"Sampe kapanpun lo nggak bakal ngerti! NGGAK ADA YANG BIKIN LO MARAH SAMPE PENGEN PROTES KE SEMUA ORANG! Nggak ada!"
~Randi
6 Tahun yang lalu. Hari kecelakaan.
Saat sampai di depan kelas, dia melihat pemandangan yang sudah terasa hawa-hawa pertengkarannya. Dia melihat Nilam yang sudah menekuk wajah dan Randi yang pindah dari bangkunya ke bangku pojok belakang.
Rania langsung paham, pasti mereka sedang berselisih lagi hari ini. Dihelanya nafas berat,
“Kali in
“Jika terjadi sesuatu pada orang tuanya, ia masih belum sempat berpamitan kepada mereka. Bahkan terakhir bertemu mereka, ia hanya membuat dosa, dan dosanya masih terasa sampai sekarang, dalam bentuk tenggorokan sakit karena tersedak tulang ikan akibat bertengkar dengan sang ayah.” ~ Rania, Randi, dan Nilam terlihat berlarian di koridor sekolah mereka, terlihat tergesa-gesa dan hampir menubruk semua hal yang menghalangi jalan mereka. “Udah dapet?” Tanya Nilam. Wajah Rania memucat, ia sangat khawatir saat ini, tenggorokannya masih sakit, sehingga tidak bisa mengutarakan kekhawatirannya. Randi menoleh ke arah Rania, tidak kalah khawatirnya. Setelah membaca pesan dari ibu Nilam yang mengatakan bahwa oran
“Akan ada masanya, emosi yang tepat arah sekalipun, harus dipikirkan ulang sebelum dilampiaskan.” ~Anonim Rania, Randi, dan Nilam hanya termenung setelah melihat gelengan kepala paman Rania. Nilam menajamkan matanya melihat Paman Rania memeluk keponakannya. Randi masih tidak percaya tentang apa yang baru saja ia lihat. Matanya masih kesulitan bahkan untuk berkedip. Mereka bertiga masih belum menangis, desah nafas pun masih terasa berat karena mereka baru saja berlari-lari. Rania mulai berontak dan tidak percaya dengan apa yang terjadi, ia berlari menuju ke dalam ruang operasi darurat, melepaskan pelukan sang paman. Randi dan Nilam mengikuti Rania, bedanya, mereka melangkah pelan, seperti ketakutan, berharap apa yang ada di pikiran mereka tidak benar-benar terjadi. Diteguknya air liur pelan, Nila
“Ada berbagai macam peran wanita sebagai ibu di dunia ini. Ada mereka yang menjadi ibu untuk melahirkan. Ada mereka yang menjadi ibu untuk mengasuh anak/tak bisa melahirkan. Ada wanita yang menjadi ibu dengan melakukan keduanya.Mereka semua ‘ibu’ dengan perannya masing-masing. Tanpa berat sebelah. Semuanya rata-Sama.”~PutkerrSuasana lorong rumah sakit terasa begitu suram walau ada banyak orang di sana. Pak Yanto Mahendra, Paman Rania beserta sang istri di sampingnya yang masih tidak percaya apa yang sedang terjadi hanya diam menatap lurus ke arah pintu UGD.Polisi lalu lintas dan guru disiplin SMA Negeri Harapan Bangsa hanya duduk terdiam di kursi tunggu dengan wajah lesu. Penurunan emosi yang sesaat serta secara tiba-tiba m
“Inget ya, lebih baik nikmati debat sama Mama lo yang masih ada, daripada nanti lo nyesel ngangenin dia”~RaniaSore menjelang malam di salah satu kota metropolitan. Langit mulai menunjukkan transisi menuju sisi gelap di arah barat. Kebetulan sekali petang ini siluet jingga datang lebih lama, menerangi jalan yang sedang disibukkan banyak kegiatan di atasnya. Pantas saja, bertepatan dengan jam pulang kantor, jalan tak lagi terlihat warna abu-abu khasnya, tertutup kerumunan sepeda motor, mobil, dan angkutan umum yang suara klaksonnya bersahut-sahutan.Di dalamnya terdapat orang-orang dengan wajah lelah, kusam, dan masih belum tersapu
“Masa yang sangat kelam bisa datang dan menghancurkan hidupmu kapan saja. Tapi bukan berarti kamu tidak bisa bahagia.”~Rania dan Nilam terlihat keluar dari café itu. Karena kondisi sedang hujan, mereka memutuskan untuk menepi di teras café. Rania berdiri di samping kiri, Nilam di tengah, dan Randi yang baru keluar dari café berdiri di kanan Nilam. Agak lama mereka berdiri di sana, menyaksikan datangnya rintik hujan yang walau datangnya sedikit-sedikit, tetap saja akan membuat baju basah jika memaksa pergi di bawahnya. Sama sekali tidak ada pembicaraan di antara 3 manusia yang sudah seperti manekin pajangan toko baju itu.Rania hanya menatap nanar ke depan, di antara mobil dan motor yang lewat di persimpangan jalan dengan mata yang bahkan tidak berniat berkedip saking tidak ma
“Beberapa perpisahan tidak ada kata selamat tinggal di dalamnya.”~Rania“Rania welcome!” Seru Mama Rania dari dalam rumah.Di samping wanita paruh bayah yang berwajah teduh itu terdapat wanita yang berusia sebaya dengan sang kakak, memakai baju polisi dengan pangkat balok dua di pundaknya.Wanita itu adalah calon kakak ipar Rania. Saat ini, adalah hari pertama sang kakak membawa kekasihnya ke rumah secara resmi untuk membicarakan pernikahan, padahal sudah hampir 8 tahun sejak mereka pacaran.Rania, di dalam pikirannya bergelut bahwa sang kakak sengaja menunda pernikahan karena mengk
“Tapi mau tidak mau, jika ingin mengetahui kejelasan dari seluruh kisah yang membuat kepalanya kesakitan ini, dia harus menerima rasa sakit dan bertahan sebentar di sana.”~6 Tahun yang lalu.“Lo nggak capek berantem mulu sama Mama lo?” Mulai Rania mengomel di pagi hari karena masalah Nilam dan mamanya lagi.“Jawaban gue tetep sama. Sekeras apapun lo nasehatin
"Dia hanya ‘menyiapkan’ apa yang sudah ia temukan dan membiarkan Rania yang menyusun sendiri puzzle yang sudah coba dirinyaa kumpulkan.” ~Papa Rania (Bapak Yanto) “Tadi pagi Rania bilang dia nggak kerja hari ini.” Ucap Jovan. Saat ini, ia sedang berada di meja makan untuk sarapan pagi bersama Papa dan Mamanya. “Kemana dia pergi, pagi-pagi banget?” Tanya sang Mama. “Kampung Salak.” Jawab Jovan yang membuat semua orang bertatapan. Ada perasaan bergemuruh dari dalam diri mereka masing-masing. Ada trauma tersendiri dari kampung itu untuk keluarga mereka. Kampung Salak merupakan kampung as