Ternyata Pak Gilang adalah selingkuhannya Ana. Astaga, kenapa Ana sampai nekat seperti itu hanya karena ingin hidup yang lebih layak?
Mas Zaki tidak memberikan fasilitas kepada Ana dikarenakan Ana hanya anak jalanan. Berbeda denganku, anak dari pemilik PT. Keramik Jaya. Salahnya Mas Zaki kenapa ia menolak perjodohan itu? Kini, ia jadi terjebak cinta dua wanita. Tak mau melepaskan Ana, tapi tetap menginginkan aku juga.
Sampai pada akhirnya, aku dan Ana dipertemukan saat pertemuan dengan Pak Gilang. Aku rasa Mas Zaki cemburu, makanya ia mengajakku buru-buru pergi dari restoran tersebut.
Di sepanjang jalan, ia emosi dengan Ana. Aku tetap berusaha menenangkan Mas Zaki yang agak keras kepala.
"Argh ... kesel aku Lit, masa Ana memilih laki-laki semacam Pak Gilang?" tanyanya kesal.
"Loh, memang kenapa? Bukankah usiamu dengan Pak Gilang hanya beda 2 tahun? Kalau dibandingkan dengan Ana memang agak jauh, tapi tidak ada salahnya dengan mereka. Pak Gilang masih sendiri, dan Ana sudah kamu talak, Mas." Aku sedikit membela Ana, karena jika Mas Zaki cerai dengannya, aku pun akan menikah dengan Mas Zaki secara hukum.
Untuk saat ini, aku hanya menikah siri dengannya, itu juga dilakukan secara diam-diam. Entahlah, papa dan mama juga menyetujui ini semua. Sepertinya memang ada ikatan perjodohan antara aku dan Mas Zaki.
"Aku antar kamu, ya." Akhirnya ia enggan membahas ini lagi. Aku pun terdiam, hanya mengangguk sambil menghela napas dalam-dalam.
Setelah sampai ke rumah, Mas Zaki pun langsung ke bengkel. Ia sedang tidak mood untuk bicara denganku.
"Aku langsung pulang, ya!" gumamnya sembari menyodorkan tangannya, ada rasa cemburu di hatiku. Kenapa ia murung setelah melihat Ana berdua dengan Pak Gilang? Itu artinya, ada rasa sayang yang amat berlebihan padanya.
"Kamu hati-hati, ya Mas." Aku pun masuk ke dalam rumah, kemudian mengganti pakaian untuk segera istirahat.
Tidak lama kemudian, telepon berdering, ternyata panggilan masuk dari papa.
"Halo, Pah."
"Lita, Papa boleh minta tolong?" tanyanya.
"Ya, Pah."
"Ini menurut asisten Papa, kita menang proyek, ada jasa properti yang akan memakai perusahaan kita untuk segala keperluan pembuatan rumah."
"Oh bagus dong, Pah."
"Itu dia, ada undangan rapat tapi tempatnya di rumahnya," tukasnya.
"Oh, jadi Papa tidak bisa hadir?" tanyaku sudah dapat menebak. Pasti papa menyuruhku untuk mewakilinya.
"Papa minta kamu dan Zaki yang hadir," pintanya.
"Baiklah, kirim alamat lengkapnya, aku hubungi Mas Zaki dulu, dah Papa ...." ujarku mengakhiri telepon.
Papa mengirimkan alamatnya melalui chat W******p, kemudian aku segera menghubungi Mas Zaki untuk bersiap-siap ke rumah orang yang memiliki bisnis properti besar itu.
"Mas, lima belas menit lagi aku jemput kamu di bengkel, ya."
"Loh ada apa?" tanyanya. Sepertinya ia baru tiba di bengkel.
"Kita diundang untuk menghadiri rapat terbuka." Suara bising di sana membuatnya tak mendengar ucapanku.
"Lita, nggak kedengaran!" teriaknya. Ia teriak di sana kedengaran sampai telingaku, tapi saat aku berbicara, ia tak mendengar ucapanku. Lebih baik aku langsung menuju ke bengkel saja.
Rapat terbuka di sebuah perumahan rumah mewah, tempat para pengusaha tinggal. Aku harus tampil cantik, dan Mas Zaki akan kubawa kan jas yang benar-benar cocok untuknya.
Setelah mematikan teleponnya, aku membawa mobil yang Mas Zaki belikan saat mengetahui aku hamil. Dress untuk wanita hamil berwarna hitam agar tetap terlihat langsing telah kukenakan. Parfum wangi juga telah kusemprotkan di seluruh tubuh.
Setelah sampai di bengkel, Mas Zaki pun terkejut dengan kedatanganku. Ini akibat saat telepon suara bising di bengkel.
"Loh, kamu sudah cantik mau ke mana?" tanyanya heran.
"Kita akan menghadiri rapat terbuka, Mas," sahutku sembari memberikan kostum yang akan Mas Zaki kenakan.
"Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu," pamitnya kemudian masuk ke dalam. Sementara itu, aku menunggunya di depan.
Selang beberapa menit.
"Sudah, yuk!" ajaknya sembari membawa kunci mobil.
"Mobilku saja, Mas," imbuhku.
Kami langkahkan kaki ke rumah pemilik perusahaan yang akan menggunakan PT. Keramik Jaya sebagai kepercayaan mereka.
Setibanya di sana, aku lihat sudah banyak mobil yang datang. Rumah megah bak istana itu terlihat ramai dikunjungi oleh para undangan. Sepertinya memang lumayan banyak yang diundang. Mungkin rekan bisnisnya banyak, maklumlah pebisnis properti besar yang aku kunjungi rumahnya. Bukan hanya bisnis properti, kononnya ia pun memiliki sebuah perusahaan besar di kota ini.
Kami langkahkan kaki berdua secara bersamaan dan bertemu penerima tamu di sana. Tidak ada yang kami kenal di sini. Namun, sudah ada nama kami berdua dalam undangan ini. Bukankah yang diundang adalah papa? Kenapa nama kami berdua sudah ada di buku penerima tamu?
"Ramai sekali, Lit. Pengusaha semua yang hadir, Mas kok jadi insecure!" pungkasnya.
"Untuk apa insecure, Mas Zaki juga memiliki bengkel ternama di kota ini."
"Levelnya beda, Lit, ini sih sudah setara sultan," bisiknya. Aku tertawa kecil mendengar penuturan Mas Zaki tentang hal ini.
Kami masuk ke dalam rumah yang megah. Meskipun rumahku terbilang sudah bagus, tapi ini berbeda. Rumah yang serba mahal seisinya. Aku dan Mas Zaki pun terbelalak melihat hiasan dinding dan perabotan lainnya.
Di sudut ruangan, aku melihat sosok Pak Gilang datang juga ke acara ini. Kemudian, di sebelahnya pun ada Ana sedang menggandeng tangannya.
"Mas, Ana juga datang berserta Pak Gilang." Aku menunjuk ke arah wanita berpakaian elegan yang sedang menggandeng laki-laki yang bukan suaminya.
"Astaga, kenapa ketemu mereka lagi sih?" sungutnya kesal. Mungkin ia pikir ini pertemuan antara dua perusahaan yang join.
"Mas, Pak Gilang kan juga bukan orang sembarangan. Beliau banyak dipercaya oleh beberapa perusahaan, yang tidak habis pikir Ana kenapa ada di samping Pak Gilang terus?" gumamku. Banyak pertanyaan timbul saat Ana muncul sebelahan dengan Pak Gilang.
Tiba-tiba kulihat Pak Gilang naik ke atas panggung yang sudah tersedia. Ternyata ia adalah pembawa acara pertemuan terbuka ini.
Aku dan Mas Zaki mulai memperhatikan Pak Gilang yang akan berbicara di atas panggung.
"Hadirin sekalian, selamat datang dalam pertemuan terbuka ini. Rapat ini terbuka karena akan membicarakan bisnis properti baru dari atasan saya."
Tepuk tangan pun bergemuruh saat Pak Gilang berbicara. Kemudian, ia melanjutkan lagi sepatah dua katanya untuk membuka acara.
"Untuk itu, akan saya panggilkan pemilik perusahaan terkemuka di kota ini, sekaligus pemilik bisnis properti terbesar saat ini."
Tepuk tangan semakin bergemuruh ditambah sorak horay dari para pengunjung. Aku dan Mas Zaki pun turut memberikan tepuk tangan untuknya, sebelum ia memanggil tuan rumah sekaligus pemilik perusahaan yang mengundang kami semua.
Bersambung
Ada yang berdebar-debar jantungnya? Siapa pemilik rumah tersebut? Pasti sudah bisa nebak. Tungguin POV Ana kembali di bab 10.
Terima kasih banyak.
POV AnaAku bergegas pulang ke rumah, ingin segera mengetahui kejutan apa yang telah papa siapkan untukku? Sudah setahun berpisah darinya, kini hari-hariku penuh dengan kejutan-kejutan.Kulajukan mobil dengan kecepatan sedang, agar sampai di rumah dengan selamat. Kebetulan jarak dari rumah Lita ke perumahan tempat papa tinggal tidak terlalu jauh.Setibanya di rumah, ternyata kejutan manis itu adalah kedatangan Sinta, adikku. Lama tak jumpa dengannya, kini ia sudah memiliki gelar sarjana."Halo, Kak!" sapanya."Hai, kamu cantik sekali hari ini," sahutku sambil memujinya. Kemudian aku melihat ke sekeliling rumah yang penuh dengan meja dan kursi. Ada persiapan apa ini? Rasanya terlalu berlebihan jika menyambut kedatangan Sinta mengundang orang. Terlihat dari kursi yang dipersiapkan sebegitu banyak."Hari ini akan banyak kejutan untukmu, Sayang. Kedatangan Sinta hanya kejutan kecil yang Papa berikan," sambung papa sembari menghampiriku.
Setelah terjeda beberapa detik, Pak Gilang segera melanjutkan penyambutan orang tuaku. Semua yang menyaksikan tiba-tiba hening, tak ada seorangpun yang bersuara, termasuk Lita dan Mas Zaki.Kemudian, papa dan mama turun dari tangga ke anak tangga lainnya. Semua para tamu undangan seketika menyorot mereka berdua. Terlebih-lebih Mas Zaki dan Lita, mereka mulai saling beradu pandangan. Sedikit-sedikit Mas Zaki menoleh ke arahku. Ada rasa heran terpancar di matanya.Setelah anak tangga terakhir yang orang tuaku injak, Pak Gilang segera mempersilahkan kembali mereka berdua untuk segera menaiki panggung."Marilah kita sambut, Pak Ardi Dinata beserta Bu Fatma Ningtyas. Kepada Pak Ardi dan Bu Fatma, diperkenankan untuk naik ke atas panggung," tutur Pak Gilang mempersilahkan orang tuaku naik ke atas panggung.Aku tersenyum tipis ke arah mereka berdua. Aku rasa di hati mereka sedang bertanya-tanya, untuk apa aku merahasiakan jati diri ini terhadap mer
Nama jalannya seperti dekat bengkel Mas Zaki, tapi alamat lengkapnya bukan. Sinta menambah volume televisi tersebut, dan kami perhatikan seksama."Pah, itu rumah temanku kan? Ayumi!" teriak Sinta sambil menepuk paha papa.Aku hanya memperhatikan lingkungan sekitarnya, tepat sekali itu adalah rumah Ayumi, temannya Sinta."Oh, Ayumi teman SMA kamu dulu?" Papa berusaha mengingat nama yang Sinta sebut."Itu dekat dengan bengkel Mas Zaki, Pah," tunjukku. Kemudian kami perhatikan kembali berita yang sedang disiarkan secara langsung."Suasana di lingkungan semakin ricuh, banyak orang malah memanfaatkan situasi saat kebakaran berlangsung. Menjarah ke berbagai toko dan bengkel." Begitulah pembaca berita menyiarkan berita terkini.Aku dan papa menoleh bersamaan, itu bengkel milik Mas Zaki, secara gamblang terlihat sedang diburu oleh para penjarah."Kak, itu gerbang bengkel sampai roboh gitu!" Sinta terperangah melihat
POV ZakiSaat itu, kupikir undangan yang kami datangi di sebuah perumahan elite adalah undangan terbuka dari orang yang tidak kukenal. Namun, ternyata itu adalah undangan dari keluarga Ana Melissa, istri pertamaku.Kesal saat mendengar pernyataan yang satu demi satu membuka jati diri keluarga dari Ana. Ternyata mereka merahasiakan jati dirinya yang sesungguhnya dariku dan keluarga. Termasuk dari Lita yang tidak lain adalah istri keduaku.Ada perasaan malu saat mendengar mereka bicara di atas panggung. Namun, rasa kesal kepadanya itu yang lebih menggebu-gebu. Apalagi mereka sengaja bekerja sama dengan keluarganya Lita. Untuk apa semua itu? Apa ada dendam yang sedang mereka rencanakan?"Lita, kita pergi dari sini," bisikku setelah mengetahui bahwa Ana adalah pemilik rumah tempatku berdiri. Jangan sampai ia mengejutkan satu hal lagi. Aku yakin setelah ini akan ada pengumuman pertunangannya dengan Pak Gilang.Lita pun hanya mengangguk, la
POV Zaki "Siapa bilang Ana mandul?" sanggah Pak Ardi, papanya Ana. Jantungku berdetak kencang saat ia tiba-tiba muncul di kantor polisi. Aku bergeming, kemudian Pak Ardi menghampiri polisi untuk memberikan bukti bahwa Ana tidaklah mandul. "Selamat sore, Pak Ardi. Silahkan duduk!" Komandan polisi mempersilahkan Pak Ardi beserta pengacaranya duduk. "Saya tidak ingin basa-basi, cepatlah kurung laki-laki, ini bukti bahwa Ana, anak saya tidak mandul. Ia sehat, hanya saja rezekinya belum berpihak," tegasnya. Aku hanya mampu menghela napas dan mengembuskannya kembali. Rasanya tidak bisa melawan di hadapan pria yang ternyata adalah bukan orang main-main. Polisi menelaah bukti yang ia pegang. Pak Ardi benar-benar tidak dapat diragukan lagi. Lembaran kertas hasil pemeriksaan medis atas nama Ana Mellisa itu sedang dibuka satu persatu. Pengacaraku pun hanya menggelengkan kepalanya. Sepertinya sudah sulit melawan orang kaya ray
Tiba-tiba Sinta teringat bahwa ia sedang mendekap tubuh Dimas. Kemudian, ia melepaskannya hingga terlihat malu."Maaf, tadi kaget dan takut," jelas Sinta malu. Wajahnya yang cantik dan putih kini tiba-tiba memerah."Ehem ... Kakak jadi malu nih, eh keceplosan," ledekku. Kemudian wajah Dimas yang datar tiba-tiba tersenyum tipis."Saya lihat lingkungan sekitar, ya," imbuhnya."Jangan, di sini saja. Jangan tinggalkan kami berdua!" rengek Sinta. Kemudian Dimas pun tidak jadi melangkahkan kakinya.Entahlah, siapa orang yang telah meneror kami berdua. Melemparkan batu dan membuat ban mobil kami sobek.Aku ambil ponsel yang masih berada di dalam mobil. Kemudian, kuhubungi papa agar menjemput kami berdua. Namun, Dimas melarang untuk meminta dijemput."Aku hubungi Papa dulu, mau minta jemput," kataku sambil mencari kontak papa."Saya antar kalian saja. Ini sudah malam, kalau kalian nunggu dijemput, mau sampai j
POV YuniSemenjak bengkel Mas Zaki yang dijarah oleh orang yang tidak bertanggungjawab, aku dan mama mulai kelimpungan dengan uang. Terlebih Mas Zaki tiba-tiba ditahan atas tuduhan perzinahan oleh Mbak Ana. Memang sedari dulu aku sudah curiga dengannya, suatu saat pasti wanita yang bernama Ana itu menjadi biang masalah di keluargaku.Ada berlian-berlian yang aku beli dari arisan bersama teman-teman. Begitu pula dengan mama, ia masih menyimpan beberapa perhiasan yang di lemarinya.Aku dan mama berinisiatif untuk menjual sejumlah berlian dan perhiasan emas yang kami miliki. Untuk proses renovasi bengkel yang rusak akibat penjarahan."Kita jual saja berlian dan perhiasan emas yang kita miliki, Mah," usulku."Apa tidak sayang? Coba minta bantuan Lita untuk merenovasi bengkel, masa iya dia mau senangnya saja, susahnya tidak mau ikut memikulnya!" sanggah mama."Aku nggak yakin Mbak Lita mau membantu, dia saja semenjak nikah dengan Ma
POV LitaMertuaku datang ke rumah hanya ingin meminta bantuan bengkel Mas Zaki direnovasi. Tidak ingat mereka yang mengirim pengacara hebat untuk Mas Zaki adalah papaku.Aku tetap dendam dengan perlakuan Ana padaku. Namun, tidak mungkin memutuskan perjanjian kerja sama antara bisnis properti dengan PT. Keramik Jaya. Mereka bisa menuntut dikembalikan uang muka yang telah mereka berikan.Ternyata bukan hanya aku yang sakit hati atas perbuatan Pak Ardi Dinata. Papa juga ikut sakit hati atas ini semua. Ia merasa dimanfaatkan dalam hal ini olehnya. Membuat kerja sama alih-alih hanya untuk memamerkan bahwa mereka adalah pemiliknya."Lita, Papa sudah memilih laki-laki yang akan Papa kirim untuk membuat salah satu anak dari Ardi Dinata jatuh cinta. Kemudian, dengan begitu kamu bisa sambil meneror kedua anaknya itu," pungkas papa. Idenya sangat cemerlang, sekali dapat langsung dua ide sekaligus."Teror? Aku lakukan teror apa?" tany