Share

07. Hilangnya Sesuatu Yang Berharga

Dengan kasar Devan melempar Aileen ke atas ranjangnya rintihan kesakitan yang dirasakan gadis itu tidak sedikit pun membuatnya iba, tidak ada yang berani menghentikannya. Sebelum Aileen bergerak mundur dengan cepat Devan menindih nya mengunci pergerakan gadis itu agar tidak bisa kemana-mana, raut ketakutan terlihat jelas di wajahnya.

"Please don't ... mmphh," Devan membungkam mulut Aileen sebelum gadis itu banyak bicara, dengan kasar ia melumat bibir ranum itu.

"Kau terlalu banyak bicara sebaiknya diam dan nikmati saja," bisik Devan kemudian beranjak mencari sesuatu, dengan tegas Aileen menggeleng, ingin sekali ia melenyapkan pria gila ini bagaimana mungkin ia bisa menikmatinya bukankah ini pemaksaan? Ck, yang benar saja. Akan tetapi, hal itu hanya bisa diucapkannya dalam hati.

Devan kesal saat ia tidak menemukan apa yang ia cari. "Shit! Pengamanku habis, bagaimana mungkin aku bisa lupa," umpat nya lalu melangkah kearah Aileen, ia tidak bisa menundanya lagi tubuh polos nan indah itu sulit ia abaikan.

Aileen terkejut bukan main kala mendapati dirinya tanpa sehelai benang pun entahlah ia tidak tahu kapan pria itu melakukannya, ia ketakutan tapi ... tidak bisa berbuat apa-apa terlebih Devan yang bersiap memasuki dirinya.

"Ku mohon jangan ... Ah sakiiit," pekiknya menahan perih,Devan tidak menghiraukan itu ia terus saja mencoba memasuki lebih dalam lagi, meruntuhkan pertahanan yang dijaga selama ini oleh gadis itu. Bulir bening lolos dari mata indah milik Aileen, ia sudah kehilangan segalanya tak ada yang tersisa lagi. Devan sudah merenggut nya, haruskah ia menyalahkan takdir?

Desahan dan erangan menggema di dalam kamar meski hal itu didominasi oleh Devan karena Aileen lebih banyak menahannya, kadang ia mengutuki dirinya sendiri yang terbuai dengan permainan Devan. Walau hati berkata tidak tapi, tubuhnya menginginkan lebih. Aileen yang kelelahan akhirnya tertidur bersamaan dengan Devan yang berbaring di sampingnya, dengan nafas yang masih memburu ia menatap wajah cantik yang sudah terlelap itu.

Devan meraih selimut untuk menutupi tubuh telanjang milik Aileen. Tapi, tangannya yang terangkat tiba-tiba berhenti saat ia melihat bercak darah segar di seprei membuat hatinya menghangat. 'Ternyata dia masih perawan' batinnya. Tanpa disadari kedua sudut bibirnya terangkat mengukir senyum terindah yang belum pernah ia perlihatkan pada siapapun.

"Sweet dream honey," bisiknya lalu beranjak menuju kamar mandi setelah menyelimuti tubuh Aileen.

Setelah membersihkan diri dan mengenakan pakaian, Devan melangkah keluar menuju ruang kerjanya. Sengaja ia melakukannya karena berada di dekat Aileen membuatnya hilang kendali. Leon yang melihatnya segera mendekat.

"Tuan! Anda butuh sesuatu?"

"Besok pagi sebelum Aileen terbangun pastikan pakaian baru untuknya dan juga makanan sudah siap di kamarku," perintahnya.

Leon mengangguk. "Baik Tuan, akan saya sampaikan pada pelayan."

"Ya sudah pergi lah istirahat," ucap Devan kemudian berjalan melewati Leon.

Diruang kerjanya, Devan tidak bisa tenang bayangan Aileen selalu muncul meski sudah ia coba alihkan dengan pekerjaan tetap saja gagal, sudah banyak wanita yang berhasil ia tiduri. Tapi, rasanya berbeda saat ia menyentuh Aileen. Apa mungkin karena Aileen masih perawan? Sehingga dengan membayangkannya saja sudah membuat miliknya kembali terbangun.

"Aaarrrrgghh ...! Sial," umpat nya kesal, wanita itu semakin membuatnya frustasi. Ia memilih keluar dari kamarnya karena tidak ingin mengganggu tidur Aileen. Tapi, ternyata berdampak buruk baginya, haruskah ia kembali ke kamarnya?

"Tidak ... Aku harus mengendalikan diri jangan sampai aku terjebak dalam perangkap ku sendiri," gumamnya.

**************

Sinar matahari pagi menerpa wajah cantik Aileen, membangunkannya dari tidur singkatnya karena ulah Devan. Mengingat pria itu seketika mata indah Aileen terbuka lebar, ia meraba tubuhnya yang hanya dibalut selimut.

Aileen mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari sosok yang sudah menghancurkan hidupnya. Tapi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Devan di dalam kamar itu, setelah merasa aman ia bangkit perlahan-lahan.

"Aw ... Sakit sekali, tubuhku rasanya remuk semua," rintihnya menahan sakit yang luar biasa terutama di bagian intinya, jangankan untuk berjalan untuk bergerak saja sangat sulit baginya.

"Aku harus pergi dari tempat terkutuk ini, jangan sampai monster itu melihat ku lagi disini," gumamnya pelan.

Dengan sangat pelan ia beranjak dari ranjang memungut pakaiannya yang berserakan lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Kini ia pasrah menerima kenyataan bahwa hidupnya sudah hancur, menangis pun tidak ada gunanya semua tak akan kembali utuh. Selesai membersihkan dirinya Aileen melangkah keluar bersiap untuk meninggalkan kamar itu setelah menuliskan sebuah pesan untuk Devan pada selembar kertas, sedikit pun ia tidak melirik makanan dan juga paper bag yang ada di atas meja.

"Nona, apa Anda butuh sesuatu?" tanya seorang pelayan yang melihat Aileen keluar dari kamar.

Aileen menggeleng. "Tidak, terimakasih," ucapnya sambil berlalu menuju pintu keluar, ia tidak ingin mengulur waktu dengan berbasa-basi.

Namun, langkahnya kembali dihentikan oleh para pengawal Devan.

"Anda mau kemana, Nona?"

"Ck, aku mau keluar!" jawabnya dengan kesal.

"Maaf Nona ... Kami tidak bisa memberikan Anda izin untuk keluar dari tempat ini, Tuan Devan sudah memerintahkan pada kami untuk menjaga Anda, Nona."

Aileen memandang jengkel para Pengawal Devan, monster itu benar-benar mempersulit hidupnya. Tidak bisa kah pria itu membebaskan nya? "Hufftt ... Si monster brengsek itu, apalagi yang dia inginkan! Jika begini caranya aku tidak akan bisa keluar, aku harus mencari cara," gumam Aileen pelan sambil berpikir.

Setelah mendapat ide, Aileen mendekati Pengawal itu. "Kalian cepat minggir aku ingin keluar," bentak nya. Tapi, sedikit pun mereka tidak terpengaruh dengan bentakan Aileen, membuatnya kesal

"Hei! Apa kalian tidak mendengar? Aku ingin keluar, dan aku sudah mendapatkan izin dari tuanmu," Aileen berbohong.

"Be-benarkah apa yang Anda katakan itu, Nona? Anda tidak membohongi kami kan?" tanya para pengawal Devan setengah percaya.

Aileen menatap serius. "Apa aku terlihat seperti pembohong? Kalau kalian tidak percaya hubungi saja dia."

Kedua pengawal itu saling menatap bingung, mereka tidak tahu siapa yang harus dipercayai karena sebelumnya Devan sudah berpesan agar mereka menjaga Aileen. Sekarang gadis itu mengatakan bahwa ia sudah mendapatkan izin. Tapi, mereka juga tidak berani untuk menghubungi Devan yang sibuk.

Setelah lama berpikir akhirnya mereka setuju untuk mengizinkan Aileen keluar. Menurutnya mungkin saja Devan berubah pikiran, lagipula tidak ada orang lain yang berani membantah perintah sang Tuan Muda selain Aileen dan mereka melihat hal itu semalam.

"Baiklah Nona, kalau memang Tuan Devan yang memberi izin, kami tidak bisa menghalangi," tuturnya lembut sembari membungkuk hormat pada Aileen yang berjalan melewati para pengawal yang berhasil ia bohongi, senyum mengejek tercetak di bibirnya. Tapi, tidak diketahui oleh orang-orang Devan.

"Cih! Dasar pengawal bodoh, mudah sekali menipu kalian. Ckckck ... Jangankan meminta izin pada monster itu, melihatnya saja aku tidak sudi. Aku berharap tidak akan pernah bertemu dengan nya lagi," gumam Aileen pelan sembari melangkah terburu-buru mengabaikan rasa sakitnya.

Para pengawal yang melihat langkah Aileen yang terburu-buru membuatnya curiga, bagaimana jika ternyata gadis itu membohongi nya semua akan berakibat fatal, mereka tidak sanggup menghadapi kemarahan Devan.

Langkah kaki Aileen terayun membawanya semakin menjauh dari Penthouse milik Devan, meski tanpa arah dan tujuan yang jelas ia tetap melangkah sampai akhirnya berhenti di sebuah halte untuk beristirahat. Setelah mendudukkan dirinya, matanya selalu mengawasi keadaan di sekitarnya jangan sampai para pengawal Devan menyadari kebohongan nya dan segera mencari dirinya. Tapi, tubuh nya tiba-tiba menegang saat merasakan pundaknya disentuh oleh seseorang dari belakang, keringat dingin mengucur deras membasahi keningnya juga tubuh nya bergetar hebat karena ketakutan.

Aileen tidak memiliki keberanian untuk sekedar menoleh kebelakang, ia takut bagaimana jika orang itu adalah suruhan Devan. Semakin lama sentuhan itu berubah menjadi remasan yang kuat.

Deg ...!

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Asiyah Al Amin
kok gk ada kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status