Gadis kecil si penjebak spontan melarikan diri, sementara Hans panik di tengah kerumunan para bandit yang tiba-tiba mengepungnya.
Salah seorang bandit berjalan mendekat menghampiri Hans, “Serahkan seluruh harta kalian! Atau kubunuh kalian di sini!”
“Harta? Aku bahkan tak membawa uang se persen pun!” bantah Hans.
“Jangan bercanda! Lihat wanita di belakangmu itu!”
Hans melirik ke arah Neirda.
“Lihat perhiasan mahal di sekujur tubuhnya! Kau masih mengelak tidak membawa harta?”
Bandit itu lalu berjalan menghampiri Neirda. Dia seketika mengacungkan sebuah tombak ke arah mukanya, “Serahkan seluruh perhiasanmu atau ….”
Bruk!
Tanpa sebab jelas, bandit tersebut tiba-tiba ambruk tak sadarkan diri.
Xena terkejut.
Dia lalu memutuskan membuka topeng dan memperlihatkan wajah aslinya.
Hans terpana. Matanya menatap kaku ke arah perempuan Yudolt berambut silver pendek , dan bermata hitam lebar tersebut.
X
Terima kasih telah setia membaca Another Maze. Semoga tetap terhibur! :-) Kalian bisa follow Instagram saya #_Johansyah14. saya juga memposting beberapa illustrasi karya pribadi dari Another Maze. Thank you! Thank you! and Thank you! You're amazing!!!
Hans terbangun dari pingsan, dia perlahan membuka matanya. Tampak beberapa helai rambut silver menutupi wajah putih Xena yang bersandar di pipi Hans. “Xe-Xena?” Hans terkejut. Dia juga tak sadar berbaring di pangkuan Xena. “Pangeranku, kau sudah siuman.” ucap suara lembut Xena sambil mengusap kepala Hans. “A-apa yang kau lakukan? Di mana kita?” “Kita berada di dalam istana Raja Zourga.” jawab Xena. “Hahh?” Hans menyadari seluruh tubuh Xena lebam, penuh luka sayatan dan bercucuran darah hitam pekat. “Tunggu, mengapa kau bisa terluka seperti itu?” tanya Hans keheranan. Xena hanya tersenyum tak menjawab. Hans bertambah panik. Dia mengamati sekitar, tampak beberapa pasukan dan pengawal kerajaan berkumpul mengerumuninya. Hans spontan berdiri, dia tampak malu menjadi pusat perhatian. Prak, prak prak! Di tengah suasana keheningan terdengar beberapa suara langkah kaki menuju ke arahnya. Seorang Y
Seluruh Halona gempar. Mereka dibuat takjub dengan Neirda yang dikawal puluhan ribu roh legendaris melayang-melayang di atas langit. “S-Sang Dewi? Para roh leluhur?” ucap salah seorang penduduk, “Tidak mungkin! Mustahil!” “Bangsa Yudolt tak bisa melayang ’kan? Dia Sang legenda, Dewi Mil’eria! Pelindung Hallovach!” sahut salah seorang penduduk Yudolt meyakinkan. Mereka dengan segera langsung tunduk bersujud di tempat masing-masing. “Sembah kami, Yang Mulia Mil’eria! Sembah kami, Yang Mulia Mil’eria!” Nina menatap lurus mata cemas Noel, “Hm! Tak biasanya kau menunjukkan ekspresi seperti itu! Julukan Penyihir Tujuh tak ada artinya lagi!” Noel tetap diam tak membalas. Pandangan matanya hanya terfokus ke arah Neirda, “Dewi Mil’eria? Tidak mungkin! Dewi kehancuran yang muncul dua ratus ribu tahun lalu!” Aura Neirda semakin terasa kuat mengikat, Noel spontan tunduk bertekuk lutut, lalu bersujud. Keringat Noel bercucuran deras, sekujur tubuhny
Dalam keadaan terdesak, di tengah pilihan sulit Xena menghela napas panjang. Dia menenangkan diri mencoba berpikir. Jika dirinya tak segera menyelamatkan Robert Hans, balon tersebut akan meledak membunuh sang pujaan hati. Namun, jika dia nekat menyelamatkan Hans, Nimbus Eater akan hilang dan tak lagi dapat melindunginya. “Apa yang harus kulakukan?” batin Xena cemas. Nina tampak puas menyeringai, “Bika-bika-bika-xi-xi-xi … hanya itu kemampuanmu? Sudah mau menyerah rupanya … mau pipis di celana?” ucap Nina membalikkan ucapan Xena. “Sial! Akan kubunuh dua kali gadis itu!” geram Xena kesal. Dia lalu mencoba menganalisis sembari mengamati situasi, “Nimbus Eater hanya aktif saat aku diam dan berkonsentrasi penuh, tapi sangat menguras mana … biqur milikku juga tak berguna, jika aku langsung menyerap balon itu tentunya akan langsung meledak. Jadi, memang tak ada pilihan lain! Aku harus menyadarkan Robert Hans!” “
Di suatu tempat, di sebuah kota tak berpenghuni. “A-ampuni kami, Tuan!” sekelompok pria Yudolt memohon belas kasih dengan duduk bersimpuh di bawah kaki seorang pria misterius berjubah ungu dengan jenggot merah bercabang tiga panjang menyentuh tanah. “Zam! Kau berani berbohong padaku! Tak ada pilihan lain selain membunuhmu! Akan kubantai juga seluruh keluargamu!” bentak pria jubah ungu tersebut mengancam. “A-ampuni kami, Tuan! Perempuan misterius itu benar-benar berada di kota ini! Kami Melihat dengan mata kepalaku sendiri!” sanggah pria Yudolt dengan memelas, sangat ketakutan, mencoba meyakinkan. “Kami juga memiliki bukti yang ditinggalkan perempuan itu!” “Bukti?” “Tunjukkan padaku!” pinta si pria jubah ungu tersebut. Pria Yudolt itu menunjukkan sebuah batang pohon yang telah berlubang bekas serangan. Pria jubah ungu itu tampak serius mengamati sambil meraba lubang bekas serangan tersebut, “Lubang ini tampak baru, tapi sangat a
Hans langsung menyeruput segelas minuman dingin yang diberikan Xena. Tanpa sadar, dia meneguk layaknya orang kehausan, seperti berada di tengah gurun pasir yang panas menyengat. Tak puas hanya segelas minuman, dia langsung menyambar gelas minuman milik Xena. Gluk, gluk-gluk! “Ah segarnya! Perutku kenyang! Aku ingin tidur!” gumam Hans kenikmatan sembari mengusap-usap perutnya, pikirannya sejenak terlupakan dengan para kesatria yang datang menghampirinya. Para kesatria sangat keheranan dengan tingkah laku Hans. Sementara Xena hanya tersenyum, sembari terus memandangi wajah Hans, “Makhluk Bumi sangat aneh! Kau bisa tidur di pangkuanku … tapi sebelum itu, kita kedatangan tamu!” Kabel ingatan Hans kembali terhubung, dia terkejut. Hans ketakutan dan spontan mundur beberapa langkah hingga jatuh terduduk. “K-kalian?” “Dengan segala hormat, Raja memerintahkan Anda menuju ke istana! Pelantikan Anda menjadi Raja Baru akan segera dimulai!” u
Noel menatap lurus ke arah Neirda. Tangannya tiba-tiba gemetaran, jantungnya berdebar-debar. “Siapa makhluk ini? Auranya kuat sekali!” Nina perlahan mundur beberapa langkah, tiba-tiba tubuhnya ambruk bertekuk lutut. “Ada apa dengan diriku? Mengapa tekanannya kuat sekali?” Ladrof yang biasanya spontan menyerang, dia terdiam berpikir dua kali. “Entah mengapa firasatku buruk soal ini … dia bukan lawan yang bisa dihadapi walau bersama-sama!” Sementara Gavazo berpikiran sama dengan Ladrof, dia memilih diam tak menyerang. “Neirda si penyihir?” ucap Xena lirih. Hans spontan melepas baju kebesarannya dan kembali mengenakan jas labnya. “Kau benar! Kita harus segera pergi melanjutkan perjalanan. Aku juga cemas dengan Zora.” Xena terperanjat. Mendengar Hans mengucap kata Zora membuat perasaan Xena mendadak gelisah tak keruan. Xena tampak lesu. Namun, karena situasi tak mendukung, dia mencoba menahan diri tak bertanya pada Hans. “Xena,” uc
Suasana berubah mencekam. Neirda bertingkah aneh. Dia mendadak mengeluarkan aura hijau pekat dengan tekanan terasa puluhan kali lebih berat. Noel tak kuat menahan tekanan aura dahsyat Neirda yang mendadak hilang kendali, di sisi lain Xena langsung terjatuh pingsan. “Mustahil! Kekuatan ini melebihi Monster! Sangat berat! Tubuhku tak kuat lagi ….” Bruk! Noel mendadak ambruk terjatuh. Kakek tua misterius itu spontan mengubah wujud dan penampilannya. Dia menjadi seorang gadis belia cantik, berkacamata dengan rambut biru panjang berkepang dua. Mengenakan armor kuning keemasan dibalut selendang merah. Perempuan itu juga mengenakan mahkota unik, dan di atas kepalanya terdapat tiga lingkar cincin halo menyala-nyala. Masing-masing tangannya terikat rantai. Tiba-tiba di hadapan gadis itu muncul sebuah senjata palu raksasa tanpa diawali merapal sihir. Aura hijau Neirda berubah merah mendidih dan meningkat ratusan kali li
Tumpukan berkas penelitian berserakan di atas meja, se porsi snack utuh tak tersentuh. Dengan tangan kanan memegang bolpoin, kepala bersandar di atas meja, tampak Robert Hans tertidur pulas. Jam digital menunjukkan pukul sepuluh lebih lima menit pagi, ruangan Hans tampak tertutup. Dari luar pintu terdengar suara bel berbunyi. Ting. Tong. “Tuan Hans, Anda di dalam?” suara perempuan dari luar pintu. Tak ada jawaban, bel kedua kembali berbunyi. Ting. Tong. “Tuan Hans saya Dhea, Anda di dalam?” Tetap tak ada jawaban. Dhea, perempuan berkacamata dengan mengenakan jas lab dan setelan celana jeans hitam membuka pintu ruang Hans. Dhea terkejut, menyadari ternyata pintu ruangan tak terkunci. Sambil membawa tumpukan berkas, Dhea masuk ke dalam. “Maaf Tuan Hans saya masuk ruangan Anda ….” Hawa dingin ruangan terasa menyembul keluar setelah pintu terbuka. Blak! Pintu berdecit kembali