Share

Bab 2

“Syifa hanya masuk angin biasa Bu, sebentar lagi juga sembuh," jawab Syifa sambil berbaring di tempat tidur.

"Kamu yakin … besok Ibu antar ke puskesmas ya," ajak ibu sambil membelai rambut Syifa dengan lembut.

"Tidak perlu Bu … istirahat sebentar juga sembuh," jawab Syifa sambil tersenyum ke arah sang ibu.

"Kamu yakin Nak, kondisimu sepertinya lemas sekali," ucap sang ibu sambil terlihat khawatir.

"Iya Bu … Syifa baik-baik saja kok," jawab Syifa sambil meyakinkan sang ibu.

"Ya sudah, kalau begitu Ibu ke sawah dulu ya mau bantuin Bapak sekalian antar makanan, kamu istirahat saja, makanan sudah Ibu siapkan di atas meja," jelas sang ibu sambil mulai beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari kamar.

Setelah Bu Sari berangkat ke sawah untuk bekerja dan mengantar makanan ke Pak Ruli yang saat itu berangkat  terlebih dahulu, Syifa pun melanjutkan tidurnya. Setelah sampai di sawah, Bu Sari langsung menyiapkan makan siang untuk sang suami. Setelah makan siang Bu Sari mulai menceritakan tentang kecurigaannya terhadap kondisi Syifa kepada sang suami.

“Pak, Ibu kok curiga sama Syifa ya," ucap Bu Sari sambil menumpuk rantang bekas makanan.

“Memang  Syifa kenapa sampai Ibu curiga sama Syifa, Bapak lihat Syifa baik-baik saja,” jawab Ruli sambil membersihkan giginya dengan tusuk gigi.

“Tadi pagi Syifa bolak-balik muntah di kamar mandi, Ibu jadi curiga jangan-jangan Syifa hamil Pak,” ucap Sari yang langsung mengagetkan sang Suami.

“Hust, kamu jangan asal bicara, tidak bagus mendoakan anak seperti itu," jawab Ruli sambil sedikit kaget.

"Memang  siapa yang doakan Syifa hamil, ‘kan Ibu hanya bilang seperti orang hamil," jelas sang istri ketus.

"Sudah tidak perlu dibahas, Bapak mau turun lagi," jawab Ruli sambil mulai berjalan ke arah sawah.

Setelah mendengar jawaban sang suami, Bu Sari langsung mengikuti langkah Pak Ruli ke sawah. Sambil sedikit kesal Bu Sari mulai menanam bibit-bibit padi ke tanah yang sudah dibajak oleh sang suami. Setelah hari beranjak sore Pak Ruli dan Bu Sari pun bersiap-siap untuk pulang ke rumah sambil membawa satu karung rumput untuk kambing-kambing Pak Kades yang sengaja dipelihara di halaman belakang rumah Syifa .

***

Pembicaraan antara Pak Ruli dan Bu Sari ternyata didengar oleh salah satu sahabat Rudi yang bernama Anjas yang saat itu tidak sengaja melintas di dekat Bu Sari dan Pak Ruli. Setelah mengetahui apa yang terjadi kepada Syifa, Anjas memutuskan untuk segera pulang dan menceritakan apa yang telah diketahuinya. Rudi yang saat itu sedang memainkan gitar kesayangannya tiba-tiba dibuat kaget dengan teriakan Anjas yang sedang berlari menghampirinya.

"Rudi!" teriak Anjas sambil berlari ke arah Rudi.

"Kamu kenapa sih, lari-lari seperti dikejar anjing saja," ucap Rudi sambil memainkan gitarnya.

"Ini lebih gawat dari dikejar anjing, Syifa …" jawab Anjas sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.

"Kenapa dengan Syifa!" bentak Rudi saat mendengar Anjas menyebut nama Syifa.

"Aku tadi tidak sengaja mendengar percakapan antara Pak Ruli dan Bu Sari, mereka bilang kalau akhir-akhir ini Syifa seperti orang hamil, apa jangan-jangan kamu sudah bongkar mesin sama Syifa?" tanya Anjas sambil duduk di samping Rudi yang berusaha tetap tenang.

"Ah ngawur kamu, aku tidak ada nafsu saat melihat Syifa yang hanya gadis desa miskin," jawab Rudi sambil melirik ke arah Anjas.

"Kamu yakin,” ledek Anjas sambil menatap wajah Rudi.

Rudi yang merasa ketakutan langsung berdiri dan masuk ke kamarnya, sedangkan Anjas masih terus berteriak memanggil Rudi yang sedang berjalan ke arah kamar. Rudi yang sudah di dalam kamar mulai cemas dengan apa yang telah dia lakukan kepada Syifa.

"Bagaimana kalau seluruh warga kampung tahu jika aku yang menghamili Syifa, apa lebih baik aku pulang sekarang saja, tetapi tugasku disini belum selesai," ucap Rudi sambil mondar mandir di dalam kamarnya.

"Lebih baik aku pura-pura tidak tahu apa-apa," pikirnya sambil menarik nafas dalam-dalam.

***

“Assalamualaikum,” ucap Bu Sari dan Pak Ruli secara bersamaan sambil masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam," jawab Syifa yang saat itu sedang duduk di meja makan sambil mendengarkan siaran radio kesukaannya.

"Kamu sudah sehat Nak?" tanya sang ibu sambil berjalan ke arah dapur. 

"Alhamdulillah, sudah Bu," jawab Syifa sambil menoleh ke arah ibunya sesaat.

"Ibumu khawatir itu, dipikir Ibu kamu hamil," celetuk sang bapak sambil keluar dari kamar mandi.

“Ya Allah apa yang harus aku lakukan sekarang, sampai kapan aku harus menutupi kehamilanku ini dari Bapak dan Ibu,” pikir Syifa sambil mendengarkan sebuah lagu di radio.

Syifa tidak menjawab ucapan sang bapak, dia hanya tersenyum sambil menikmati lagu kesukaannya yang sedang diputar di radio. Di rumah Syifa tidak ada barang mewah yang terlihat, hanya ada sebuah sofa tua yang diletakkan di ruang tamu, dan sebuah radio tua milik sang bapak sebagai penghilang lelah. Sambil sedikit lemas Syifa berjalan ke arah dapur untuk membantu sang ibu yang sedang memasak makan malam.

"Apa yang bisa Syifa bantu Bu?" tanya Syifa sambil duduk di depan kompor kayu agar tubuhnya sedikit lebih hangat.

"Gak usah, kamu istirahat saja dulu, badanmu sepertinya belum sehat benar," jawab sang ibu sambil memasukkan beberapa kayu ke dalam  kompor.

“Alhamdulillah Syifa sudah sehat, Bapak kok gak ada?" tanya Syifa sambil mencari keberadaan sang bapak.

"Bapak ada di belakang, sedang sibuk sama kambing-kambingnya," jawab sang ibu sambil terus meletakkan kayu dalam tungku.

Syifa pun mulai berdiri dan berjalan ke arah kursi kayu yang tidak jauh dari kandang kambing. Bapaknya memang sangat rajin dalam merawat kambing-kambing milik Pak Kades. Sebagai upah kerja bapak, Pak Kades memberikan seekor anak kambing, tergantung berapa jumlah anak kambing yang di dapat. Bahkan terkadang Pak Kades memberikan sejumlah uang kepada bapak. Setiap kambing diberikan sebuah nama dengan alasan agar lebih mudah dikenali.

"Lagi ngapain Pak?" tanya Syifa kepada sang bapak yang mulai masuk ke dalam kandang kambing.

"Lagi bersih-bersih kandang, kamu kok gak istirahat," tanya sang bapak saat melihat Syifa duduk di sebuah kursi kayu.

"Gak Pak, capek kalau harus tidur terus," jawab syifa.

***

Waktu berlalu dengan begitu cepat, hingga tanpa terasa usia kehamilan Syifa memasuki usia 7 bulan. Untuk menutupi perutnya yang sudah mulai membesar, Syifa selalu menggunakan pakaian yang sedikit lebih besar dari badannya terkadang dia juga menggunakan jaket untuk menutupi perut buncitnya. Hingga suatu hari sang ibu tanpa sengaja melihat perut buncitnya di dalam kamar.

"Assalamualaikum," ucap Syifa sambil masuk ke dalam rumah. 

"Waalaikumsalam," jawab sang ibu sambil berjalan ke arah ruang tamu.

Syifa yang saat itu sudah merasa panas dengan jaket tebal yang dia pakai langsung bergegas masuk ke dalam kamar untuk segera melepas jaketnya. Setelah melepas jaketnya dia pun mulai membelai perut buncitnya. Saat Syifa sedang sibuk berbincang-bincang dengan anak di dalam kandungannya tiba-tiba dia dikejutkan dengan teriakan sang ibu dan suara seperti gelas jatuh.

“Sabar ya Nak, Ibu yakin sebentar lagi Ayahmu akan mengakuimu sebagai darah dagingnya,” ucap Syifa dengan sedikit berbisik dan mengusap perutnya yang telah membuncit. 

“Pak … Bapak, cepat kesini Pak!" teriak sang ibu yang langsung membuat Syifa menoleh ke arah suara.

"Ibu!" ucap Syifa kaget.

"Ya Allah, apa yang sudah terjadi kepadamu?" tanya sang ibu.

"Ada apa sih rame-rame, di dengar tetangga nggak enak kalau teriak-teriak?" tanya sang bapak yang tiba-tiba masuk ke kamar Syifa sambil terlihat khawatir.

"Itu Pak … lihat perutnya Syifa," jawab sang ibu sambil menangis dan menunjuk ke arah perut Syifa yang membuncit.

Dengan perlahan Pak Ruli mulai melihat ke arah perut Syifa dengan rasa penasaran. Ruli yang saat itu terkejut melihat kondisi Syifa langsung berjalan ke arah sang istri yang sedang menangis sambil duduk diatas tempat tidur. Dengan perlahan Ruli dan Sari meminta Syifa untuk duduk di samping mereka.

"Siapa Ayah dari anak itu?" tanya sang bapak kepada Syifa.

"Cepat Nak, katakan siapa yang sudah menghamilimu," paksa sang ibu.

Syifa yang saat itu takut hanya bisa menangis dan menunduk tanpa berani melihat wajah orang tuanya. Berkali-kali Ruli dan Sari bertanya kepada Syifa, tetapi Syifa tetap tidak mau menjawab pertanyaan orang tuanya. Hingga sang bapak merasa kesal dan mulai membentaknya.

"Syifa, cepat katakan siapa Ayah dari anak yang kamu kandung!" bentak sang bapak hingga membuat Syifa ketakutan.

"Ayah anak ini adalah Mas Rudi pak," jawab Syifa sambil menangis.

"Rudi, kontraktor yang sedang membangun perumahan di desa kita itu Nak," tanya sang ibu memastikan.

Syifa hanya mengangguk kecil mendengar pertanyaan sang ibu, sedangkan Ruli yang sudah dipenuhi dengan amarah langsung keluar kamar dan menuju ke rumah Pak Kades. Dengan maksud untuk meminta  bantuan kepada beliau agar Rudi mau bertanggung jawab atas perbuatannya kepada Syifa. Setelah menjelaskan maksud kedatangannya Ruli dan Pak Kades langsung menemui Rudi dan teman-temannya yang saat itu tinggal disalah satu rumah milik Pak Kades.

“Maafkan Syifa, Bu," ucap Syifa sambil menangis.

***

"Assalamualaikum," ucap Pak Kades dan Ruli secara bersamaan.

"Waalaikumsalam, ada apa ya pak?" tanya salah satu teman Rudi yang bernama Anjas.

"Mana bajingan yang bernama Rudi!" bentak Ruli sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

"Maaf Pak sebenarnya ada apa ini, kenapa Bapak-Bapak mencari kawan saya?" Anjas bertanya dengan kebingungan.

"Cepat katakan di mana Rudi, dia telah menghamili Putriku jadi dia harus bertanggung jawab," jawab Ruli sambil menatap Anjas tajam.

Anjas yang mendengar ucapan Ruli langsung  berlari ke arah salah satu kamar. Setelah hampir 10 menit Anjas pun keluar dengan Rudi dan 1 orang temannya yang lain. Melihat Rudi berjalan menghampirinya pak Ruli langsung mendekatinya dan memukul wajah Rudi.

"Bajingan kamu, apa yang sudah kamu lakukan kepada Syifa hingga dia hamil!" bentak Ruli sambil memukul wajah Rudi berkali-kali.

"Bapak jangan asal nuduh ya, siapa tahu anak itu anak laki-laki lain, dan sampai kapanpun saya tidak akan bertanggung  jawab," jawab Rudi sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Ruli.

“Jaga mulutmu bajingan, kamu pikir Putriku perempuan gampangan sampai kamu bisa menghinanya seperti itu,” ucap Ruli sambil menarik kerah baju Rudi.

"Apa ada buktinya jika saya yang telah menghamili putri Bapak," jawab Rudi sambil melepaskan tangan Ruli dari bajunya.

Ruli yang tidak terima dengan penghinaan Rudi langsung menghajar Rudi di depan Pak Kades. Perkelahian antara Rudi dan Ruli pun tidak dapat dihindarkan lagi. Reno dan Anjas yang kebetulan ada di ruang tamu berusaha melerai Rudi dan Pak Ruli. 

Melihat situasi yang begitu mencekam Pak Kades pun mulai memisahkan mereka dan mulai  mencari jalan keluar untuk masalah ini dengan cara musyawarah yang baik. Awalnya Pak Kades meminta Pak Ruli menjelaskan kronologi kejadian yang menimpa Syifa. Setelah Pak Ruli selesai menjelaskan tentang apa yang menimpa Syifa, kini giliran Rudi yang tetap mengelak jika anak itu bukan karena perbuatannya. 

Karena dirasa belum ada titik temu dalam masalah ini, Pak Kades meminta salah satu teman Rudi untuk menemui Syifa dan ibunya, agar mereka segera datang ke rumah. Beberapa saat kemudian Syifa pun datang bersama sang ibu, dengan perlahan dan sambil menangis Syifa mulai menceritakan kronologi tentang hubungan terlarangnya dengan Rudi. Mendengar penjelasan Syifa, Pak Kades pun meminta Rudi untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

"Anak ini memang anak Mas Rudi, saat itu kami melakukan hubungan terlarang itu di gubuk tua yang ada di tengah sawah," jelas Syifa kepada Kepala Desa sambil menangis. 

"Aku tahu kalian ingin bersekongkol untuk memeras ku 'kan, karena kalian tahu aku ini orang kaya, jadi kalian menggunakan kehamilan putri kalian ini," jawab Rudi sambil berdiri.

"Apa  maksudmu Mas, sampai kapan kamu tidak mengakui anak yang ada dalam kandunganmu ini sebagai darah dagingmu!" bentak Syifa sambil menatap ke arah Rudi.

"Kamu yakin itu anakku, bisa saja 'kan jika itu anak laki-laki lain dan sekarang kamu akui sebagai anakku," ucap Rudi dengan suara lantang. 

"Hai bajingan … jaga ucapanmu, Semua warga desa tahu jika Syifa ini gadis baik-baik, jadi kamu jangan sembarangan bicara ya!" bentak Bu Sari sambil menampar Rudi.

"Gadis baik-baik jika di depan kalian, siapa tahu di belakang kalian dia berzinah dengan laki-laki lain dan sekarang aku yang harus menanggung getahnya," jawab Rudi sambil berdiri dan melihat ke arah Syifa yang sedang menangis.

"Kamu boleh tidak bertanggung jawab, tapi tolong jangan pernah kamu memfitnah ku seperti itu," ucap Syifa sambil menampar wajah Rudi.

Seketika ruangan itu menjadi hening seiring dengan tamparan yang diberikan Syifa kepada Rudi. Anjas dan Reno hanya saling menatap seolah tidak percaya dengan apa yang dilakukan sahabatnya terhadap Syifa. Rudi yang ketakutan berusaha untuk tetap tenang di depan orang tua Syifa dan yang lain. 

"Begini saja jika memang Nak Rudi tidak mau bertanggung jawab terpaksa kami akan menempuh jalur hukum," ucap Kepala Desa.

"Saya setuju pak, laki-laki ini memang pantas untuk masuk penjara," timpal Ruli sambil menatap Rudi yang tetap terlihat santai.

Mendengar Kepala Desa akan menuntutnya secara hukum Rudi pun bersedia menikahi Syifa dan membawanya ke kota untuk tinggal bersama keluarga Rudi. Terlihat raut wajah bahagia dari syifa saat mendengar Rudi bersedia bertanggung jawab atas anak yang dia kandung.Tetapi pernikahan yang akan dilaksanakan itu hanya dapat dilakukan secara agama dan tidak secara negara.

"Baik saya akan menikahi Syifa, tapi hanya pernikahan yang sah dimata agama bukan negara," ucap Rudi kepada semua orang yang ada di situ.

"Kenapa harus menikah secara siri, tidak sah secara negara saja?" tanya Pak kades saat mendengar ucapan Rudi. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status