“Memilih untuk mati dan membiarkan mereka terlantar, atau kau bunuh mereka dan kembali bersamaku.” Arion menegakkan tubuhnya. Nada bicaranya yang mengancam mampu menyiutkan nyali siapa saja yang mendengarnya. Ditambah sepasang mata abu-abu itu nampak menusuk tajam menatap adik perempuannya. Arion berjalan mendekati Celeste dan berjongkok didepan wanita itu. Keduanya memang memiliki rupa yang menawan. Baik Celeste maupun Arion sama-sama terlahir di waktu yang sama. Namun biar pun begitu, Arion dan Celeste tak memiliki kesamaan fisik. Hanya sepasang mata abu-abu milik mereka saja yang mampu mengingatkan keduanya bahwa mereka adalah saudara. “Celeste, aku tak mau kehilanganmu. Ibunda takkan pernah memaafkanku jika sampai terjadi sesuatu padamu.”Celeste menghapus air matanya kasar. Mendengar nama wanita yang telah melahirkannya disebut, emosi dalam jiwanya seakan bangkit. Jadi, wanita itu yang meminta kakaknya datang dan memaksanya untuk menjadi pembunuh. Tidak.Sampai kapanpun ia takkan sudi melakukannya. Ia tak mau menjadi pembunuh sekalipun nyawanya sebagai taruhannya. Celeste takkan sudi membunuh bagian dari dirinya. Kedua nyawa itu harus tetap hidup dalam dirinya, suka atau tidak. “Aku takkan pernah mau melakukannya. Takkan pernah.” Ucapnya dengan penuh penekanan diakhir. Mata abu-abu yang serupa dengan lelaki itu nampak memancarkan aura kelam. Tak lama setelah ia mengucapkan kalimat itu, terdengar suara petir yang menggelegar. Arion hanya bisa menutup matanya, merasakan kemarahan saudara perempuannya itu. “Kau takkan pernah tahu apa yang akan terjadi. Kau bukan Tuhan, Celeste!” Hardik Arion dengan tegas. Lelaki itu bangun dan berdiri dengan frustasi. Rambut keperakkan miliknya menjadi sasaran pelampiasannya. Tangan-tangan besarnya menarik kasar helaian perak itu hingga terdengar hembusan napasnya yang kasar. “Coba kau lihat, dimana laki-laki sialan itu? Dia bahkan tak mau menunjukkan batang hidungnya dihadapanku.”Celeste tersenyum getir. Disaat seperti ini, tentu ia hanya akan menghalau kemarahan kakaknya sendirian. Pria itu mana mau berdiri disampingnya, memberinya dukungan layaknya pasangan normal lainnya. Pria itu hanya ingin menanamkan benih lalu setelah itu pergi. Celeste tahu apa yang ada dalam benak pria itu. Aliran darah yang mengalir dalam tubuhnya memiliki daya magis yang bisa membuatnya semakin bertambah kuat. Dengan keistimewaannya itu, Celeste mampu melahirkan sosok baru yang kuat dan tangguh. Namun nyawanya yang akan melayang. Celeste tak mampu melahirkan bagian dari dirinya itu. Ia sadar bahwa Arion mungkin mencemaskan dirinya. Saudara lelakinya itu pasti khawatir dengan kondisinya yang semakin melemah. Tapi ia takkan pernah memilih jalan untuk membunuh bayinya. Kedua nyawa yang ada dalam tubuhnya harus selamat. “Dengarkan aku, sekali saja.” Kali ini suara Arion terdengar lemah. Lelaki itu sudah kehabisan akal mencegah kelahiran sosok yang hanya tinggal tiga puluh hari lagi. Ia yakin Celeste takkan mampu bertahan. Anak-anak itu semakin lama semakin memakan habis tubuh adiknya. Bahkan dimatanya Celeste lebih mirip manusia yang memiliki penyakit parah. Tubuhnya kurus, namun perutnya menjadi bagian yang paling menonjol dari wanita itu.
“Tidak Arion. Aku akan tetap melahirkan bayiku. Mereka hidupku.”Celeste tetap pada pendiriannya untuk melahirkan anak-anaknya. Andai saja ia bisa meminta Arion untuk membawa mereka, mungkin Celeste akan merasa tenang dalam kematiannya. Akan tetapi sayangnya dunia mereka takkan menerima makhluk immortal. Bayi-bayinya takkan pernah mendapatkan tempat dimana pun. Tidak di dunia, maupun dilangit yang luas diatas sana.
“Baiklah. Silahkan kau lahirkan anakmu. Tapi satu yang harus kau ingat.”
Putusnya. Arion sudah tak bisa lagi melakukan apapun. Ia menyerah. Ia tahu betapa kerasnya keinginan saudara perempuannya itu.
“Apa itu?”Arion membisikkan sesuatu ke telinga Celeste. Semua wanita itu hanya mengangguk dengan wajahnya yang masih dalam kebingungan. Namun ketika Arion selesai mengutarakan lisannya. Sepasang mata abu-abu itu pun terbelalak. Mana mungkin ia melakukannya. “Aku tidak bisa melakukannya, Arion. Aku tak sekuat itu.” Arion mengangguk pasti. “Kau bisa. Kita memilikinya. Lakukan saja setelah kau melihat wajah mereka. Aku takkan bisa lagi turun ke bumi. Waktuku sudah habis. Butuh waktu dua puluh tahun untukku kembali kesini. Kuharap kau menjaga keponakanku dari kaum itu. Jangan sampai mereka mengendus keberadaan anak-anak ini.”Celeste hanya terdiam. Ia mengamini ucapan saudaranya itu. Setelah ia meninggal nanti, ia tak bisa begitu saja meninggalkan anak-anaknya sendirian di bumi ini. Jika ia mengharapkan pria itu akan datang menolongnya, mungkin ia hanya bisa berdongeng. Meminta bantuan pria itu sama saja menyerahkan anak-anaknya untuk dibunuh. Tidak, ia takkan membiarkan hal itu terjadi. “Baiklah. Aku akan mencoba melakukannya.”...Tak lama intan berlian itu pun lahir. Sepasang mata abu-abu dan sepasang mata coklat terang mewarnai muka bumi ini. Tangisannya begitu kuat hingga membuat siapa saja yang mendengarnya memilih untuk menutup rapat telinga mereka. Kedua bayi hawa itu siap menatap dunia. Dengan dua takdir yang berbeda, mereka telah memiliki garis hidupnya masing-masing. Garis yang baik maupun yang buruk. “Mereka sudah lahir.” Ucap salah seorang wanita yang membantu persalinan kedua bayi tersebut. Namun seketika tatapan mereka berubah sendu. Alangkah malangnya kedua bayi ini mengingat mereka tak memiliki siapapun lagi di dunia ini. Ibu yang telah melahirkan mereka baru saja meregang nyawa. “Andai Celeste bisa melihat wajah mereka, mungkin ia akan menjadi yang paling bahagia disini.” Wanita itu memandang wajah Celeste yang sudah memutih. Meskipun nyawanya sudah tak tadi berada dalam jasad itu, namun senyumannya tetap abadi. Celeste meninggalkan dunia ini dengan penuh rasa bahagia. Perjuangannya untuk bisa melahirkan kedua putrinya sudah tercapai. Tepat pada hari itu, langit langsung berubah cerah. Tak ada awan gelap yang menyelimuti kota Last Town, yang sudah diguyur hujan selama satu tahun lamanya. Kota itu bermandikan cahaya matahari yang terang. Semua bersuka cita menyambutnya, kehidupan mereka bisa dimulai dari awal lagi. Mereka akan kembali menjalankan hidup seperti layaknya manusia normal lainnya. Tak ada tangisan karena air bah yang mengalir deras, tak ada derai air mata karena tubuh mereka telah basah. Semuanya kembali seperti semula. Akan tetapi, tak ada yang mengetahuinya jika itu adalah pertanda akhir kehidupan mereka. Kaum-kaum yang setia bersembunyi dari balik tanah yang mereka pijak sudah menunggu lama datangnya hari ini. Mereka tersenyum menakutkan mendengar suara riuh orang-orang yang sedang bersuka cita. Bagi mereka suara-suara memekakkan itu merupakan nada indah ditelinga mereka. “Kita akan naik sebentar lagi. Kita akan memiliki kota ini.” Ucap salah seorang dari beberapa laki-laki disana. Mata merahnya nampak menyala dan menusuk ketika melihat betapa gembiranya orang-orang itu.“Tapi Tuan, kapan itu akan terjadi?” tanya salah seorang yang berdiri di belakangnya. “Tidak lama. Hanya menunggu saat yang tepat. Saat dimana mereka semua telah lengah.” Mata merah itu menyala, menakutkan sekaligus mempesona siapapun yang melihat, termasuk para pengikutnya. “Kami akan ikut denganmu, Tuan.” Ucap beberapa orang dibelakang lelakit itu secara bersamaan. Nada kesungguhan yang keluar dari bibir mereka menjadi satu kekuatan yang menguatkan kelompok mereka. “Ya, harus. Karena akan aku pastikan kalian mengalami kematian kedua kalian jika ada yang berani membantahku.” Setelahnya, lelaki itu berbalik. Mata merahnya menatap para pengikutnya dengan tatapan menusuk. Mata sipitnya layaknya seorang yang berasal dari tanah Asia menjadi daya tarik tersendiri dari wajahnya. Lelaki itu menyeramkan sekaligus tampan, begitulah tatapan para pengikut wanitanya yang masih setia memandangi Tuan mereka.“Tetaplah setia, maka kalian akan kupastikan selalu aman.” Janjinya. Kedua dunia yang berbeda, namun tak ada yang tahu bahwa mereka memliki jalan takdir yang sama. Lelaki itu boleh saja memiliki rencana. Tetapi, diatasnya ada yang lebih bisa mengatur itu semua. Dan tanpa ia sadari janjinya itu akan terulang dimasa yang akan datang. Janji itu akan menjadi sumpah yang tak terbantahkan oleh siapapun. Janji itu pula yang akan membawanya pada belahan jiwanya yang entah berada dimana. “Kalian makhluk tak berjiwa, kita akan menyatukan kekuatan untuk melawan para manusia. Mereka makhluk lemah yang tak memiliki rasa kasihan. Kita harus merebut kembali tempat yang seharusnya menjadi milik kita.”Setelahnya, lelaki itu berbalik. Mata merahnya menatap para pengikutnya dengan tatapan menusuk. Mata sipitnya layaknya seorang yang berasal dari tanah Asia menjadi daya tarik tersendiri dari wajahnya. Lelaki itu menyeramkan sekaligus tampan, begitulah tatapan para pengikut wanitanya yang masih setia memandangi Tuan mereka. “Tetaplah setia, maka kalian akan kupastikan selalu aman.” Janjinya.Kedua dunia yang berbeda, namun tak ada yang tahu bahwa mereka memliki jalan takdir yang sama. Lelaki itu boleh saja memiliki rencana. Tetapi, diatasnya ada yang lebih bisa mengatur itu semua. Dan tanpa ia sadari janjinya itu akan terulang dimasa yang akan datang. Janji itu akan menjadi sumpah yang tak terbantahkan oleh siapapun. Janji itu pula yang akan membawanya pada belahan jiwanya yang entah berada dimana. “Kalian makhluk tak berjiwa, kita akan menyatukan kekuatan untuk melawan para manusia. Mereka makhluk l
MATAHARIDi sebuah ruang yang gelap, sosok-sosok itu berjalan bak bala tentara yang siap berperang. Hanya sebuah obor yang dipasang di setiap dinding bata hitam yang menjadi penerangan satu-satunya lorong-lorong itu. Sepasang kaki-kaki itu berjalan senada satu sama lainnya. Tepat berada di depan mereka, sosok pria besar menjadi pemimpin jalannya mereka “Wanita itu harus kutemukan, harus!” Entah terdengar seperti apa kalimat yang baru saja tercetus dari bibir sang pemimpin itu. mata merahnya menyala penuh tekad yang kuat. Pundaknya yang tegak menyiratkan betapa kerasnya kepala pria itu. Ia harus segera menemukan apa yang ia inginkan, kalau tidak ia akan berbuat lebih jauh dari ini. “Tapi, Tuan.. selama wanita itu masih bersama bayinya, kita tidak akan pernah menemukannya.” Sela salah seorang pengikutnya yang merupakan kaki tangannya. Sejujurnya ia takut melakukan hal itu. Namun itu harus dil
VAMPIREVampir adalah makhluk yang paling dingin. Mereka tak pernah merasakan kehangatan karena mereka makhluk berdarah dingin. Selama hidupnya, mereka hanya bertahan untuk berburu makanan. Darah segar menjadi penghidupan bagi mereka. Dengan taring tajamnya, mereka menusukkan tajam ke salah satu mangsa mereka. Tidak sampai tewas, hanya sampai dahaga mereka terpenuhi. Namun dibalik ke seraman mereka, ada satu yang tak pernah disadari. Mereka membutuhkan sesuatu yang lain untuk bertahan, mereka membutuhkan sesuatu untuk tujuan mereka hidup. Berburu dan meminum darah, tak bisa begitu saja memenuhi lembaran hidup mereka yang panjang.Cinta.Penggambaran yang luas untuk kehidupan mereka yang bahkan bisa hidup sampai ratusan tahun. Mereka tidak bisa mengandalkan hukum rimba untuk menjadikannya seorang pemimpin. Vampir butuh manusia. Meski dimata Vampir manusia adalah makhluk yang rapuh, makhluk yang hanya bertahan hidup tak sampai dari usia para Vampir, namun
PERTEMUANBanyak yang berkata bahwa setelah pertemuan pertama, akan ada pertemuan yang lainnya. Kalau memang begitu adanya, maka kau akan selalu bertemu dengan orang itu dalam suatu hubungan.“Kami adalah vampir. Lebih baik kau pergi.” Ketus Rowman.Mata hazel Mayya membesar. Lagi, ia harus berurusan dengan orang aneh yang lainnya. Setelah sebelumnya ia harus berlari mencari tempat perlindungan, kini ia harus kembali dihadapkan pada sosok bermata merah.“Daddy..” Tatiana berjalan maju selangkah lagi. Ia memberikan senyuman hangat untuk tamu barunya itu. Wanita itu memiliki mata merah juga sama seperti lelaki muda disampingnya, namun melihat kedalamnya Mayya mampu merasakan sengatan hangat yang menyenangkan. Hatinya tenang setelah wanita paruh itu mulai berbicara “Kami tidak jahat, Mayya.”“Benarkah..” cicit Mayya. Ia memeluk erat Jackson yang kini tertidur. Entah sejak kapan anak itu sudah memasuki alam mimpinya. Padahal baru bebe
STORYTempat ini, aku hanya merasa sangat dingin berada didalam sini. Namun ada satu titik dimana aku menemukan penyebabnya dan masih merasakan ada hangat cinta yang terselubung dibalik es yang tersimpan jauh didalam sana....Seorang gadis dengan penampilannya yang sedikit maskulin, nampak berdiri didepan jendela besar yang ada di kamar yang ia tempati dengan pandangan kosong. Jauh didalam pikirannya, ia tak pernah menyangka bahwa ia akan sampai pada tempat ini. Dirinya tahu kalau ia sudah menjajakkan dirinya untuk berada dalam pusaran maut. Bersama dengan makhluk yang ia pikir nyaris tak pernah ada dimuka bumi ini dan hanya terdengar dari cerita tua, Kini Mahkluk itu berada didepan matanya.Mayya, ia sudah hidup sejak kelahirannya di kota ini. Sejak saat dimana pertama kali ia membuka matanya, Mayya sudah mengenal seluk beluk kota ini dari warga desa yang sering berpergian ke hutan mencari kayu. Namun tak banyak, karena setelah ia beranjak usia 10 tah
AFRAID OFTidak akan ada yang tahu kapan hidupmu akan berhenti pada satu titik. Mungkin di titik yang lain, atau kembali lagi ke titik yang sama....Seorang pria nampak duduk bersadar pada kursi berlapis kulit miliknya. Rintik sisa gerimis hujan yang membasahi lahan rumahnya menjadi pusat mata merahnya memandang. Hembusan udara dingin tak terasa lagi baginya yang kini tak sudah tak bisa merasakannya. Ia sama dinginnya dengan itu. Bahkan ia sudah lupa bagaimana rasanya sebuah kehangatan.Mungkin inilah yang disebut sebagai sebuah babak baru, atau entah apa namanya. Hari ini, tepat dua jam yang lalu ia telah membuat sebuah perubahan besar dalam hidupnya. Ia telah membawa masuk sosok yang paling ia larang masuk ke dalam lingkaran yang sudah ia buat. Ia sendiri yang telah mengijinkan sosok itu untuk hidup bersama dengannya.Manusia.Ia benci mendengar makhluk itu masih tetap hidup hingga saat ini. Mereka yang
MAJESTYHanya dia yang memiliki keyakinan kuat yang dapat bertahan....Didalam sebuah ruangan yang gelap, nampak sebuah kotak besar yang terletak ditengah-tengahnya. Sesosok tubuh tengah terlelap didalam kota terbuka itu. Tubuh yang terbalut kulit pucat itu tampak seperti seseorang yang tengah tertidur diatas kasur nyamannya. Namun yang tak menyamakannya dengan seseorang yang tengah tertidur lainnya adalah pakaiannya yang terkesan aneh. Sosok itu memejamkan matanya dengan pakaian setelan jas lengkap dengan jubah yang memiliki kerah meninggi, persis seperti pakaian model pada jaman era reinasance.Tak lama ada seseorang yang nampak membuat daun pintu ruangan tersebut. Meski hanya teraram sinar api obor yang tergantung di empat sudut ruangan, namun suara renyitan pintu begitu nyaring terdengar hingga membuat sosok itu terbangun. Tak bernapas, namun kesadaran itu mulai terasa.“Ada apa Sheed?” ucap sosok itu, masih tetap memejamkan kedua matan
PANDANGANKUBolehkan aku hanya melihatmu dari kejauhan?...Seorang anak kecil nampak berjalan sendirian ditengah hutan. Iris coklatnya yang mungil nampak mencari jalan didepannya yang terasa asing. Susunan pohon pinus yang menjulang tinggi membuatnya nampak begitu kecil dan mungil didalam sana. Dengan rasa takut dalam hatinya, gadis kecil itu pun mencoba melangkahkan kakinya mencari jalan, meski rasanya sangat berat.“Halo, kau sendirian?”Gadis kecil itu pun tersentak mendengar suara yang entah berasal dari mana. Ia menolehkan kepalanya kekiri dan kekanan mencarinya namun yang ia dapatkan hanya udara hampa yang kosong.“Aku dibelakangmu.”Gadis kecil itu pun berbalik dan melihat sepasang kaki yang berdiri menjulang tinggi didepannya. Kepala mungilnya didongakkan ke atas guna melihat siapa sosok yang bertanya tadi padanya. Namun sinar yang menerpa dibelakang sosok itu begitu terang dan menyilaukan, sehingga ia tak mam