Ada satu sesi ketika para host menanyakan apa sihir yang dimiliki Kala. Kala menelengkan kepalanya untuk memikirkan jawaban untuk pertanyaan tersebut. Sihir? Sulap saja dia tidak bisa, apalagi sihir! Ah, Kala menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut.
“Everytime i blink my eyes, every songs that i have made became hits,” jawabnya, dikuti dengan sorakan dari para penonton. Kala tersenyum malu dengan jawabannya sendiri. Ia tidak bermaksud menyombong, tapi itulah kenyataannya. Kala melemparkan senyum pada para host yang juga bersorak untuknya.
Pertanyaan pun kembali diberikan untuknya. Dari soal kolaborasinya dengan BTS hingga masalah pribadi seputar perempuan yang sedang dekat dengannya. Kala paling malas menajawab pertanyaan yang menurutnya pribadi. Soal perempuan dan soal predikat playboy yang disandangnya. Rasanya siapapun yang sedang dekat dengannya tidak ada urusan apapun dengan oranglain, tapi ia sadar itulah berita yang selalu ditunggu para penggemarnya.
Acara variety show ditutup dengan penampilan Kala dengan lagu barunya yang tentu saja langsung menjadi hits. Lagu ber-genre R&B yangsangat ear-catching. Kala langsung digiring manajernya menuju mobil yang akan membawanya ke stasiun radio yang akan mewawancarainya. Reka – asisten pribadinya – langsung memberikannya sebotol minum. Reka adalah wanita yang selalu berada didekatnya, lincah, seksi, dan cukup menarik dari segi penampilan. Itulah kenapa Kala betah berlama-lama dekat dengan Reka. Terlebih lagi Reka tidak pernah menolak untuk menemaninya jika ia sedang cukup bergairah. Bisa dikatakan Reka adalah friend with benefit-nya meskipun mereka tidak punya hubungan khusus.
Call him bastard, he won’t care. Begitulah moto hidup edan yang dijalani Kala. Ia menikmati hidupnya, menikmati karirnya, dan segala hal yang diraihnya saat ini. Dengan senyumannya yang ia sadari dapat memikat perempuan manapun, Kala dapat mengencani siapapun. Kala sadar akan pesonanya, dan selama ini belum pernah ada yang menolaknya. Selain predikat Indonesian genius musician yang disandangnya, Kala juga menyandang the most adorable smile atau killer smile. Sejak kecil, setiap ia melakukan kesalahan ia tinggal tersenyum dan segala kesalahannya langsung termaafkan.
“Jawaban lo tadi benar-benar bikin gue ingin tertawa,” kata Reka.
“Yang mana?”
“’Everytime i blink my eyes, every songs that i have made became hits’,” Reka menirukan gaya bicara Kala ketika acara tadi. Kala langsung tertawa.
“Gue juga nggak tahu kenapa bisa kepikiran ngomong gitu,” kata Kala. “Tapi kalau dipikir-pikir itu benar juga, kan?”
Reka tertawa sambil mengangguk. “Malah lo bisa melakukan lebih dari only blink your eyes untuk membuat gue bertekuk lutut,” Reka mengedipkan sebelah matanya menggoda pada Kala.
Kala hanya terkekeh. Jerry, manajernya yang menyupir mobilnya, melirik dari spion lalu menggelengkan kepalanya. Ia sudah tahu bagaimana kelakuan Kala dan Reka, tapi toh bukan urusannya untuk mencampurinya selama hal itu tidak mengganggu karir Kala.
Acara interview di radio selesai dua jam kemudian. Jerry membawa Kala pulang karena jadwal hari ini telah selesai. Reka mengikuti Kala menuju kamarnya dilantai dua, Jerry memanggil Kala ketika kedua makhluk edan itu akan mulai saling mencumbu.
“Kala, jangan lupa besok pagi lo harus siap ke bandara. Gue nggak mau kalo lo susah dibangunin!”
“Sepagi apa?”
“Jam dua pagi!”
Kala mendesah, “oke...”
Jerry memandang Kala dan Reka sejenak lalu keluar dari rumah Kala yang hanya dihuni oleh Kala dan pembantunya.
Sepeninggal manajernya, Kala langsung melakukan apa yang tadi tertunda dengan Reka. Mereka saling berpagutan, menutup serta mengunci kamar dengan tangannya yang bebas dan langsung melucuti satu persatu pakaian Reka. Dan sisa hari ini ia sibuk dengan Reka.
*
Kala membuka matanya dan mendapati dirinya sendirian di kamarnya yang gelap. Reka sudah pergi entah kapan selama dia tidur. Kala bangkit dan membuka laci lemarinya untuk mencari pakaian dalam yang baru dan memakainya. Ia menyalakan lampu dan mencari celana pendeknya yang teronggok dilantai. Kala duduk dipinggir tempat tidur, berusaha membiasakan matanya dengan cahaya lampu yang menyakiti matanya. Ia menyentuh dadanya yang tidak terlalu berotot tapi cukup bidang dan sedikit atletis, dimana jantungnya yang berdetak normal tapi terasa menyesakkan. Ini yang selalu dialaminya jika sudah melakukan seks dengan siapapun. Meskipun birahinya terpuaskan, hatinya tidak akan pernah terpuaskan. Sama sekali. Dengan siapapun ia melakukannya, belum pernah ada perempuan yang mengisi kekosongan hatinya. Sekalipun itu pacar-pacarnya yang terdahulu.
Kala memakai kaos yang diambilnya dari tumpukan paling atas dilemari dan beranjak menuju studio yang terdapat dilantai satu, berada disamping kolam renang. Kala menyibukkan dirinya lagi dengan menyempurnakan lagu yang sedang dibuatnya lagi. Ia terkekeh mengingat kata-katanya yang diucapkan dalam wawancara di I-net TV tadi pagi. Lucu juga kalau memang dia tinggal mengedipkan mata tanpa perlu berusaha membuat lagu yang bagus, semua lagu ciptaannya menjadi hits.
Kala melirik jam dinding yang digantung dalam studio, jam sebelas malam. Dua jam lagi manajernya pasti akan datang dan menyeretnya turun dari tempat tidur. Tapi kini ia sudah bangun dan segala yang dibutuhkannya untuk pertunjukan di Bali sudah disiapkan oleh Reka.
Mood Kala hilang untuk mengedit lagu barunya, ia merebahkan tubuhnya disofa dan memejamkan matanya. Ia pun tertidur sampai pada pukul satu lewat lima belas, Jerry dan Reka datang membangunkannya. Jerry menyeret Kala bangun dan menyuruh Reka untuk mengurus Kala dalam berganti baju. Dengan senang hati Reka melakukannya. Jam setengah dua mereka bertiga sudah meluncur menuju bandara.
Kantuk Kala sudah hilang, dan kini ia memandang keluar jendela sebelah kirinya. Kali ini ia duduk di depan, disamping Jerry yang mengemudi. Ia sedang butuh menyendiri karena entah kenapa mood-nya benar-benar berantakan sekarang. Apa ia mulai bosan dengan Reka? Sepertinya Kala harus mencari wanita baru, sudah tiga bulan ia tidak memiliki ‘pacar’. Tapi saat ini ia belum tertarik dengan perempuan manapun. Dan Reka pun tidak bisa mengubah mood-nya.
“Lo udah nyiapin lagu apa aja yang mau ditampilin di kapal pesiar?” tanya Jerry.
“Hmmm,” sahut Kala.
“Bagus,” komentar Jerry. Ketiganya hening sampai tiba di bandara dan naik pesawat pada pukul empat pagi yang akan membawa mereka ke Denpasar.
Hari Minggu adalah hari yang sempurna untuk bermalas-malasan dan bercumbu dengan kasur. Almi mematikan semua alat telekomunikasinya dan memenuhi hasrat tidurnya yang selalu kurang di hari biasa. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, dan Almi sudah tidak bisa tidur lagi. Akhirnya ia meraih remot TV dan menyalakannya tanpa menontonnya. Ia malah meraih novel yang belum sempat diselesaikannya, dan mulai membacanya.Tiba-tiba ia teringat dengan jawaban sombong Kala saat diwawancara tempo hari. Seketika itu juga Almi menjadi sebal dan makin tidak menyukai Kala. Rasanya kutukan Reta tidak pernah akan terwujud karena setelah melihat penampilan dan senyum Kala pun, Almi sama sekali tidak tertarik dengannya. Karena tulisan-tulisan dalam buku novelnya tidak ada yang dapat dicerna, Almi akhirnya beringsut menuju kamar mandi dan membasahi seluruh tubuhnya dengan air yang meluncur dari shower. Ia membiarkan pancuran air memijat kepala dan punggungnya, melepas stres bekerja dan jug
Satu minggu sebelum berlayar, Kala memiliki jadwal untuk perform di I-net TV dalam acara musik mingguan yang dilakukan di dalam ruang studio. Penonton sudah berkumpul ketika Kala tiba bersama manajer dan krunya. Mereka langsung menuju backstage untuk bersiap perform.Tiba saatnya Kala untuk naik ke panggung. Ia menyapa para penonton yang histeris melihatnya. Kala menyanyikan lagu pertama dan kedua dengan lancar. Tetapi saat lagu ketiga dimainkan, entah bagaimana bisa terjadi, kabel-kabel disisi panggung mengeluarkan percikan api hingga akhirnya lampu padam dan api muncul.Kebakaran!Kala mencoba untuk tenang, tapi kepanikan segera menguasai dirinya hingga dia tidak bisa melakukan apapun, bahkan untuk bergerak pun tidak bisa. Api dengan cepat menjalar di karpet panggung dan mengepung Kala yang berdiri ditengah bersama band pengiringnya.“Kala! Apa kita akan mati sekarang?” tanya Josh panik sambil menutupi hidungnya ag
Meskipun dalam keadaan badan masih kaku akibat balap lari bersama Kala dan ada bekas luka bakar dikakinya, tidak menyurutkan niat Almi untuk ikut liburan dengan kapal pesiar. Pagi-pagi sekali ia dijemput oleh supir kantor dan memutar untuk menjemput Reta, kemudian pergi ke pelabuhan. Kejadian kebakaran kemarin masih membuat Reta sedikit syok. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam bencana tersebut, hal tersebut membuat Almi dan Reta masih bisa menghadiri undangan ini.“Lo udah baikan?” Tanya Almi sambil melirik perban dibetis Almi.“Gue nggak pernah kenapa-kenapa,” sahut Almi. “It’s nothing.”Reta menggelengkan kepalanya melihat ketabahan dan ketangguhan sahabatnya. Kalau hal itu menimpa dirinya, mungkin sekarang ia sedang berada di rumah sakit dan merengek ditemani Wilmar. Tidak aneh para mantan pacar Almi menganggap mereka tidak dibutuhkan.“Kalo lo ngerasa nggak baik, lo nggak usah pergi aja,&rdqu
“Lo curi start!” tuding Reta saat ia dan Almi berjalan berdua menuju kamar untuk bersiap makan siang. Almi tahu maksud Reta dan hanya tertawa puas. See? Dia bisa dengan mudah menggaet pria manapun, tapi yang susah adalah mempertahankan mereka untuk tetap di sampingnya. Tapi Fabian cukup menarik juga untuk menjadi teman selama perjalanan ini. “Fabian bener-bener ganteng, ya!” kata Reta sambil mengaitkan kedua tangannya didepan dada. “He is!” Almi mengangguk setuju. “Dia asyik diajak ngobrol juga. Wajar dia menyandang gelar itu, karena dia memang berwawasan luas.” Almi jadi teringat dengan lelaki bodoh yang pasrah akan dipanggang api kemarin. Buru-buru ia mengusir bayangan Kala karena tidak mau merusak bayangan sempurna Fabian di kepalanya. “I love smart guy.” “And i love his abs!” ujar Reta. Lalu keduanya terbahak. Keduanya masuk ke kamar masing-masing untuk bersiap makan siang. Almi keluar tepat jam
Almi berhasil naik ke sekoci dengan bantuan Kala. Ia telah melempar carry on luggage-nya ke dalam sekoci. Ombak masih cukup besar hingga sekoci pun terombang-ambing tidak stabil. Almi dan Kala terbatuk-batuk setelah berhasil naik ke sekoci. Rupanya cukup banyak air yang masuk ke hidung maupun mulut mereka. Almi berusaha memandang ke arah kapal pesiar mewah dikejauhan yang lampunya mulai padam. Beberapa kali terlihat letusan pistol tanda darurat ditembakkan ke langit. Almi berulang kali menyebut nama Tuhan dan mengagungkan kebesarannya. “Reta... Apa dia selamat?” Tanya Almi pada Kala yang juga sedang memandang pasrah pada kapal yang seolah siap tenggelam. Kala mengangguk meskipun tidak yakin, “dia sudah naik ke sekoci.” Almi menghela napas lalu dengan keseimbangan yang terganggu, ia membuka penutup sekoci agar bisa lebih bebas bergerak dan tidak duduk terlalu dekat dengan Kala. Kala bergerak membantu Almi. Hujan masih turun dengan deras, Almi
Hari ketiga Almi dan Kala terombang-ambing di lautan tanpa kejelasan nasib. Laut begitu tenang, tidak ada tanda-tanda kedatangan kapal sama sekali. Almi sudah hampir gila karena tidak ada yang bisa dilakukannya. Ponsel yang digunakannya untuk mendengarkan musik selama dua hari ini sudah mati karena baterainya habis. Jadi ia hanya merebahkan diri sambil sunbathing mumpung cuaca hari ini cerah. Namun karena matahari semakin panas dan kulitnya mulai merah-merah, Almi merangkak masuk ke dalam sekoci yang tertutup. Lain dengan Kala, laki-laki itu nampak serius dengan buku lagunya yang telah benar-benar kering dan siap untuk ditulisi lagi. Keduanya tidak saling bicara sejak pertengkaran mereka pada dua malam sebelumnya, hingga kini keduanya menjalani hari tanpa mengacuhkan satu sama lain. Hal ini cukup menyiksa Kala sebenarnya, karena terkadang dia bisa mendengar suara pakaian yang dilepas dan dipakai kembali dari bagian dalam sekoci yang tertutup. Kala membayangkan Almi
Kala terbangun ketika sinar matahari menyorot dirinya dengan terik. Kala perlahan membuka kelopak matanya karena silaunya sinar matahari cukup menyakiti pupil matanya. Kala akhirnya bisa melihat walaupun dengan mata menyipit. Ia memandang ke sekeliling dan menyadari bahwa dirinya sendiri di sekoci ini. Kala buru-buru bangkit dan menunduk melihat ke dalam bagian kapal yang ditutup. Kosong.“Almi!” teriak Kala. Tidak ada respon. “ALMIIIIIII!!!” Kala berteriak lebih keras.Kala menahan napas. Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Almi ketika tidur? Apa gadis itu terjatuh ke laut dan dimakan ikan hiu? Kala melongok keluar sekoci, mencoba melihat tanda-tanda keberadaan Almi. Jantungnya berdegup kencang, ia nggak bisa membayangkan jika ditinggalkan sendiri dengan cara seperti ini.“Hey, Kala!” Almi muncul kepermukaan di belakang sekoci. Ia menggerakkan lengan dan kakinya untuk mencapai sisi sekoci tempat Kala yang kini sedang melotot
Matahari sudah tinggi dan terik, namun Almi belum mau merangkak keluar meskipun keringatnya sudah mengalir deras membasahi kaosnya. Tapi karena udara semakin panas dan lengket, Almi akhirnya merangkak keluar sambil menguatkan hatinya jika berhadapan dengan Kala lagi. Saat Almi berada diluar, ia melihat Kala masih tertidur dengan wajah ditutupi jaket. Almi bersyukur karena Kala belum bangun, entah apa yang akan dilakukannya jika laki-laki itu sudah bangun.Almi mengedarkan pandangan pada sekelilingnya. Sudah lima hari ia dan Kala terdampar dilautan. Stok makanan dan minuman semakin menipis. Jika terus begini, ia dan Kala akan segera mati kelaparan. Almi teringat pada rencananya untuk mendayung. Tapi untuk menjalankan rencananya, ia harus membangunkan Kala. Almi ragu antara membangunkannya atau membiarkannya. Tapi Almi sadar dia nggak bisa mendayung sendirian karena sekoci ini cukup lebar hingga tidak mungkin dia mendayung kanan kiri dengan cepat tanpa berpindah tempat.