Share

Emosi (Berliana POV)

Seusai balik ke rumah usai pertemuannya dengan sang sepupu, membuat Berliana kepikiran sesuatu. Ada yang mengganjal di hatinya, dan itu membuatnya gelisah sepanjang perjalanan.


  Niatnya Berliana akan mampir sebentar ke perusahaan, mengingat sudah lama Berliana tidak melihat langsung kondisi di sana. Apalagi sejak dia memutuskan berhenti menjabat, dan memercayakan perusahaan sepenuhnya kepada Abiyan, Berliana mulai jarang mengurusi masalah pekerjaan.


  Tapi mood Berliana sudah kacau saat Sania berkata seperti itu. Iya Sania, dia merupakan sepupu dekat dengan Berliana. Dan di antara semua keluarga, bisa dibilang Sania yang paling dekat dengan dirinya.


  Perkataan Sania di akhir membuatnya kepikiran sampai sekarang. Apa yang dikatakan Sania tidak ada yang salah, justru Berliana membenarkan semuanya. Namun, ada satu yang sulit Berliana terima.


  Yaitu, kenyataan jika saja suaminya punya wanita lain di belakangnya. Ini tidak menutup kemungkinan.


  Mengingat Abiyan adalah anak yang—ya begitulah. Berbakti kepada ibunya, apalagi dia hidup sejak kecil tanpa adanya sosok ayah. Jelas dia pasti menyayangi Tari. Dan—yang Berliana takutkan adalah, apa yang dikatakan oleh Sania.


  'Bisa aja Abiyan terhasut sama ibunya. Apalagi ibunya gak suka sama lo, pasti dia jadi provokator biar anaknya gak sama lo lagi.'


  'Kalau mereka gak bisa lepas dari lo seperti apa yang lo katakan tadi. Mertua sama ipar lo bisa hasut Abiyan buat selingkuh sama wanita lain.'


  Ucapan itu terngiang-ngiang di kepala Berliana seperti kaset rusak. Dia yang semula baik-baik saja, menjadi kepikiran dan berakhir overthinking. Karena yang dikatakan Sania juga tidak salah.


  Tari membencinya, Tari juga pernah berkata kalau tidak ingin mempunyai menantu seperti Berliana.


  Ah, ini gila. Kepala Berliana terasa berat, dia tidak bisa berpikir apapun untuk saat ini. Yang ada di kepalanya hanyalah ucapan Sania dan rasa khawatir yang entah dari mana usulnya.


  ***


  "Kamu udah makan belum?" tanya Abiyan pada sang istri.


  "Udah tadi."


  "Tadi katanya kamu mau ke kantor sayang. Padahal udah aku tunggu, niatnya mau ajak kamu makan siang bareng."


  Abiyan menaruh tas kerjanya di atas sofa yang ada di kamar. Dia beranjak mendekati Berliana yang sejak tadi asik dengan ponselnya.


  "Sayang," panggilnya.


  "Kamu lagi apa? Kayaknya sibuk banget, lagi balas chat nya siapa sih?" tanya Abiyan, ikut naik ke atas ranjang dan mendempetkan tubuh nya pada tubuh sang istri.


  Pria itu ikut melihat apa yang dilakukan istrinya. Hanya berbalas chat biasa dengan temen dan—ah di baris chat teratas ada nama 'mama' yang artinya Berliana baru saja bertukar pesan dengan ibunya.


  "Besok hari Minggu, gimana kalau kita ke Makassar? Udah lama kita enggak berkunjung ke rumah orang tua kamu. Mau enggak?" tawar Abiyan, pria itu tiba-tiba saja mengajak Berliana untuk ke Makassar. Biasanya saja sibuk dengan pekerjaan.


  "Tumben mas? Gak sibuk sama urusan kantor? Katanya lagi ada project besar. Lain kali aja kita ke Makassar."


  "Ya gapapa dong. Kita bisa ke Makassar besok, nginep sehari dua hari gitu. Kalau iya aku pesankan tiket pesawat sekarang juga."


  "Pekerjaan kamu gimana?"


  Abiyan tersenyum, "Aku bukan kamu yang bekerja sampai lupa waktu. Lagian kita cuma beberapa hari aja kan di sana, ya sekalian liburan berdua gitu."


  Berliana menghembuskan napas panjang, sudah lama juga dirinya tidak berkunjung ke kediaman kedua orang tuanya. Terakhir kali itu 3 tahun yang lalu, dan seterusnya Berliana hanya berkomunikasi via telepon, itupun jarang. " Terserah deh, yang penting ini bukan aku ya yang paksa kamu buat ke Makassar."


  "Iya sayang."


  ***


  [ Namanya Dina, cantik ya? Dia lebih cocok bersanding sama Abiyan, dia anaknya sopan, baik juga gak neko-neko.]


  Emosi Berliana tak terkontrol kala membaca pesan yang Tari kirimkan padanya. Dia tak habis pikir, terbuat dari apa hati sang ibu mertua. Berliana rasa, disini Tari lah yang salah dan bukan dirinya. Tari gagal menjadi ibu sekaligus mertua, bukan Berliana yang gagal menjadi istri sekaligus menantu.

 "Maksud ibu kamu itu apa sih mas. Siapa itu Dina, ada hubungan apa kamu sama dia hah?"


  "Gak ada, aku enggak ada hubungan apa-apa sama dia. Kamu tahu sendiri kan ibu itu seperti apa, jadi jangan di pedulikan apapun yang ibu perbuat." Abiyan mencoba meredakan amarah Berliana.


  Gawat juga, ibunya sudah ikut campur terlalu dalam dan sekarang berani memperkenalkan Dina kepada Berliana. Abiyan sampai tidak habis pikir.


  "Gak di pedulikan gimana sih kamu mas. Ibu kamu sendiri loh yang jelas-jelas kenalin wanita lain ke aku dan bilang kalau kamu lebih cocok sama wanita itu ketimbang aku. Gimana aku bisa diam? Kamu gak ingat dulu aku bilang apa? Sekali lagi ibu kamu ganggu rumah tangga kita, aku gak akan tinggal diam!" teriak Berliana meluapkan semua emosinya.


  Dia kesal dan gregetan dengan ibu mertuanya, ingin rasanya Berliana mendatangi wanita tua tersebut dan melakukan tindak kekerasan. Mengingat tangan Berliana sudah gatal, ingin membalas semua perilaku Tari padanya.


  "Iya aku tahu, aku minta maaf mewakili ibu. Aku bisa jelasin, Dina itu bukan siapa-siapa, lagian kenapa sih kamu marah-marah kayak gini. Kamu istri aku, yang penting itu kan?"


  Ah seperti terhantam batu besar, rasanya Berliana ingin berteriak dihadapan suaminya.


  "Bodoh apa gimana sih kamu? Disini aku enggak cari pengakuan aku istri kamu atau bukan. Yang aku permasalahkan itu ibu kamu, lancang banget sih dia udah kelewatan loh ikut campur rumah tangga kita. Lagian kamu belum jawab kan, Dina itu siapa? Kamu kenal? Hubungan kamu apa dengan dia hah? Sampai ibu kamu bilang kamu lebih cocok sama dia ketimbang aku."


  Abiyan menyugar rambutnya ke belakang. "Aku gak punya hubungan apa-apa sama dia. Kita—ah—iya kita emang dulu punya hubungan, tapi itu udah berakhir sejak lama. So, jangan pertanyakan lagi tentang wanita itu dan aku akan datangi ibuku sekarang juga. Okey? Jangan emosi lagi, aku mohon." nada suara Abiyan berubah drastis. Antara kesal dan tidak tahu harus berbuat apa.


  Tari keterlaluan, bagaimana bisa memperkenalkan Dina kepada Berliana.


  "Oh jelas, kamu harus datangi ibu kamu. Suruh dia minta maaf sama aku sekarang juga! Gak pantas dia chat aku kayak gitu, keterlaluan dan kelakuannya gak sekali dua kali ikut campur rumah tangga kita."


  "Iya."


  "Persetan dia ibu kamu atau mertua aku, intinya aku mau ibu kamu minta maaf ke aku atas kesalahan yang baru aja di perbuat!"


  Berliana menggelap, sebelum dia yang bertindak, lebih baik Abiyan dulu yang turun tangan. Sebab Berliana tak yakin, semua akan baik-baik saja jika dia yang membalas perbuatan Tari.


  "Aku tetap minta penjelasan kamu tentang wanita itu." ucap Berliana, menuntut penjelasan. Matanya tak lepas dari wajah suaminya.


  "Siapa Dina, hanya itu yang perlu kamu jelaskan!"


***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status