di bersihkannya.Aku masih mengamati mereka berdua dari dalam mobil. Sepertinya, mereka belum menyadari jika mobilku sudah terparkir disini. Wanita itu, aku ingat namanya Risa, seorang karyawan yang baru bekerja sekitar tiga bulan di kantorku, sedang, pemuda itu, Joko, pemuda yang sudah bekerja denganku begitu aku memulai usaha ini.Aku menghela nafas, masih memperhatikan tingkah Risa. Meski aku tidak mendengar apa yang dikatakannya. Namun, dari gesture tubuh yang ia perlihatkan, tampak jelas jika ia sedang memarahi Joko. Sungguh, aku tak habis pikir. Mengapa ia yang hanya seorang admin baru bisa bertingkah menyebalkan seperti itu, seakan dirinya seorang manajer di kantor milikku
"Tante ingin kau memberi kesempatan pada Erika, nak." "Kesempatan? Kesempatan seperti apa?" Aku memiringkan kepala."Tolong biarkan Erika menjadi istri kedua Reyhan." "Apa!!"Tanganku seketika mengepal erat.****"Apa maksud ucapan tante?"Mataku mengunci tatapannya. Tak dapat kupungkiri, tubuhku seketika menegang. Apa yang dikatakannya, memintaku agar membiarkan Erika menjadi istri kedua Mas Reyhan?Gila. itu permintaan yang tidak masuk akal.Untuk sesaat, ada keheningan menyeruak diantara kami, segera kupalingkan pandanganku kearah lain, aku malas melihat wajah Tante Nur yang seolah ingin berteriak penuh kegembiraan itu.Udara seketika terasa begitu sesak dihirup, seakan ada sesuatu yang runcing mencekik leherku, begitu sulit untuk bernafas. Seakan rongga dadaku dipenuhi dengan jutaan jarum tajam yang menghujam."Tolong biarkan Erika menjadi istri kedua Reyhan, Alina. Kasihan dia, karena sekarang dihujat banyak orang akibat video percintaan mereka yang tiba-tiba tersebar di sosial
"Ada alasannya, mengapa ia tak langsung menuntut dinikahi oleh Reyhan." Tante nur kembali bicara."Oh ya? Apa? Bisakah kau memberitahuku, tante?" "Erika hamil!"Ucapannya membuat kerongkonganku tercekat. Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi?****PoV Tante Nur / Tante Nora.Aku menatap gelas yang ada di hadapanku, segelas Red wine yang selalu menemaniku hampir setiap malam. Minuman yang sudah menjadi candu bagiku jika kepalaku sedang dililit masalah.Gelisah hati karena pasangan ataupun teman bisa dengan mudah kuabaikan, namun jika bayang bayang kemiskinan sudah terlihat didepan mata, bisa bisa membuatku tenggelam dalam ketakutan yang panjang.Apa yang harus kulakukan?Rumah ini sudah menjadi jaminan hutang. Sertifikat rumah berlantai tiga yang ku rampas dari Aisyah, kini sudah tidak berada di tanganku lagi, bisnis keluarga yang dibangun oleh Alm. suamiku sudah hancur, aku ditipu oleh rekan bisnis yang begitu kupercaya.Aku benar-benar bodoh, bisa tertipu dengan beberapa investasi bisn
PoV Reyhan."Mas, aku ingin bicara sebentar denganmu," suara Alina terdengar rendah. Begitu ia memasuki ruangan kerjaku."Ada apa, sayang? Apa ini tentang kedatangan Tante Nur ke kantormu tadi pagi?" Aku balik bertanya.Aku melepaskan pandangan dari laptop dihadapanku, lalu sedikit merenggang punggung dan kaki. Ekor mataku menangkap wajahnya yang sedang ditekuk. Membuatku gemas.Ku geser kursi sambil mengingat pesan WA yang dikirimkannya tadi pagi padaku. Pesan bertuliskan tentang kekesalannya karena kedatangan Tante Nora ke kantornya tadi pagi."Mas, kau tidak ingin tahu isi pembicaraanku dengan Tante Nur tadi pagi?" "Apa ada isi pembicaraannya yang membuatmu kesal? Apa ia memintamu melihat isi video itu?" Tanyaku sambil menggerakkan mouse ditangan."Aku serius mas." Alina terlihat kesal, melihat wajahnya yang kembali ditekuk seperti itu membuatku mengulas senyum. Ia masih terlihat begitu cantik meskipun sedang berwajah masam."Katakan, apa yang membuat istri mas yang cantik ini be
Aku memandang Mas Reyhan cukup dalam, entah mengapa ia terlihat berbeda pagi ini, meski wajahnya selalu mengulas senyum dan berbicara dengan kalimat yang manis dan lembut padaku. Tetap saja aku merasa seakan ada sesuatu yang mengganjal kala melihat sikapnya.Aku yakin ia tak akan mungkin berbohong padaku, cerita tentang masa lalunya bersama Aisyah dan Erika adalah sebuah kejujuran. Namun, melihat gelagat anehnya saat ini membuatku yakin ada sesuatu yang tengah direncanakan dalam kepalanya. Hanya saja aku takut untuk menanyakannya.Mas Reyhan memang sosok yang begitu perhatian. Mungkin aku harus berterima kasih pada tuhan seumur hidupku karena telah memiliki dirinyaWajahnya masih terlihat datar, di meja makan ini ia juga bersikap seperti biasa. Sekilas memang tak ada yang berbeda. Memuji Diyara, atau menggodaku hingga wajahku memerah akibat gombalannya. Tetap saja, instingku mengatakan lain.Ponselnya berbunyi, ia masih terlihat tenang meski sekilas dahinya nampak berkerut ketika memb
"Ayo nona. Kami tidak punya waktu banyak." Bentak kasar salah seorang dari mereka, membuatku terkejut."Siapa yang menyuruh kalian?" Aku membalas bentakannya."Anda akan tahu sendiri nanti. Karena itu ikut dengan kami dan berjalanlah ke arah mobil hitam di depan sana, jika tidak ingin kami bersikap kasar pada anda." Kembali tangannya menunjuk ke mobil minibus hitam di depan.****PoV ErikaAku melempar tatapan tajam pada mereka berdua. Tubuh kekar kedua pria ini benar benar menghalangi semua akses jalan kabur yang ku punya. Rasa takut masih membuat kedua kakiku gemetar, hingga menyulitkanku untuk berpikir cepat.Mobil hitam itu masih diam disana dan tak akan bergerak sebelum aku masuk. Sebisa mungkin aku masih mencoba berusaha untuk lari dari mereka. Jika saja aku bisa mengambil ponsel dan menekan tombol panggilan cepat yang sudah terprogram ke nomor mama. Tentu perasaanku akan sedikit lebih baik. Tapi, bagaimana caranya mengelabui mereka, karena sepertinya kedua pria ini adalah prem
"Beri aku satu bulan, Jeng Evelyn." Mama terdengar mengajaknya bernegosiasi."Aku sudah memberikan waktu satu minggu padamu. Jangan mencoba berkelit kali ini Nora karena aku tidak main main dengan ancamanku. Jika kau tak segera membayarnya, akan kulempar putrimu pada pria hidung belang yang haus bercinta itu.""Baiklah, akan kuusahakan, tapi kumohon jangan sakiti dia." Mama kembali memohon padanya.****PoV. Erika"Jika kau tidak ingin aku menyakiti putri kesayanganmu ini, maka cepat bayar hutangmu." Meski terdengar tenang namun, suara Tante Evelyn begitu menyakitkan di telingaku.Setelah mengatakan kalimat itu, wanita dengan rambut sebahu itu memutus sambungan teleponnya. Seringai tipis terlukis di wajahnya, seakan ingin memberitahu padaku akan kekesalannya."Tante!" Wajah Tante Evelyn mendongak, mengabaikan panggilanku, tatapan dingin ia perlihatkan, untuk sesaat kurasakan kakiku gemetar kembali kala melihat aura kejam yang seolah ingin diperlihatkannya dari balik sorot matanya yan