"Kita selesai. Aku bosan denganmu. Ini cek untukmu!" Pria itu melemparkan selembar cek ke wajah Rania, disusul dengan perkataan selanjutnya yang bagaikan petir di siang hari. “Jangan pernah temui aku lagi!”
Pria itu bernama Reza, sugar daddy-nya Rania selama tiga bulan belakangan. Padahal, rasanya hubungan mereka baik-baik saja. Reza juga terlihat begitu mengasihinya, berlaku lembut padanya. Tidak ada tanda-tanda akan hubungan mereka yang akan kandas dalam waktu seumur jagung ini.
Rania berdiri mematung. Matanya berembun menahan tangis. "A-aku gak mau uang kamu, Za. Aku sayang banget sama kamu, aku–”
“Kamu lupa status kamu apa?” Mata Reza menatap garang ke arahnya. “Kamu bukan kekasihku. Dan kutekankan sekali lagi, aku sudah bosan.” Sejurus dengan itu, pria tersebut mendorong Rania dengan kasar.
Tangan yang dulu memberikan rasa penuh kenikmatan yang semakin lama semakin membiusnya menikmati permainan Reza, memaksanya mengeluarkan teriakan kenikmatan yang tak bisa ditahannya, tangan yang berhasil menggiring Rania menuju puncak gejolak rasa dan membuatnya ketagihan, terbius dengan angan cinta yang nikmat yang membuatnya merelakan mahkotanya sebagai wanita direnggut dan dinikmati oleh Reza, kini tangan itu menyakitinya dan memaksa Rania menjauh.
“Ta-tapi, Za–”
"Sudah kubilang jangan pakai perasaan." Ada seringaian di akhir kalimat tersebut. Seolah itu semua belum lengkap, Reza menambahkan kembali garam pada luka Rania yang masih menganga segar. “Setelah pertemuan ini, kamu dan aku tidak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi, kalau suatu saat kamu bertemu denganku, anggap saja kita tak saling mengenal, Sweet J.”
Reza melakukan niatnya. Dia meninggalkan Rania. Tak ada lagi panggilan telepon, pesan manis dan tak ada lagi sentuhan hangat yang memanjakan Rania.
Luka Rania seolah belum usai. Ia yang masih berusaha menemukan jalan keluar dari jeratan rindu pada Reza kini sudah dihadapkan oleh masalah baru.
Rania yang pingsan saat ujian akhir penilaian tes olahraga atletik, dibawa ke klinik di samping sekolahnya. Dari sanalah gurunya tahu Rania sudah mengandung dua bulan.
Rania sendiri tak menyadari ini. Tapi nasi sudah menjadi bubur, berita tersebar cepat, semua orang di sekolahnya tahu, orang tuanya pun dipanggil hari itu juga. Keduanya merasa tercoreng wajahnya. Mereka memaki Rania dan yang paling menakutkan, meminta Rania menggugurkan kandungannya.
Apakah Rania tega membunuh darah dagingnya sendiri meski usianya masih dua bulan?
"Tidak ada negosiasi Rania! Kamu pergi dari sini dan jangan anggap kami orang tuamu lagi kalau kamu masih mau mempertahankan janin itu!"
"Pa, ingatkan juga, kalau dia tetap mempertahankan anak haram itu, namanya akan dicoret dari daftar ahli waris keluarga!"
Meski Rania sudah menangis memohon ampun, berjanji tak akan mengulangi kesalahannya lagi dan akan berjuang untuk memperbaiki nama keluarga dengan prestasinya nanti … kedua orang tuanya tetap pada prinsip mereka. Tak ada istilah berdamai jika Rania tetap mempertahankan janinnya.
"Ma, maa maaa, anguuuuun Maaa, Acha mo cucu! Mo cucu maaa!"
Suara rengekan dari satu-satunya harta yang ia punya memutus ingatan buruk Rania akan masa lalu. Saat itu, Rania akhirnya memutuskan untuk pergi dari rumah orang tuanya dan membesarkan anak dalam kandungannya seorang diri.
Bukan mudah Rania melewati masa-masa sulit menghidupi dirinya sendiri dan membesarkan Marsha hingga bocah itu berusia lima tahun. Penuh suka duka yang dilaluinya sebagai single parent. Rania harus berjuang ekstra, apalagi usianya saat mengandung Marsha masih tujuh belas tahun.
Tapi Rania tak pernah menyerah. Meski sakit, pedih, kadang hanya tangisan sambil memandangi anaknya yang terlelap yang bisa melegakan hatinya, dia tetap berjuang demi anak yang dicintai dan menjadi satu-satunya harapan besar dalam hidup Rania.
Hidupnya lima tahun belakangan ini sudah lebih baik. Namun, waktu rupanya ingin kembali mengujinya. Pagi ini, Rania yang bekerja sebagai sekretaris seorang CEO di sebuah perusahaan ternama membulatkan matanya karena terkejut.
Berdegup jantung Rania melihat sosok yang hampir enam tahun ini tak pernah ditemuinya. Sosok yang selama ini dirindukannya, sosok yang sering membuatnya menangis dan tertawa mengingat masa lalu. Sosok yang memang sulit dilupakannya.
‘Ti-tidak mungkin!’
"Perkenalkan, Beliau adalah Pak Reza Fletcher Clarke, cucu dari pemilik Shining Star Group yang akan menjabat sebagai CEO di Light Up."
Kalimat atasan Rania itu membangunkan Rania dari rasa keterkejutannya. Ia mengerjapkan mata, sebelum akhirnya memegang dadanya guna berusaha menormalkan degup jantungnya kembali.
'Dia tak menginginkanku lagi. Aku cuma sugar baby-nya dulu. Belum tentu juga dia akan kenal denganku, jadi, sebaiknya aku bersikap profesional.’
Namun, di sisi yang lain … pikiran buruk lainnya datang menghampiri. Apakah dia bisa bekerja profesional dengan Reza sebagai bosnya, jika pria itu ingat siapa dia? Atau haruskah dia memberitahu Reza kalau dia memiliki anak darinya? Bukankah Rania masih menyimpan rasa padanya?
Sungguh pikiran yang menyita membuat Rania makin larut dalam lamunan dan ketakutannya itu.
"Rania!"
"Eh, i-iya Pak.”
Rania tenggelam dalam lamunannya sampai tak sadar kalau sudah berkali-kali namanya dipanggil oleh atasannya yang lama. Rania tak biasanya begini. Hilang fokus, padahal mereka ada di acara penyambutan CEO baru di aula pertemuan. Tahu tugas yang seharusnya ia lakukan sedari tadi, Rania segera mengambil nampan yang telah berisikan air mineral dalam gelas untuk diberikan pada Reza.
Namun apes, sepatu Rania tersandung karpet … dan PRANG! Melayanglah semua yang ada di nampan itu.
Dan suara yang tak diharapkan Rania membuatnya menggigil ketakutan.
"Taruh surat pengunduran dirimu sebelum jam makan siang di meja kerjamu! Dan sekarang juga kemasi barangmu!"
‘Haduh, bagaimana ini?'Hati Rania ciut mendengar pernyataan bos barunya. Tapi apa yang bisa dia katakan sebagai pembelaan agar tidak dipecat?“.... anggap saja kita tak saling mengenal, Sweet J.”Rania masih ingat betul apa yang dikatakan Reza Fletcher Clarke di hari terakhir pertemuan mereka dulu. Rania yakin, Reza masih mengenali wajahnya. Tapi sikapnya tetap dingin dan menunjukkan seolah mereka tak pernah ada hubungan satu dengan lainnya.Melihat kesalahanya barusan, Rania dihadapkan pada keputusan pahit Reza yang membuatnya bisa kehilangan sumber mata pencarian satu-satunya. Reza memang tak pernah benar-benar peduli padanya. Hanya sebatas sugar baby-nya dulu. Kontrak selesai, hubungan mereka selesai juga.Perih dan sedih hati Rania memikirkan nasib dirinya dan putri satu-satunya itu. Rania yakin, Reza juga tak akan mau mengakui anaknya dan Rania juga belum tahu bagaimana kehidupan Reza sekarang.Tapi satu hal yang Rania tahu, dia akan mengalami masalah finansial seandainya dipeca
“Jadi, begini karyawan terbaik Light Up?” Rentetan kalimat penuh emosi Rania yang nyaris membuat napasnya sesak itu disambut dengan kalimat dingin Reza. Mata pria itu menatap sanksi pada Rania yang berdiri dengan tubuh gemetar menahan kesal. “Pantas saja perusahaan ini bangkrut dan hasil data menunjukkan kemunduran dari tahun ke tahun. Ayo David!”BRAK!Rania meringis pelan ketika pintu sudah ditutup keras dan dirinya tinggal seorang diri di sana, sementara Reza dan David–asistennya sudah pergi menghadiri rapat.Bukankah statusnya sebagai sekretaris CEO Light Up Rania harus membantu bos-nya meski ada notulen rapat juga, itu masih kewajibannya hadir mendampingi bosnya, bukan?Tapi Kenapa Reza tadi pergi begitu saja tanpa mengajaknya? Ataukah Rania disuruh mencari lagi semua kesalahannya dari kertas-kertas yang disebar di seluruh ruangan itu dan tak perlu ikut rapat? Atau dia harus bergegas ke sana sekarang karena bosnya sudah pergi duluan?Atau yang terburuk, apa dia sudah dipecat?Kep
“Hai, Sayang!”Wanita itu mendudukkan dirinya di atas pangkuan Reza. Tak lupa, tangannya ia kaitkan di leher sang CEO dengan manja. "I miss you honey! Daddy tadi meneleponku. Dia mengingatkan tentang makan malam keluarga nanti malam. Kamu nggak akan lembur lagi dan kita bisa dinner bareng keluargaku, kan Sayang? Daddy dan mommy sudah sangat merindukan kita, loh."'I-itukah istrinya?'Rania jadi berpikir demikian, sebab wanita itu begitu bangga memamerkan kemesraan mereka di hadapan David, juga dirinya. Terlebih, Reza yang tidak menolak perilaku manja wanita itu, tak mungkin wanita itu bukan siapa-siapa, kan?Tentu tak ada yang bisa dilakukan oleh Rania selain menunduk dan menelan salivanya berusaha untuk tidak mengubah mimik wajahnya dan terlihat biasa saja selama ada dalam ruangan Reza."Hmm, kita akan ke sana.""Yes! Makasih ya Sayang, daddy pasti seneng banget kalo kita dateng. muah!"Bibir wanita itu kembali mengecup Reza yang membuat hati Rania semakin remuk. Sesuatu yang menyesa
"Amar?"“Iya! Om Amal ada di dalem temenin Acha main!”Rania kaget ketika melihat kerajinan tangan yang dipegang oleh anaknya berupa kalung yang dibuat dari manik-manik. Nama pria yang barusan disebut putrinya melingkar di sana, membuat Rania terusik."Hai Rania! Marsha sudah panggil aku, kayaknya aku gak bisa sembunyi lagi deh."Rania langsung menatap sosok yang berjalan mendekat padanya dan Marsha. "Amar? Kenapa kamu bisa ada di sini?""Sekolah ini punya tanteku, Rania. Tante Soraya, istrinya Om Ardy.""Bu Raya?""Hmm. Kebenaran banget ya! Ponakanku ini seneng banget loh liat Marsha sekolah di sini,"Tiba-tiba, Soraya yang barusan namanya disebut juga ikutan mendekat."Amar sama Marsha itu lengket banget. Pokoknya kalau Amar udah dateng, Marsha cuma mau sama dia. Apa-apa berdua, sampe makan aja maunya disuapin sama Amar!" Rania berdiri dengan canggung, terlebih saat ia melihat senyum dari Amar yang terus-terusan dipuji Soraya."Jangan bilang, kamu udah rencanain ini, Mar?” Pandanga
"Kalau kamu memang serius denganku, Aku ingin kamu menikahiku paling lambat di akhir bulan ini," akhirnya Rania memberikan kesempatan"Pasti aku penuhi syarat tadi Rania! Dan terima kasih ya untuk kesempatan yang sudah kamu berikan padaku. Aku akan berjuang untuk menjadi papa yang baik bagi Marsha!"Wajah kegembiraan dari Amar yang sudah berjuang bertahun-tahun untuk meluluhkan hati Rania memang tidak bisa ditutupi lagi.Dia sangat senang karena perjuangannya akhirnya membuahkan hasil. Tapi tidak dengan Rania yang merasa dirinya seakan sangat kejam pada Amar. Rania bahkan kesal pada dirinya yang seakan ingin menolak tubuh amar dan mendorongnya saat pria itu mengecup dahinya dan memeluk Rania untuk mengungkapkan semua rasa bahagianya."Pulang Mar. Udah malam nih. Aku nggak enak kalau kamu ada di sini malam-malam begini karena kita udah sama-sama dewasa."Rania tahu Dia kejam dengan menyuruh Amar seperti itu karena memang dia tidak memiliki rasa apapun di dalam hatinya untuk seseorang ya
"Ganjen!""Mood booster Ran," bujuk Amar merengek."Enggak Amar! Sampai ikatan kita resmi!""Eh, pelit banget!""Bye Amar!"Rania memilih menyelamatkan hatinya dari mobil Amar sebelum pria itu melakukan modus lainnya.Rania belum siap! Rania takut jika dia bermain hati dengan Amar nantinya dia akan menyakiti Amar lebih dalam. Rania masih berpikir apakah keputusannya ini adalah yang paling tepat atau tidak?Menyerahkan dirinya pada Amar karena ingin kehidupan putrinya Marsha terjamin. Ini terkesan konyol. Menikah hanya karena uang. Apakah ini yang Rania inginkan? Apa tidak ada solusi lain untuknya?Pagi ini sesampainya di kantor pikiran ini yang merajai pikiran Rania."Selamat pagi Bu Rania!""Oh! Selamat pagi, Pak David, Selamat Pagi Tuan Clarke!"Rania sampai tak sadar kalau dia duduk melamun di kursinya dan tak tahu kalau bosnya sudah datang. Bahkan Rania tidak membukakan pintu untuk
[Amar, maaf. Aku diminta lembur hari ini dan kayaknya aku baru selesai jam sepuluh atau sebelas malam. Nanti kamu nggak usah jemput aku. Bawa pulang aja Marsha. Aku bisa kok naik taksi online.]Rania tidak mungkin menolak permintaan bosnya apalagi dia masih jadi karyawan di Light Up. Makanya Rania dengan berat hati terpaksa membatalkan rencana Amar. Ada rasa bersalah karena pasti Marsha akan menagih Amar untuk jalan-jalan dan main Timezone.'Mungkin bisa weekend ini? Atau mungkin setelah aku dipecat dari perusahaan ini tiap hari aku bisa nganterin Marsha main Timezone?'Cuma Rania menghibur diri dengan rencana yang dibuat dalam benaknya itu. Dia berusaha profesional kembali ke pekerjaannya dan mengikuti semua yang diperintahkan oleh Reza.Hari ini ada keajaiban, Rania tidak mendapatkan amukan dari Reza seperti biasa di hari-hari sebelumnya. Rania juga bisa bekerja lebih tenang dan tidak ada lagi rasa takut dan cemas dalam hatinya. Setiap
"Amar, ya ampun! Mobilmu seperti pasar malem!" "Hasil karya princess Ran!"Amar hanya berbisik begitu saja tapi tetap mempertahankan senyumnya pada Rania yang justru terlihat kesal."Mana dia?" seru Rania dan meski emosi, dia juga masih menahan suaranya. Rania memang tak pernah mengomel di luar."Acha udah tidur. Aku sengaja membiarkannya tidur dan tidak membangunkannya, sudah malam soalnya."Amar memberi kode dengan matanya sehingga Rania menengok ke arah jok belakang tempat putrinya terlelap."Acha udah kerja keras Ran, karena hiasan di mobil dan lampu-lampu ini termasuk ucapan selamat ulang tahun adalah buatannya. Ini surprise dari kami berdua. Dia antusias banget loh buatnya!"Hiasannya sudah mengalahi mobil pengantin, Ada lampu kelap-kelip LED, dengan glow in the dark tulisan happy birthday, walaupun terkesan norak tapi memang ciri khas anak TK, sudah membuat mobil ranger rover Amar penuh warna.Terenyuh hati Rania. Dia tahu seberapa rewel putrinya kalau sudah punya keinginan,