"Ya Allah, Mamah! Bisa nggak Mah bicara lembut sedikit. Aku kaget sekali Mah."
"Kenapa? Kamu nggak suka? Aku peringatkan sama kamu. Jangan mentang-mentang kamu bekerja lantas kamu lupa pekerjaan rumah. Sebelum berangkat kamu sudah harus mengurus semuanya, apa kamu mengerti Nadhira?"
Tak perlu bu Sita mengatakan itu Nadhira sudah tau, bahkan cara berpikirnya sudah lebih jauh darinya.
Tak biasanya mertuanya itu bangun jam segini, biasanya dia selalu bangun jika sarapan sudah tersaji di atas meja. Bau wangi makanan seolah menuntun dia untuk melangkahkan kakinya ke meja makan, tetapi saat ini bu Sita bangun terlalu pagi hanya untuk mengingatkan Nadhira.
"Iya Mah, aku sudah tau kok. Mamah nggak usah khawatir, sebentar lagi sarapan siap. Aku masak dulu."
Wanita tua itu kembali masuk ke kamarnya yang membuat Nadhira menggelengkan kepalannya, heran dengan sikap mertuanya yang tak pernah suka pada dirinya sebaik apapun dia.
"Alhamdulillah sudah siap. Lebih baik aku panggil Mas Fahri untuk sarapan."
Belum sempat Nadhira memanggil, Fahri sudah terlihat keluar dari kamar mengenakan setelan jas berwarna abu muda lengkap dengan jam tangan dan tas kerja yang dia tenteng. Senyum ceria dia lontarkan pada istrinya yang begitu sabar menghadapi ujian hidup rumah tangganya.
"Hai Sayang, hem baunya harus sekali, hari ini kamu masak apa Sayang?"
"Aku masak Nasi putih, ada ayam goreng, sayur sop, ikan, tempe, tahu juga Mas, kamu mau sarapan sekarang?"
Fahri mengerutkan alisnya karena hari ini istrinya memasak dalam porsi banyak, dia tidak berfikir ke arah dimana siang ini Nadhira tak bisa makan siang di rumah.
"Banyak sekali kamu masak pagi ini, memangnya ini habis untuk kita sarapan, Sayang?"
"Nggak Mas, aku sengaja masak banyak sekalian buat makan siang Mamah, ya kan kamu tau kalau hari ini aku mulai kerja. Aku nggak bisa makan siang di rumah."
Tanpa sengaja bu Sita mendengar obrolan mereka yang menyebutkan namanya. Terang saja dia penasaran apa yang sedang mereka bicarakan. Langkah dia percepat kembali mendekati Fahri dan Nadhira yang sudah mulai sarapan lebih dulu.
"Apa yang sedang kalian bicarakan? Mamah dengar kalian menyebut nama Mamah, ada apa?"
Walau benar iya apa adanya, tetap saja Nadhira merasa takut, kalau saja mertuanya itu tidak sejalan dengan apa yang dia pikirkan.
"Eh, Ma-mamah, anu Mah, em ... "
"Nggak Mah, Nadhira cuma masak banyak sekalian buat Mamah makan siang, karena mulai hari ini dia tidak bisa makan siang di rumah, kan hari ini dia mulai kerja."
Nadhira mengira kalau bu Sita bakal marah mendengarnya tapi ternyata persepsi dia salah, bu Sita justru tersenyum tapi tetap saja ucapannya membuat dia sakit hati.
"Nggak masalah! Mamah bisa makan siang di luar sama Salsa. Kalian berangkatlah! Sebentar lagi Salsa kamari, dia mau ngajak Mamah jalan-jalan."
Dengan bangganya bu Sita menyebut nama Salsa di depan Nadhira, kembali wanita muslimah itu memejamkan mata sambil menarik nafas panjang.
Sedang Fahri kembali menepuk keningnya bingung dengan kedua perempuan di hadapannya kini.
"Em, Sayang, aku sudah selesai sarapan, apa kita mau berangkat bersama?"
Namun sepertinya tidak, jam kerja mereka berbeda, Fahri lebih dulu berangkat ke Kantor sebagai Staf teladan di suatu perusahaan, sedangkan Nadhira sendiri masih banyak hal yang harus dia kerjakan termasuk ganti baju yang berbeda dari baju yang sekarang dia kenakan untuk masak tentu bau asap dapur.
"Mas Fahri berangkat saja dulu, lagian Mas harus ke bengkel juga kan ambil mobil? Aku bisa berangkat naik taksi nanti. ayok Mas, aku antar sampai ke depan."
Masih seperti hari-hari biasanya dimana Nadhira selalu mengantar suaminya sambil membawakan tas kerjanya sampai ke depan rumah, tapi kali ini dia mengantar sedikit jauh sampai di jalan raya, memastikan kalau suaminya sudah naik ke dalam taksi, baru lah Nadhira kembali ke dalam.
Bersiap diri untuk melakukan tugas negara dengan menjadi Dokter ahli kandungan di Rumah sakit Medical Center.
Jas putih yang dia kenakan semakin membuatnya bangga pada dirinya sendiri dimana cita-citanya dari dulu kini menjadi kenyataan. Dengan langkah percaya diri Nadhira keluar kamar sambil membawa tas berisi alat-alat medis yang akan dia gunakan nanti.
"Mah, aku berangkat kerja dulu. Doakan supaya pekerjaanku lancar ya Mah," ucapnya sambil menyalami tangan mertuanya tapi bu Sita hanya memutar bola matanya malas.
Baru beberapa langkah Nadhira menjauh, bu Sita kembali memanggil yang membuat Nadhira terpaksa menghentikan langkahnya sejenak dan menoleh kebelakang.
"Nadhira!"
"Iya Mah, ada apa?"
"Ingat! Jangan pulang terlalu malam, sebelum Fahri kembali, kamu harus sudah menyiapkan makan malam untuknya."
Kenapa mertuanya selalu saja bicara seperti itu. Padahal tanpa bu Sita suruh Nadhira sudah tau apa yang harus dia lakukan sebagai seorang istri. Lagi pula pekerjaannya hanya sampai sore hari, sepulang kerja, dia bisa melanjutkan tugas rumah seperti biasanya, tapi berdebat pun rasanya percuma yang hanya akan membuat dia semakin kesal.
"Iya Mah aku tau itu! Mamah nggak perlu khawatir. Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam." Jawabnya singkat.
Nadhira segera meneruskan langkahnya kembali, memanggil taksi yang akan membawanya ke tempat tujuan.
*****
"Hei Fahri, tumbel lo jam segini udah berangkat. Hem bau wangi lagi," ucap Seno teman kerjanya sesama Staf saat Fahri bari saja sampai di kantor.
"Apaan sih lo, gue biasa aja! Dari dulu juga aku begini."
Mereka berdua memang suka bercanda. Seno terus saja mengikuti Fahri sampai ke meja kerjanya. tiba-tiba salah satu Staf wanita datang menghampirinya sambil membawa beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Fahri.
"Permisi Pak Fahri, ini beberapa berkas yang harus di serahkan kepada Pak Baskara setelah Pak Fahri tanda tangani, silahkan Pak."
"Oh iya, terima kasih Sinta."
Sebagai Staf marketing tentu dia memiliki peran besar dalam pembangunan bisnis milik Pak Baskara. Apalagi otaknya yang cerdas menjadi Staf pilihan oleh Direktur utamanya itu, dalam sekejap Fahri berhasil menyelesaikan tugas yang di berikan oleh Sinta dan kini siap untuk di berikan pada Pak Baskara.
"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga. Aku antar ke Pak Baskara saja sekarang."
Tok!
Tok!
"Permisi Pak."
"Masuk." Suara Pak Baskara dari dalam ruang kerjanya.
"Fahri, ada apa?" sambung Pak Baskara sambil melepas kaca matanya.
"Selamat siang Pak, ini berkas-berkas yang harus Bapak tanda tangani, semuanya sudah aku cek sebaik mungkin."
"Ah iya, terima kasih Fahri, duduk lah, tunggu sampai aku selesai tanda tangan."
Satu persatu berkas mulai Pak Baskara tanda tangani, sementara Fahri sendiri duduk menunggu di kursi yang berhadapan dengan Pak Baskara.
Suasana sedang hening, tidak ada suara dari mereka, baik dari Fahri maupun dari Pak Baskara yang sedang fokus dengan berkas itu. tiba-tiba saja seseorang membuat mereka kaget dengan membuka pintu itu dengan senangnya...BERSAMBUNG.
"Alhamdulillah, akhirnya aku sampai juga di sini, Bismillah hari ini aku mulai bekerja."Dengan penuh keyakinan Nadhira mulai memasuki Medical Center. Beberapa perawat mengucapkan salam kepadanya, begitu juga dengan beberapa Dokter yang lain juga turut mendekati. Kedatangannya di sini serasa membuat semuanya bersemangat, tak sedikit pula yang merasa ingin jadi temannya."Selamat siang, kamu Dokter Nadhira kan? Perkenalkan aku Siska.""Dan aku Anita," ujar mereka berdua sambil mengulurkan tangan, mengajak Nadhira bersalaman."Eh, iya aku Nadhira! Senang berkenalan dengan kalian, Siska, Anita."Kedua perawat itu memang sangat ramah, bukan hanya pada Nadhira saja, tetapi pada siapa saja yang baru datang meraka selalu mengajaknya berkenalan.baru beberapa menit mengenal mereka, Nadhira sudah merasa sudah cocok, bahkan merasa sangat dekat seperti bertahun-tahun mengenal.Sikap mereka yang suka bercanda dan terlihat santai membuat ketiga perempuan itu terlihat begitu akrab."Eh Nad, kamu pa
"Papah! Aku datang!"Fahri dan Pak Baskara spontan menoleh pada suara wanita yang begitu ceria sambil membuka pintu. "Hei Sayang! Syukurlah kamu datang ke sini anak Papah?"Tapi beda halnya dengan Pak Baskara, Fahri dan Salsa justru saling pandang satu sama lain, mereka tak menyangka kalau akan di pertemukan kembali di perusahaan ini. "Salsa? Papah? Jadi ... !" gumam Fahri dalam hati. Dia tak tau kalau Pak Baskara kini sedang mengamati tingkah lakunya sekarang."Kamu kenapa Fahri? Sepertinya ada yang sedang kamu pikirkan?" ujar Pak Baskara yang melihat Fahri sontak termenung, dia mengira kalau Stafnya itu terpesona dengan putri kesayangannya.Secara fisik memang Salsa sangat menarik, tak salah jika siapa saja mengagumi kecantikannya seperti yang di bayangkan oleh Pak Baskara saat ini pada Fahri."Eh, nggak! Nggak apa-apa Pak. Maaf, aku ... !""Ini Salsabila, putri saya, dia baru pulang dari Amerika kemaren. Salsa, perkenalkan ini Staf terbaik Papah, Fahri."Senyum merekah dari bibir
"Lakukan Lab, nanti hasilnya berikan padaku, Anita." "Baik Dokter." "Aduh, ini udah sore, lebih baik aku pulang sekarang," sambung Nadhira sambil melihat benda bulat melingkar di pergelangan tangannya. Bisa di bayangkan bagaimana jika dia sampai terlambat sampai di rumah, mertuanya akan semakin gemas mengejeknya memperalat profesinya untuk menjatuhkan dia di hadapan suaminya. Tak perduli apakah Anita dan Siska sudah selesai mencacat semua keluhan pasien, Nadhira bergegas pergi. Berjalan begitu cepat sampai tak sadar kalau di depan ada orang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Sama halnya dengan Nadhira, Dokter Nathan pun berjalan sambil melihat proposal yang di tunjukan oleh Asistennya sampai mereka tak sengaja bertabrakan. "Aduh!" Pria dingin itu hanya melihat sesaat pada wanita yang meringis sambil menyentuh bahunya. "Dokter Nathan! Eh, maaf Dok, saya tidak sengaja." Berharap kalau Dokter itu membalas dengan kata yang sama namun ternyata tidak. Dia hanya pergi t
"Kenapa Mas Fahri terlihat diam, apa ada sesuatu yang dia sembunyikan dari aku."Di sela-sela makan malamnya Fahri tak sadar kalau Nadhira sedang memperhatikannya, secara diam-diam dia melirik Fahri yang makan sambil memainkan ponselnya, tak seperti biasa suaminya seperti ini. Fahri tak pernah membawa ponsel sebelumnya saat mereka makan bersama.Merasa penasaran maka Nadhira memberanikan diri untuk bertanya apa yang membuat dia sedikit berubah malam ini. Lalu apakah Fahri akan jujur menjawab pertanyaan Nadhira, atau justru berbohong karena tak ingin membuat istrinya itu cemburu."Kamu kenapa Mas? Sibuk? Kok makan sambil main hand pone?""Eh, kenapa Sayang? Nggak! Ini cuma ada meeting penting besok."Jawaban Fahri terlihat sangat gelagapan, mana mungkin dia baik-baik saja, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nadhira sekarang."Terus kenapa kamu terlihat berbeda hari ini? Ada apa, cerita sama aku?"Bukan Fahri yang menjawab tapi justru bu Sita lah yang kembali bersuara. Tak menem
"Malam ini Ibu senang sekali Salsa, kita bisa jalan-jalan ke luar. Makasih yah kamu udah belikan Tante banyak barang belanjaan seperti ini." Fahri dan Nadhira yang masih duduk santai di depan ruang televisi di buat tercengang dengan kepulangan bu Sita dan Salsa yang membawa barang belanjaan begitu banyak. Sepertinya sengaja Salsa lakukan itu agar bu Sita senang karena dia tau bagaimana caranya membuat wanita tua itu semakin terkesan dengannya. Dengan membelikan apa yang bu Sita mau dia akan semakin mudah untuk mendekati putranya. "Fahri lihat apa yang Mamah bawa! Nak Salsa belikan Mamah barang sebanyak ini!" Dengan bangganya bu Sita memperlihatkan beberapa tas kertas berisi barang mewah yang Salsa belikan untuknya. Bahkan Salsa juga membelikan sesuatu untuk Fahri tapi sengaja tak di berikan di depan istrinya. "Fahri kenapa kamu nggak datang, padahal aku tadi kirim pesan ke nomer kamu loh. Aku pikir kamu akan datang dan kita bisa belanja sama-sama." Dari sini Nadhira teringat bun
"Eh Fahri, ini aku Salsa. Maaf kalau membuatmu kaget, Fahri."Setelah tau kalau bayang hitam itu ternyata Salsa, Fahri segera menyalakan lampu. "Salsa, kamu sedang apa malam-malam seperti ini?""Maaf Fahri, tadi aku kebelet jadi aku ke sini. Ya sudah aku kembali ke kamar sekarang."Di saat Salsa melintas di depan Fahri, kakinya yang sengaja tersandung keset yang membuatnya hampir saja terjatuh.Dengan spontan Fahri menangkap pinggang ramping gadis berambut coklat itu, tanpa sadar mata mereka saling beradu pandang untuk beberapa detik sebelum Fahri sadar kalau wanita yang dia pegang bukanlah muhrimnya."Aduh!""Eh maaf Fahri, aku tak sengaja!"Tatapan itu serasa ada yang berbeda, darah Fahri berdesir kalau menghirup aroma wangi tubuh Salsa yang dia kenal sejak dulu.Rasanya masih sama seperti saat Salsa belum pergi ke Amerika untuk kuliah di sana. "Lain kali hati-hati.""Iya Fahri, kalau aku ke sana sekarang."*****"Pagi Mas, bangun ini udah pagi. Kita Sholat subuh dulu Mas.""Hem!"
"Pagi Pak Fahri," sapa sesama Staf pada saat Fahri sampai di kantor. Suasana masih lumayan sepi, baru ada beberapa Staf yang datang. "Weh kamu udah sampai bro! Gimana apa kerjaan lo lancar?" Tiba-tiba saja Seno mengagetkan Fahri dari belakang, laki-laki itu memang sangat usil, suka ganggu temannya apa lagi teman wanita pun banyak yang dia dekati walau hanya sekedar merayu saja. "Apaan sih lo! Ya beres lah, apanya yang nggak beres!" Malas rasanya Fahri meladeni manusia seperti Seno, hanya membuang waktu saja. Lebih baik waktu dia gunakan untuk mengecek pekerjaan di maja kerjanya. "Pagi Pak Baskara." Semua Staf berdiri, termasuk Fahri dan memberi hormat pada atasan mereka saat Pak Baskara sampai di susul seorang wanita cantik di belakangnya. Dengan memakai kaca mata hitam, Salsa mulai memasuki kantor dengan gayanya yang berkelas, tanpa banyak basa-basi dia hanya melemparkan senyuman pada para Staf yang menyambutnya. "Fahri kamu datang ke ruangan saya," ujar Pak Baskara memerintah.
"Astaga Dokter Nathan. Sis jadi kita di sini dengan Dokter Nathan juga!" Begitu bersemangatnya ke dua perawat itu saat melihat Dokter Nathan sudah berada di dalam ruang operasi, mengenakan pakaian khusus serta penutup kepala khusus untuk melakukan operasi. Dokter dingin itu melirik sesaat sambil memakai sarung tangan yang terbuat dari karet melihat dua perawat yang begitu lucu terhadapnya. "Dokter Nathan, jadi kali ini Dokter lah yang menjadi partnerku Dok?" "Hem!" Jawabnya singkat. Tanpa banyak basa basi mereka mulai memeriksa pasien, Dokter Nathan menghadap ke belakang saat pasien duduk hendak di berikan suntikan pati rasa di punggungnya. Nadhira memandang sesaat pada Dokter dingin itu seraya berkata-kata kenapa Dokter Nathan tak mau melihat pasien tersebut saat di suntik?. "Kita mulai sekarang!" "Bismillahirrahmanirrahim!" Tangan mereka berlumuran darah melakukan tindakan, mengangkat seorang bayi lewat operasi sesar yang di lakukan oleh Dokter Nadhira dan Dokter Nathan. Sesek