Share

Bab.4. Putri Pak Baskara.

"Ya Allah, Mamah! Bisa nggak Mah bicara lembut sedikit. Aku kaget sekali Mah."

"Kenapa? Kamu nggak suka? Aku peringatkan sama kamu. Jangan mentang-mentang kamu bekerja lantas kamu lupa pekerjaan rumah. Sebelum berangkat kamu sudah harus mengurus semuanya, apa kamu mengerti Nadhira?"

Tak perlu bu Sita mengatakan itu Nadhira sudah tau, bahkan cara berpikirnya sudah lebih jauh darinya. 

Tak biasanya mertuanya itu bangun jam segini, biasanya dia selalu bangun jika sarapan sudah tersaji di atas meja. Bau wangi makanan seolah menuntun dia untuk melangkahkan kakinya ke meja makan, tetapi saat ini bu Sita bangun terlalu pagi hanya untuk mengingatkan Nadhira.

"Iya Mah, aku sudah tau kok. Mamah nggak usah khawatir, sebentar lagi sarapan siap. Aku masak dulu."

Wanita tua itu kembali masuk ke kamarnya yang membuat Nadhira menggelengkan kepalannya, heran dengan sikap mertuanya yang tak pernah suka pada dirinya sebaik apapun dia.

"Alhamdulillah sudah siap. Lebih baik aku panggil Mas Fahri untuk sarapan."

Belum sempat Nadhira memanggil, Fahri sudah terlihat keluar dari kamar mengenakan setelan jas berwarna abu muda lengkap dengan jam tangan dan tas kerja yang dia tenteng. Senyum ceria dia lontarkan pada istrinya yang begitu sabar menghadapi ujian hidup rumah tangganya.

"Hai Sayang, hem baunya harus sekali, hari ini kamu masak apa Sayang?"

"Aku masak Nasi putih, ada ayam goreng, sayur sop, ikan, tempe, tahu juga Mas, kamu mau sarapan sekarang?"

Fahri mengerutkan alisnya karena hari ini istrinya memasak dalam porsi banyak, dia tidak berfikir ke arah dimana siang ini Nadhira tak bisa makan siang di rumah.

"Banyak sekali kamu masak pagi ini, memangnya ini habis untuk kita sarapan, Sayang?"

"Nggak Mas, aku sengaja masak banyak sekalian buat makan siang Mamah, ya kan kamu tau kalau hari ini aku mulai kerja. Aku nggak bisa makan siang di rumah."

Tanpa sengaja bu Sita mendengar obrolan mereka yang menyebutkan namanya. Terang saja dia penasaran apa yang sedang mereka bicarakan. Langkah dia percepat kembali mendekati Fahri dan Nadhira yang sudah mulai sarapan lebih dulu.

"Apa yang sedang kalian bicarakan? Mamah dengar kalian menyebut nama Mamah, ada apa?"

Walau benar iya apa adanya, tetap saja Nadhira merasa takut, kalau saja mertuanya itu tidak sejalan dengan apa yang dia pikirkan.

"Eh, Ma-mamah, anu Mah, em ... "

"Nggak Mah, Nadhira cuma masak banyak sekalian buat Mamah makan siang, karena mulai hari ini dia tidak bisa makan siang di rumah, kan hari ini dia mulai kerja."

Nadhira mengira kalau bu Sita bakal marah mendengarnya tapi ternyata persepsi dia salah, bu Sita justru tersenyum tapi tetap saja ucapannya membuat dia sakit hati.

"Nggak masalah! Mamah bisa makan siang di luar sama Salsa. Kalian berangkatlah! Sebentar lagi Salsa kamari, dia mau ngajak Mamah jalan-jalan."

Dengan bangganya bu Sita menyebut nama Salsa di depan Nadhira, kembali wanita muslimah itu memejamkan mata sambil menarik nafas panjang.

Sedang Fahri kembali menepuk keningnya bingung dengan kedua perempuan di hadapannya kini.

"Em, Sayang, aku sudah selesai sarapan, apa kita mau berangkat bersama?"

Namun sepertinya tidak, jam kerja mereka berbeda, Fahri lebih dulu berangkat ke Kantor sebagai Staf teladan di suatu perusahaan, sedangkan Nadhira sendiri masih banyak hal yang harus dia kerjakan termasuk ganti baju yang berbeda dari baju yang sekarang dia kenakan untuk masak tentu bau asap dapur.

"Mas Fahri berangkat saja dulu, lagian Mas harus ke bengkel juga kan ambil mobil? Aku bisa berangkat naik taksi nanti. ayok Mas, aku antar sampai ke depan."

Masih seperti hari-hari biasanya dimana Nadhira selalu mengantar suaminya sambil membawakan tas kerjanya sampai ke depan rumah, tapi kali ini dia mengantar sedikit jauh sampai di jalan raya, memastikan kalau suaminya sudah naik ke dalam taksi, baru lah Nadhira kembali ke dalam.

Bersiap diri untuk melakukan tugas negara dengan menjadi Dokter ahli kandungan di Rumah sakit Medical Center.

Jas putih yang dia kenakan semakin membuatnya bangga pada dirinya sendiri dimana cita-citanya dari dulu kini menjadi kenyataan. Dengan langkah percaya diri Nadhira keluar kamar sambil membawa tas berisi alat-alat medis yang akan dia gunakan nanti.

"Mah, aku berangkat kerja dulu. Doakan supaya pekerjaanku lancar ya Mah," ucapnya sambil menyalami tangan mertuanya tapi bu Sita hanya memutar bola matanya malas.

Baru beberapa langkah Nadhira menjauh, bu Sita kembali memanggil yang membuat Nadhira terpaksa menghentikan langkahnya sejenak dan menoleh kebelakang.

"Nadhira!"

"Iya Mah, ada apa?"

"Ingat! Jangan pulang terlalu malam, sebelum Fahri kembali, kamu harus sudah menyiapkan makan malam untuknya."

Kenapa mertuanya selalu saja bicara seperti itu. Padahal tanpa bu Sita suruh Nadhira sudah tau apa yang harus dia lakukan sebagai seorang istri. Lagi pula pekerjaannya hanya sampai sore hari, sepulang kerja, dia bisa melanjutkan tugas rumah seperti biasanya, tapi berdebat pun rasanya percuma yang hanya akan membuat dia semakin kesal.

"Iya Mah aku tau itu! Mamah nggak perlu khawatir. Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam." Jawabnya singkat.

Nadhira segera meneruskan langkahnya kembali, memanggil taksi yang akan membawanya ke tempat tujuan.

*****

"Hei Fahri, tumbel lo jam segini udah berangkat. Hem bau wangi lagi," ucap Seno teman kerjanya sesama Staf saat Fahri bari saja sampai di kantor.

"Apaan sih lo, gue biasa aja! Dari dulu juga aku begini."

Mereka berdua memang suka bercanda. Seno terus saja mengikuti Fahri sampai ke meja kerjanya. tiba-tiba salah satu Staf wanita datang menghampirinya sambil membawa beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Fahri.

"Permisi Pak Fahri, ini beberapa berkas yang harus di serahkan kepada Pak Baskara setelah Pak Fahri tanda tangani, silahkan Pak."

"Oh iya, terima kasih Sinta."

Sebagai Staf marketing tentu dia memiliki peran besar dalam pembangunan bisnis milik Pak Baskara. Apalagi otaknya yang cerdas menjadi Staf pilihan oleh Direktur utamanya itu, dalam sekejap Fahri berhasil menyelesaikan tugas yang di berikan oleh Sinta dan kini siap untuk di berikan pada Pak Baskara.

"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga. Aku antar ke Pak Baskara saja sekarang."

Tok!

Tok!

"Permisi Pak."

"Masuk." Suara Pak Baskara dari dalam ruang kerjanya.

"Fahri, ada apa?" sambung Pak Baskara sambil melepas kaca matanya.

"Selamat siang Pak, ini berkas-berkas yang harus Bapak tanda tangani, semuanya sudah aku cek sebaik mungkin."

"Ah iya, terima kasih Fahri, duduk lah, tunggu sampai aku selesai tanda tangan."

Satu persatu berkas mulai Pak Baskara tanda tangani, sementara Fahri sendiri duduk menunggu di kursi yang berhadapan dengan Pak Baskara.

Suasana sedang hening, tidak ada suara dari mereka, baik dari Fahri maupun dari Pak Baskara yang sedang fokus dengan berkas itu. tiba-tiba saja seseorang membuat mereka kaget dengan membuka pintu itu dengan senangnya...

BERSAMBUNG.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status