Semua Bab Desah Di Kamar Sebelah: Bab 1 - Bab 10
146 Bab
1
“Ris, kamar sebelah sudah dibersihkan belum? Lia soalnya sejam lagi sampai.” Perintah  Mas Bayu membuatku berpaling dari wajan berisi gulai kepala ikan. Kutoleh wajah suamiku. Terlihat resah mimiknya.              “Sudah, Mas.” Kujawab dengan senyum. Padahal, sebenarnya hatiku agak dongkol. Sudah lebih dari lima kali dia mengingatkan untuk membereskan kamar tamu yang berada di sebelah kamar kami.              “Alat mandinya sudah kamu taruh juga, kan?”              “Sudah, Sayang. Pasta dan sikat gigi, sabun cair, dan puff-nya. Semua sudah siap.” Nadaku sudah agak sengak. Seharian ini aku hanya direpotkan oleh permintaan Mas Bayu. Demi adik semata wayangnya yang akan berlibur di rumah kami. Lia namanya. 
Baca selengkapnya
2
“Uuh ….” Aku mengerang kesakitan. Kepalaku terasa sangat pening sekali. Ketika mata telah mampu terbuka sepenuhnya, tampak mentari pagi telah menyingsing lewat jendela kamar yang disibak gordennya.              Aku kaget. Kupaksakan diri untuk bangun. Ketika kulihat jam waker di nakas, sudah pukul 10.00 pagi. Astaga!              “Ya Allah! Sakit.” Kumengaduh sakit. Nyeri sekali kepala kiri dan kananku. Dunia seperti oleng. Tubuhku seakan tengah berada di atas kapal yang diterjang oleh ombak.              “Aku nggak pernah bangun sesiang ini,” gumamku. “Apalagi sepusing sekarang. Apa jangan-jangan ….”              Aku mulai menaruh cur
Baca selengkapnya
3
“Ini? Digigit nyamuk kali, Mbak!” Lia menepis tanganku yang hendak meraba lehernya. Bukan main aku geram melihat kelakuan kasar adik ipar yang baru berusia 20 tahun tersebut.              “Gigit nyamuk?! Kenapa sampai merah begitu?” Aku nyolot. Tak mau kalah begitu saja. Suuzanku telanjur menguasai isi otak.              Aku mendekat. Mencengkeram bahunya hingga tubuh ramping itu bisa kukuasai. Lia terlihat seperti ketakutan saat kuteliti lehernya.              Tanda bundar berwarna kemerahan itu sialnya memang bekas gigitan nyamuk. Sebuah bentol kecil masih hinggap di tengah rona merah tersebut. Seketika tungkaiku lemas.              “Lihat yang betul, Mbak!”
Baca selengkapnya
4
Aku segera mengurung diri dalam kamar. Mengunci pintu dari dalam dan memilih untuk tak melakukan apa pun selain duduk memainkan ponsel. Biar saja. Kalau mereka lapar, silakan makan di luar atau suruh saja si Lia masak. Aku bukan pembantu di rumah ini. Aku dinikahi oleh Mas Bayu juga untuk berbakti padanya, bukan pada adiknya yang songong sekaligus keterlaluan itu.              Sekitar dua puluh menitan kemudian, pintuku tiba-tiba diketuk dari luar. Mas Bayu terdengar memanggil namaku dengan suara yang lembut. Mendadak aku kaget. Dia rela pulang jam segini demi menuruti perintah adiknya. Mas Bayu benar-benar sudah tidak waras! Apa dia tidak takut ditegur oleh atasannya?              “Risti, bukakan pintunya. Aku datang.” Mas Bayu berulang kali memintaku untuk membukakan pintu. Awalnya hanya kudiamkan saja. Lama-lama telinga ini
Baca selengkapnya
5
“Oh, ya? Jadi, apa yang kupikirkan dan kudengar itu hanya bagian dari depresiku?” tanyaku seraya memiringkan muka.              “Tentu, Sayang. Orang depresi bisa saja berhalusinasi. Baik visual maupun auditori.” Mas Bayu mengusap-usap rambutku. Menatap dengan serius dan penuh perhatian.              Halusinasi matamu! Aku bisa memastikan bahwa seluruh cakap Mas Bayu hanyalah tipu daya dan usaha memanipulasi psikisku belaka. Enak saja dia bilang aku berhalusinasi! 100% aku masih waras.              Aku pun manggut-manggut. Menggigit bibir bawah, menatap ke langit-langit seolah sedang merenung. Padahal, dalam hati aku begitu dongkol bukan main.              “Kamu mau
Baca selengkapnya
6
“Maaf, Mas. Oke, sini aku makan.” Tanganku melambai-lambai. Meminta cheese burger yang bungkus kertasnya sudah dibuka setengah oleh Mas Bayu. Pura-pura saja aku ketakutan sebab habis dibentak olehnya.Pria itu pun senyum lagi. Buru-buru menyerahkannya kepadaku dengan ekspresi senang. Oke, akan kuikuti alur permainanmu, Mas!              “Makanlah, Sayang. Yang banyak.” Mas Bayu berkata. Dia tak melepaskan matanya dariku sedikit pun.              Mau tak mau, aku mulai memakan burger pemberian Mas Bayu. Dalam hati aku berdoa agar Allah melindungiku. Aku belum mau mati konyol, sebelum mengungkap kejahatan Mas Bayu yang diam-diam sepertinya akan menusukku dari belakang.              Satu gigitan, dua gigitan, hingga tiga gigitan. Tak ada ta
Baca selengkapnya
7
Semua makanan yang dibeli Mas Bayu termasuk segelas ukuran besar minuman bersoda kumusnahkan ke ke dalam toilet. Burger dan ayam kucabik jadi potongan kecil. Sekepal nasi pun kuawur-awur terlebih dahulu agar berderai dan mudah tenggelam. Untuk minuman bersoda kubuang ke dalam saluran air kamar mandi. Kini, tersisa bungkus dan tulang ayam saja. Sengaja semuanya kembali kumasukan ke dalam paper bag yang Mas Bayu bawa tadi, kemudian kubuang dalam tong sampah dapur.              Saat Mas Bayu dan adiknya pergi, aku pun gegas mengemaskan diri. Mandi, bertukar pakaian, dandan yang cantik, kemudian memutuskan untuk keluar rumah dengan menaiki sepeda motor pembelian Mas Bayu. Lihatlah istrimu yang katamu sangat cantik dibanding SPG-SPG seantero mal ini, Mas. Dia mengikhlaskan kamu pergi dengan adikmu dengan menaiki mobil. Sedangkan istrimu harus ikhlas hanya naik motor saja. Benar-benar suami tak berperi kemanusiaan!
Baca selengkapnya
8
Tenang, Ris! Jangan gegabah! Santai saja. Begitulah ucapku dalam hati. Semencekam apa pun pertanyaan Mas Bayu, aku harus menjawabnya dengan sesantai mungkin.              “Iya. Kok, tahu?” sahutku dengan nada cuek. Aslinya jantungku seperti mau lepas dari cangkangnya. Sumpah, ini pengalaman paling menegangkan yang pernah kualami seumur hidup!              “Kenapa nggak bilang? Kamu emangnya ke mana?”              Semakin teraduk-aduk dadaku. Lambungku seketika terasa perih. Saking paniknya, asam lambung serasa mau keluar ke mulut. Ya Allah, bantu aku buat tenang!              “Lho, kan, Mas juga keluar. Masa aku nggak boleh keluar, sih?” Bibirku sudah gemetar.
Baca selengkapnya
9
“Sudah. Ini baru sampe. Radarmu kuat juga, Mas?” Aku sengaja menyindir. Agak tergopoh memasukan anak kunci ke dalam lubangnya. Perasaan was-was kini melingkupi. Tuhan … tolong lindungi aku.              “Iya, dong. Namanya juga suami-istri. Wajar kalau feelingnya kuat. Hehe.” Tawa Mas Bayu malah membuatku merinding. Napas ini bahkan sampai tersengal saking cemasnya. Sial. Laki-laki ini lihai membuatku sport jantung.              Pintu berhasil kubuka. Terdengar derit engsel yang malah semakin membuat bulu kuduk merinding. Andai saja rumah orangtuaku dekat dari sini, aku pasti sudah lari ke mereka. Sayang, tempat tinggal Ayah-Ibu ada di pelosok gunung sana. Jarak tempuhnya hampir 100 kilometer dari sini. Pulang ke sana juga tak memberikan solusi. Yang ada, aku pasti dimarahi sebab kabur-kaburan dari suami yang
Baca selengkapnya
10
“Bercanda, Sayangku! Hahaha kenapa diam? Ya ampun, kamu pasti kaget, ya? Jangan serius-seriuslah, Sayang. I love you, muah!”              Tidak. Sedikit pun aku tak merasa bahwa yang barusan itu candaan. Mas Bayu seperti memang sungguhan tengah mengancamku tadi.              “Bercandamu tidak lucu!” kataku kesal seraya bangkit dari sofa.              “Eh, lucu, dong. Tuh, buktinya kamu kesel. Hehe. Udah dulu ya, Sayang. Kamu mau dibawakan apa nanti pas aku pulang?”              “Aku udah kenyang!” kataku menggerutu kesal. Degupan jantung ini masih saja cepat bertalu di dada. Aku harus semakin waspada. Harus! Kalau perlu, akan kulaporkan ke polisi bi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status