Share

Aku Lumpuh  Kau Selingkuh
Aku Lumpuh Kau Selingkuh
Author: Pipit Aisyafa

Berharap

"Sebentar lagi kakimu akan sembuh, tetap semangat ya!" Dokter Raihan memberi tahu, tentu aku senang, karena aku akan menjadi wanita normal.

Aku tersenyum pada Asih, ia pun membalas senyumku. Kakiku memang sudah sedikit lemas walau masih kaku, kecelakaan itu membuat aku menjadi wanita lumpuh sekarang.

"Sih, aku akan beritahu Mas Wahyu untuk hal ini, biar nanti dia antar aku terapi agar dia lihat bagaimana aku mulai bisa selangkang dua langkah berjalan." Aku ungkapkan kebahagiaan ini pada Asih, ART setiaku. Dia terdiam, seperti ada yang dipikirkan.

"Bu, bagaimana kalau jangan beritahu dulu sama Suamimu, kita buat kejutan saja kalau Mbak Afi sudah benar-benar sembuh? Surprise gitu, biar dia kaget dan makin berkesan?" Asih memberi saran, tadinya aku tak setuju, tapi di pikir-pikir benar juga. aku akan kasih kejutan nanti saat aku sembuh total dan aku akan berjalan dengan elegant membuat mata Mas Wahyu tak berkedip. Ah ... Pasti itu akan sangat menyenangkan, berkesan dan tentunya makin membuat semua orang terkejut, aku suka ini.

"Aku setuju, Sih. Ayo kita pulang!" Ajakku pada Asih dengan perasaan senang.

"Baik, Bu." 

Sejak di nyatakan aku akan bisa kembali berjalan, hidupku jauh lebih semangat, aku yang sempat down kini sedikit demi sedikit mulai pulih, aku mulai bisa menatap jendela jauh kedepan sana dengan hati senang.

Sore itu aku menunggu kepulangan Mas Wahyu, jam seperti ini memang biasanya dia pulang dan aku sudah membantu Asih menyiapkan makanan walau dengan masih duduk di kursi roda. Ya ... Aku belum sepenuhnya bisa berjalan, hanya satu langkah dua langkah saja setelah itu kalau di paksa kaki akan nyeri.

"Mas, sudah pulang?" tanyaku yang menyambut Mas Wahyu didepan pintu, sempat aku melihat pada lengan Mas Wahyu disana ada tangan seorang wanita tentunya dia Linda, sepupuku.

"Afi? Tumben?" tanya Mas Wahyu sedikit heran, mungkin karena aku tiba-tiba menghadang dia didepan pintu, Linda sudah melepaskan tangannya, aku tak punya prasangka buruk, apalagi Mas Wahyu dan Linda yang sudah aku anggap adikku sendiri itu memang patner kerja antara direktur dan sekretaris.

"Iya, Mas. Aku kangen sama kamu, kangen nyambut kamu pulang kantor!" Aku memegang lengan Mas Wahyu dengan manja, tentu dengan posisi masih duduk di kursi roda. Aku ingin dia sedikit kembali romantis seperti kala aku masih sehat.

Kini dengan keadaan aku yang juga saat itu down, banyak waktu aku dan Mas Wahyu habiskan untuk larut dalam pikiran masing-masing.

Namun, Mas Wahyu justru sedikit terlihat tak nyaman, ah ... Apa itu hanya perasaan aku saja?

Linda berjalan disebelahku, tentu karena tadi aku yang mengambil jarak antara mereka. Dia mengibaskan rambutnya yang berwarna kuning kebelakang, membuat leher jenjangnya kelihatan.

"Sini, Lin!" Aku menarik tangan Linda dengan cepat, membuat ia sedikit menunduk.

"Apaan si, Mba?" tanya Linda seolah tak suka.

"Itu leher kamu kenapa? Kok merah-merah!" Aku langsung mengintrogasinya, dia masih gadis bagaimana bisa dia memiliki tanda itu? Kalau sudah punya pacar kenapa tidak dikenalkan agar segera bisa menikah?

"I-ini hanya di gigit nyamuk aja kok, aku garukin kemudian jadi begini!" Elaknya, tapi tentu aku tak percaya begitu saja, jelas itu tanda dari sebuah kecupan.

Linda pergi begitu saja keatas, seolah kesal dengan tuduhanku, apa aku salah jika perhatian padanya? Aku takut dia sampai salah pergaulan.

"Mas, apa aku salah memperhatikan dia, aku takut ...." Aku menggantung ucapan.

"Sudahlah, dia itu sudah dewasa, tak perlu lagi kamu perlukan seperti anak kecil! Jangan terlalu campuri urusan pribadinya!" Mas Wahyu malah membela, aku kesal tapi ya sudahlah!

"Ya sudah, ayo kita makan!" Ajakku kemudian dengan masih memegang lengan Mas Wahyu.

"Aduh, aku sudah makan tadi saat rapat, Fi, aku mau ganti baju dulu aja, mandi dan tidur, ngantuk ini begadang terus!" ujarnya, aku sedikit menyempitkan mata dengan ucapan Mas Wahyu tentang begadang? Sejak kapan dia begadang? Aku rasa ....

Mas Wahyu mengurai tanganku, dia langsung beranjak meninggalkan aku, kesal tentunya karena aku sudah menunggu dia sampai perutku keroncongan, tapi ya sudahlah, aku memilih mengalah, aku juga yang salah menunggu seseorang yang tak pasti.

"Loh, Mas! Kok keatas?" tanyaku saat melihat Mas Wahyu akan menaiki tangga, padahal kamar kita ada dibawah sejak aku lumpuh.

"Eh ... Lupa, Fi!" Dia kembali turun, aneh, Mas Wahyu itu kalau bercanda kelewatan! Aku terkekeh.

Ini terapi ke lima dan tak lama lagi kakiku normal, sore ini aku pulang bersama Asih dari praktek rumah sakit yang di tangani oleh dokter Raihan. Dua hari lagi aku akan kejutkan Mas Wahyu tentang hal ini.

Tapi, pagi hari Mas Wahyu sudah menyodorkan sebuah amplop padaku, dia menaruh tepat di pangkuanku, aku tertegun melihat apa yang tertera di luar amplop itu, nama sebuah lembaga negeri.

"Apa ini, Mas?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status