Fina mempercepat langkahnya menyusuri lantai tiga kantor Rainbow Organizer. Tujuannya menemui Lee Kwang Soo penanggung jawab Tour Bike kemarin. Beberapa langkah dari tempatnya berdiri dia melihat orang yang dimaksud sedang berjalan di depannya. Fina pun mempercepat langkahnya menyusulnya.
“Tn. Lee ? Maaf mengganggu waktu Anda. Hmm.. Apakah sudah ada perkembangan pencarian Windi ?”
Lee Kwang Soo menghentikan langkahnya, lalu menatap Fina dengan tatapan yang sulit dipahami.
“Nona Fina, ini adalah pertanyaan yang ke sepuluh yang saya dengar dalam hari ini. Dan saya berada dalam fase stress karena harus mengulang jawaban yang sama ke orang-orang yang berbeda. Saya sama dengan Anda dan yang lainnya, sangat ingin sahabat Anda itu ditemukan. Jika ada perkembangan terbaru, Anda adalah orang pertama yang pasti saya hubungi, percayalah,” jawabnya sambil menggenggam tangan Fina.
Ad
Tidak lama lagi Windi akan kembali ke kehidupannya yang normal. Yang berarti juga kembali ke kehidupan yang sepi, tanpa ada yang memberinya kehangatan sebuah perhatian. Seandainya bisa ia ingin tetap di sini, bersama Yoo Ill.Tapi ia sadar, ini tidak adil untuk Fina dan Oom Faris yang tentu mencemaskannya sekarang. Setidaknya ia harus menampakkan diri dulu di hadapan mereka, untuk memberi tahu bahwa dirinya baik-baik saja. Setelah keadaan normal kembali, barulah ia akan memikirkan langkah selanjutnya yang terbaik bagi kebahagiaannya.Lagi pula hal itu sepertinya juga tidak adil untuk Yoo Ill, yang harus terbebani oleh perempuan yang tidak memiliki status apapun dengannya. Yaah ... bagi Yoo Ill, tindakan yang ia lakukan tentu tidak lebih dari kegiatan kemanusiaan semata. Seperti aksi-aksi kemanusiaan lainnya yang kerap ia lakukan. Entah mengapa sejumput rasa kecewa hadir di hati Windi atas kenyataan itu.Yoo Ill duduk di samping Windi dengan ekspresi yang sulit u
“Yoo Ill-ssi ... bagaimana kamu tahu tempat ini? Rasanya aku tidak pernah cerita,” tanya Windi heran ketika mereka telah berdiri di depan gedung itu.Yoo Ill tidak menjawab, hanya tangannya yang bergerak ke arah badge yang tergantung di leher Windi.“Maaf, sebelumnya aku tidak cerita sama kamu. Ini ... sebenarnya ... aku adalah salah satu penanggung jawab acara ini,” ujarnya seraya menunjukkan nama yang tertera di belakang badge.“Event Manager : Han Yoo Ill, ini ... ini ... apakah benar kamu ?” tanya Windi tidak percaya.“Ya, Rainbow Organizer adalah salah satu perusahaan ayahku. Sebagai sarana pelatihan, aku ditugaskan disini, dan bertanggung jawab dalam penyelanggaraan event ini. Tapi aku yang tidak bertanggung jawab justru menghilang tepat setelah pengumuman pemenang lomba blog dikeluarkan.”Windi terdiam, mematung, karena shock
Mereka telah berada di kamar hotel. Windi membongkar tasnya, mencari setelan untuk dipakai tidur. Meski malam belum larut, tapi rasanya Windi ingin segera melepaskan semua kepenatannya ke alam mimpi, dan berharap besok pagi dia terbangun dalam keadaan segar tanpa ada rasa kecewa lagi. Yah, di satu sudut hatinya yang terdalam, Windi masih sangat menginginkan hubungannya dengan Yoo Ill akan membaik, dan berharap jika sebuah jalan yang spesial akan menjadi rute berikutnya. Tapi apakah itu mungkin ? “Jadi Yoo Ill itu Event Manager-nya, Win ?” tanya Fina tidak percaya. “Iya, kamu ga percaya kan? Sama, aku juga. Tapi begitu lihat ada nama dia di belakang badge yang kita pakai, aku ga ragu lagi. Terlebih lagi dia turut berbicara waktu konferensi pers kemarin. Sudah pasti dia orangnya,” jawab Windi sambil berjalan ke kamar mandi. “Tapi dia cerdik juga ya, Win. Lihat nih, di situs ini disebutkan, dia menemukan kamu ketika sedang melakukan kegiatan amal yang ru
Mobil yang membawa Windi melaju pelan membelah jalanan kota Seoul yang tampak indah di malam hari. Gedung-gedung tinggi dengan beraneka lampu warna-warni nampak begitu rapat satu sama lain, seolah tidak memberi celah bagi angin untuk bertiup di antaranya.Seoul yang dari luar terlihat begitu angkuh, tapi entah mengapa hati Windi merasa hangat di kota ini. Adakah takdir lain yang menghubungkanku dengan kota ini? Bisik batin Windi. Pertanyaan itu terus berputar-putar di ruang benak Windi.Di depan sebuah gerbang yang tinggi besar, mobil yang Windi tumpangi berhenti. Tanpa menunggu terlalu lama, gerbang itu terbuka, dan mereka pun masuk ke dalamnya.Pria bertubuh besar yang kemudian diketahui bernama Hyung Min membukakan pintu untuk Windi. Sementara Windi masih terperangah melihat kemegahan bangunan yang ada di hadapannya. Jika ingatannya tidak salah, rumah bergaya mediteranian itu pernah dilihatnya dalam salah satu drama y
Windi masih merasa tidak percaya dengan semua informasi yang ia dengar. Dia membuka amplop itu, kemudian membaca lembar demi lembar kertas yang berisikan laporan keuangan Han Group. Netra Windi terpaku pada lembaran yang berisikan informasi rekapitulasi dividen tahunan yang dikirim ke rekening atas nama ayahnya. Totalnya lebih dari 15 juta dollar. Jika di konversi ke rupiah dengan kurs 13.500 nilainya mencapai lebih dari 202 milyar rupiah. Kepala Windi langsung berdenyut membayangkan jumlah uang yang ia miliki saat ini. “Tidak mungkin, tidak mungkin,” bisik Windi sambil terus menggelengkan kepalanya. Tangannya bergetar hebat karena shock mengetahui dirinya mendadak kaya raya dalam semalam. “Tidak ada yang tidak mungkin, Windi." tukas Tn. Han. "Hidup itu ibarat bertani. Apa yang kamu tanam hari ini, itulah yang akan kamu tuai di hari berikutnya. Dan semua yang kamu terima hari ini adalah hasil dari benih yang di tanam ayahmu saat dulu. Meski pun ketika melakuk
Tn. Han tersentak. Tidak menyangka akan mendengar penolakan yang begitu lugas dari Yoo Ill. Dia mengerti jika hubungan mereka memang tidak pernah berjalan harmonis. Namun, ia juga tidak sepenuhnya siap dengan jawaban Yoo Ill yang terdengar begitu menyakitkan di telinganya.“Apa? Waeo? Oh ... itu pasti karena sikap ayah yang sudah keterlaluan selama ini, ya? Ya, ya, ayah mengerti. Ayah tidak akan memaksamu untuk memaafkan ayah sekarang ini. Hanya saja tolong beri ayah kesempatan untuk menjadi ayah yang baik ke depannya," ujar Tn. Han, mengambil kesimpulan dengan wajah muram.Meski kecewa dengan jawaban Yoo-ill, Tn. Han berusaha untuk tetap berbesar hati. Bagaimana pun ia sudah bertekad akan memulihkan hubungannya dengan putra satu-satunya itu. Tapi tetap saja, tengorokannya terasa tercekat. Seolah ada gumpalan besar yang memicu kelenjar air matanya untuk berproduksi lebih cepat. Sepasang mata Tn. Han mulai berkaca-kaca.“Tidak, aku tidak akan
Yoo Ill tidak langsung menjawab pertanyaan Windi. Dia tetap diam tanpa melepaskan pandangannya dari Windi.Windi tidak menyangka jika dirinya akan bertemu Yoo Ill di rumah itu. Sejumput kecurigaan muncul di hati Windi. Dia ingin menanyakan lebih banyak, namun ia mendengar suara Tn. Han memanggil namanya. Ia pun berlalu dari hadapan Yoo Ill.“Windi-ssi? Kau sudah bangun? Kesinilah! Bagaimana keadaanmu? Masih ada yang sakit?” Tn. Han bangkit dari duduknya dan menyambut Windi.“Hmm ... aku ... baik-baik saja. Terimakasih. Ngg ... Ahjussi, boleh aku meminta album foto yang tadi? Aku ingin membawanya pulang ke Indonesia,” pinta Windi penuh harap.“Oh ... album tadi? Tentu saja, itu adalah milik kamu. Dan jangan lupa saham itu juga milik kamu,” sahut Tn. Han mengingatkan.“Ngg ... untuk saham itu aku tidak mengerti, jadi aku belum bisa menerima
“Astaga, betapa sempitnya dunia ini. Berarti dia adalah sosok ayah yang kamu bilang otoriter itu? Ckckck ... kamu pasti anak yang durhaka,” ujar Windi dengan nada pura-pura menuduh.“Hmm ... itu kan dulu. Sekarang dia berubah, dan aku juga berubah. Kami berubah berkat seseorang,” balas Yoo Ill sambil menatap lurus ke arah Windi. Windi masih tidak paham dengan bahasa tubuh Yoo Ill justru kembali bertanya.“Oh ya? Siapa?” tanyanya lugu.“Kamu,” jawab Yoo Ill to the point“Apa? Aku? Ah ... kamu pasti bercanda,” sanggah Windi tidak percaya. Emangnya siapa aku kok bisa merubah orang lain? Gumam Windi dalam hati.“Tidak, aku serius. Kamu adalah angin yang menghembuskan perubahan dalam keluarga kami. Terimakasih, Windi. Terimakasih banyak,” kata Yoo Ill lagi dengan mimik serius.“Yea.. aku ga sehebat itulah.