“Sebelum Sonya kabur, tingkahnya makin aneh. Selalu pengin tidur di kamarku, beralasan ada hantu di kamarnya. Dia juga makin sering ngelamun, gampang kaget, susah fokus, mulai sering bolos sekolah. Dulu, kukira cuma karena rindu sama almarhum Papa karena memang mereka dekat. Tapi, belakangan aku jarang ketemu dia karena pindah ke rumah tanteku, adik bungsu Papa. Namanya Tante Wina. Aku pindah karena nggak tahan ngeliat tanteku sedih. Suaminya baru meninggal, padahal mereka belum lama nikah, sekitar setahunan. Tanteku juga baru keguguran. Aku cuma pengin ngehibur dan nemenin beliau karena takut kenapa-napa. Sejak itu, aku nggak tau banyak apa aja yang terjadi di rumah.”
“Kamu nggak ngajak Sonya pindah juga?” tanyaku lagi. Aku memasukkan telepon genggam ke dalam tas selempangku,
“Sonya sempat maksa pengin ikut tapi nggak dikasih Mama. Aku pun ngelarang. Mending dia tinggal bareng Mama biar ada yang ngawasin. Di rumah juga ada asisten rumah t
“Bisa cerita seperti apa kondisi Sonya sebelum kabur, Vick?” Pada akhirnya, aku tetap saja gagal menahan diri. Aku menyerah pada rasa penasaran.Vicky mendesah pelan. “Aku nggak tau pasti, Nef. Karena udah nggak tinggal serumah sekitar enam mingguan sebelum kejadian itu. Trus aku juga sibuk kuliah dan main sana-sini. Setelah adikku hilang, nyeselnya nggak keruan. Apalagi mamaku kayak nggak terlalu peduli. Malah nyalahin Sonya yang katanya sekarang berubah jadi cewek liar. Mama juga bilang, Sonya kayaknya dipengaruhi pacarnya. Apalagi, dia bawa semua koleksi perhiasannya. Mungkin mau dijual untuk biaya hidup.”Pupil mata melebar. “Sonya punya pacar? Kamu kenal?”“Itu sih versi mamaku. Aku sempat ketemu cowok yang dimaksud Mama itu di sekolah. Dia sekelas sama Sonya, sekarang kelas tiga SMA. Tapi dia ngotot kalau mereka cuma berteman dan sama sekali nggak tau di mana Sonya. Cowok itu juga bilang, Sonya belakangan kayak ora
“Sampai sekarang, aku masih rutin keliling Pematangsiantar untuk nyari Sonya. Tapi, nggak bisa tiap hari. Palingan cuma seminggu sekali. Karena aku merasa ikut bertanggung jawab bikin adikku minggat. Keluarga papaku pun masih terus nyari Sonya.” Vicky mendesah. “Kalau tau bakalan kayak gini kejadiannya, aku akan ngajak Sonya pindah juga. Tinggal bareng aku dan tanteku.”Hatiku ikut tertusuk mendengar kata-kata Vicky. Suaranya terdengar sendu dan dijejali penyesalan, membuat dadaku kian nyeri. Aku tak mampu membayangkan seperti apa rasanya jika berada di posisi gadis ini. Penyesalan adalah hal yang begitu menyiksa.“Kamu kan nggak tau kalau kejadiannya bakalan seperti ini, Vick. Jangan nyalahin diri sendiri,” kataku, mencoba memberi opini yang objektif. “Lagian, yang udah lewat kan nggak bisa diubah lagi. Yang penting, sekarang Sonya udah ketemu.”“Iya, sih. Tapi, tetap aja aku merasa bodoh dan berdosa sama ad
Aku benar-benar tak tahu cara terbaik menghibur Vicky yang tampak shock dengan respons adiknya. Apalagi saat dia melihat Sonya menjerit-jerit sembari mendorong sang kakak dengan sekuat tenaga. Untungnya Marco memegangi Sonya dan berhasil menarik gadis itu mundur beberapa langkah. Revi pun datang membantu untuk menenangkan Sonya.“Sonya, jangan teriak-teriak gitu. Ssshhh,” bujuk Marco dengan suara lembut.“Yuk, kita balik ke kamar dulu,” imbuh Revi yang memegangi tangan kiri Sonya.Meski masih sempat berteriak untuk mengusir kakaknya, Sonya akhirnya menurut saat dihela menjauh dari ruang tamu Puan Derana. Aku menghela napas yang mendadak terasa berat. Aku pun tak mengira jika Sonya akan bereaksi sefrontal itu. Tadinya kukira hanya ada dua opsi. Sonya melupakan Vicky atau malah senang setelah bertemu dengan kakaknya.“Sonya histeris gara-gara aku. Betul-betul nggak nyangka kondisinya kayak gitu. Ini parah betul,
Setelah mengantar Vicky ke dalam gedung Puan Derana, Marco kembali menemaniku. Kali ini, dia duduk di sebelah kananku. Di belakangnya, Nilla mengekori dengan wajah semringah. Dia langsung melambai begitu melihatku.“Kak Nef, kenapa balik lagi?” Gadis itu duduk di sebelah kiriku. Dia memeluk lenganku. “Eh, tapi aku senang Kakak di sini. Sekali-kali, nginep di sini, ya?”Aku menepuk punggung tangan Nilla yang melingkari lenganku. “Aku balik ke sini karena ada perlu, La. Nantilah kapan-kapan aku minta izin untuk nginep di sini. Mudah-mudahan aja dikasih.”“Pasti dikasih, Kak. Masa calon mantu Bu Danty nggak dibolehin bobo di sini, sih?” gurau Nilla sambil terkekeh geli.Aku menyeringai dengan wajah memanas. Sementara di sebelahku, Marco tertawa kecil. Sebelum aku sempat membuka mulut untuk merespons, Nilla sudah berceloteh bahwa hari ini dia akan menelepon keluarganya.“Tapi nunggu urusan Bu Danty
Aku bergidik. “Kadang kita keburu cemas atau mikir macem-macem kalau ketemu orang yang berkeliaran di jalan dan dikasih label gila. Padahal, kegilaan yang ada di kepala orang-orang yang keliatannya normal itu justru jauh lebih mengerikan.”“Betul,” dukung Marco. “Sejak kenalan sama orang-orang yang jadi penghuni Puan Derana, aku udah berhenti nanya ‘masa sih?’ tiap kali dengar hal-hal mengerikan. Karena memang kenyataan itu kadang sulit diterima akal sehat.”Cerita horor itu benar-benar membuatku agak melupakan kisah tragis Sonya-Vicky. Aku pun akhirnya bersedia diajak makan malam oleh Marco meski menunya sederhana. Mi sop. Karena aku tak sanggup menyantap yang lain.Setelah hari itu, aku dan Vicky rutin berkirim kabar via WhatsApp. Dia juga menyambangi Puan Derana setiap hari. Aku kadang menemaninya jika sedang tak memiliki kesibukan. Vicky mengaku belum berniat memberi tahu keluarganya karena dia ingin Sony
Aku pernah menonton film dokumenter tentang para pengantin anak Amerika Serikat di kanal Crime + Investigation beberapa bulan silam. Judulnya, I Was A Child Bride. Bukan jenis tontonan yang kusukai. Namun suatu ketika, unggahan tentang acara itu muncul di beranda Instagram milikku. Penasaran, aku pun mencari tahu tentang tayangan tersebut.Isinya mengejutkan. Tentang anak-anak yang dipaksa menikah dengan para pria yang sudah menghamili mereka. Umumnya, mereka adalah para korban perkosaan. Hal yang menyakitkan saat menonton tayangan itu, para korban mengaku memberi tahu keluarga, terutama ibu masing-masing. Namun, ibu mereka sendiri tidak percaya dan menganggap anak-anak itu hanya mengarang cerita.“Ibuku hanya memandang dengan tatapan aneh, seakan aku bisa saja melakukan hal yang mengerikan,” ucap salah satu korban. “Tidak ada pertanyaan detail tentang apa yang kualami. Apalagi sampai melapor ke pihak yang berwajib. Tidak terjadi apa pun. Aku harus me
Sudah pasti kami sama sekali tak bisa tidur. Aku berusaha agar kami tak membahas tentang apa yang terjadi beberapa jam silam. Aku lebih suka bercerita tentang pertemananku dengan Sonya. Juga bagaimana aku dan Marco pernah bergadang karena menunggui gadis itu melahirkan. Vicky nyaris tak bicara tapi matanya berkaca-kaca. Namun topik itu tetap tak bisa terhindarkan saat Vicky mengaku masih kesulitan percaya bahwa pamannya sendiri yang sudah melakukan hal-hal buruk pada adiknya.“Apa yang kamu takutkan malah beneran terjadi ya, Nef. Kemarin itu, sku dengan pedenya bilang kalau papa tiriku nggak mungkin menjahati Sonya. Kalau nggak mendengar sendiri kata-kata Sonya dan reaksi Om Damar yang aneh itu, mungkin aku sendiri pun kurang percaya,” komentar Vicky dengan suara pelan.“Reaksi papa tirimu itu yang bikin aku yakin kalau Sonya nggak bohong,” dukungku. “Mana mungkin ada orang yang akan diam aja dituduh kayak gitu kalau memang nggak bersalah,
Tiga saudara kandung ayah Vicky, minus Om Damar, ditambah neneknya yang masih sehat walafiat, awalnya tak percaya begitu saja. Tante Wina bahkan menertawakan Vicky yang dianggapnya sedang berhalusinasi. Salah satu paman Vicky yang cemas, mengira gadis itu sedang mabuk dan menyarankan untuk melakukan rehabilitasi. Hingga Vicky menjelaskan lebih detail dan menunjukkan foto-foto Noni dan Sonya.“Aku nggak mabuk, Om. Aku bahkan nggak pernah tau rasanya minuman keras atau obat-obatan terlarang. Aku datang ke sini karena nggak tau lagi harus melakukan apa. Mama malah ngatain Sonya gila karena ngaku bahwa Om Damar yang udah nyelakain dia. Hanya karena mental Sonya saat ini nggak stabil, bukan berarti dia bohong, kan?” kata Vicky berapi-api. “Nefertiti ini ngeliat sendiri kondisi Sonya pas baru dibawa ke Puan Derana. Dia depresi berat dan nggak mau pulang ke rumah. Sonya bahkan lebih memilih jadi pengemis.”Suasana sontak menjadi hening. Ponsel mi