Author Pov
"Nikah sama Adnan? Enggak ah, aku enggak mau sama brondong, maunya sama yang dewasa."
Adnan mengembuskan napas ketika mendengar kata 'dewasa' ia mengerti akan hal itu, karena yang dimaksud oleh Aristela selain dewasa, juga yang mapan, padahal Adnan ada ketertarikan pada gadis tersebut walau umur mereka berjarak beberapa tahun.
Hal yang dipercayai oleh Adnan untuk mendapatkan Aristela adalah, jodoh takkan ke mana bila Tuhan telah menakdirkan, jika status saudara tiri menghalangi, Adnan rasa itu tidak cukup, karena mereka bukan saudara sepersusuan, jadi tidak ada masalah.
"Adnan? Ngapain ngelamun? Ayo balas perkataanku dong," pinta Aristela.
Adnan tersenyum kemudian menunjukkan ekspresi berpikirnya, tidak lama kemudian, ia pun menjawab dengan berupa pertanyaan pula, "Kalau Kak Aristela maunya sama yang dewasa, berarti ada tiga pilihan, yaitu Kak Abraham, Kak Agam, sama Kak August, ayo pilih yang mana?"
"Enggak ada, mending sama kamu yang asyik diajak ngobrol, mereka mah bikin jengkel, apalagi pas ngobrol sama ayah dan mamah kamu di ruang tamu, jujur ... Kakak malu banget loh tadi, walau pada awalnya Kakak mengagumi suaranya Abraham," jawab Aristela, beberapa detik selanjutnya, ekspresi menjerit dengan nada kegemasan mengagetkan Adnan.
"Adnan, suara Kakakmu tuh keren banget sih? Aku ngefans jadinya, mana sih dia? Walau ketus enggak apa-apa deh, yang penting ganteng sama suaranya bagus," ujar Aristela lalu terkekeh menatap Adnan yang juga menatapnya malas.
"Huft, enggak apa-apa ketus atau menyebalkan, yang penting ganteng. Ini mendasar kepada: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakya Good Looking," balas Adnan dan Aristela tak setuju akan hal tersebut.
"Enggak juga, ganteng bukan hal yang utama untuk wanita, kenapa? Semakin dewasa seseorang, maka yang dia cari adalah: pasangan yang dapat melengkapi kekurangan masing-masing serta memiliki tujuan yang jelas setelah melakukan pernikahan, sampai di sini paham?" tanya Aristela dan Adnan mulai mengerti maksud dari perkataan Aristela, walau ia tidak pernah berpacaran, dirinya senang karena ucapan Aristela bisa menyadarkannya, bahwa tampilan yang bagus belum tentu mencerminkan hatinya. Inilah yang dia tangkap dalam sisi yang lain.
"Kak, Adnan pinta sesuatu ke Kakak boleh, kan?" tanya Adnan tiba-tiba, Aristela menjadi curiga dibuatnya, apakah permintaan Adnan itu aneh-aneh atau malah lebih aneh lagi.
"Boleh, tapi enggak aneh-aneh yah, kalau aneh-aneh bakalan Kakak smackdown," jawab Aristela.
"Boleh enggak Kakak nganterin Adnan ke sekolah besok? Atau perlu berangkat bareng gitu."
"Buat apa, Adnan?" tanya Aristela penasaran.
"Biasa, Kak. Buat pamerin ke temen kalau Adnan enggak jomlo, mumpung Kak Aristela cantik, pasti teman-teman gue pada ngiri dan melongo mukanya," jawab Adnan kemudian tersenyum lebar karena berharap penuh kepada Aristela. Namun harapan tersebut harus sirna saat Aristela menolaknya dengan mentah-mentah.
"Iddih, Kakak cuman dijadiin objek pembohongan atas status kamu gitu? Enak aja, enggak mau aku, cari cewek lain sana," ogah Aristela dan Adnan menampakkan ekspresi kekecewaannya.
"Sebenarnya bukan itu doang sih, sederhana malahan, Adnan cuman pengen ngerasain diantar sama Kakak tuh gimana, maksudnya ada yang ngantar, karena terakhir kali Adnan diantar sama Mamah yah waktu kelas tiga sd, selebihnya dianter sama Pak Raden, please ... boleh yah?" pinta Adnan dengan tulus, Aristela yang mendengar itu berpikir berkali-kali karena sedikit ragu dengan alasan Adnan yang ini, karena dia tahu bahwa Adnan orangnya suka bercanda, akan tetapi, tatapan Adnan berhasil menembus tembok tebal yang ada di hati Aristela sehingga Aristela merasa luluh juga.
"Okey, besok pagi berangkat jam berapa? Biar Kakak jemput kamu di sini, okey?"
"Setengah tujuh, bisa enggak?" tanya Adnan dengan nada yang meremehkan Aristela.
"Jam setengah tujuh doang? Kakak berangkat kerja malah jam enam ke toko roti, kamu bisa enggak jam segitu, atau di jam enam itu kamu masih kebo?"
"Enggaklah, di jam segitu Adnan dah bangun."
"Iyah kamu bangun, tapi baru bangun dari tempat tidur, ha ha ha."
"Ngadi-ngadi, di jam segitu Adnan dah gangguin Abang-abang yang lagi mau makan, tapi yang paling seru tuh si Bang August, dia sering lupa kunci kamarnya, kadang kalau mau mandi, handuk tuh diletakkan di atas ranjangnya, alhasil, gue sembunyiin," jelas Adnan menyeritakan aktifitas di pagi hari yang terbilang seru untuk membalas perbuatan kakaknya yang begitu laknat.
"Kamu cocok mendapatkan penghargaan dalam kategori adik yang durhaka, rasanya mantap banget."
Keduanya tidak menyadari jika empat pria yang berada di tempat yang berbeda sedari tadi mendengar percakapan mereka, terutama pada si sulung yang tertawa konyol mendengar candaan adiknya.
"Ada-ada saja si Adnan," kekeh Abraham masih di posisi yang sama sembari memerhatikan keduanya sedang sibuk berbincang di sana.
"Heduh ... Adnan, malah ngumbar aib gue di depannya Aristela, pas udah kumpul keluarga auto malu gue, haish," resah August, sekaligus kesal terhadap adik bungsunya itu.
Di sisi lain, ada Aderald dan Agam yang bersebelahan memerhatikan Aristela dan Adnan, mereka tersenyum-senyum sendiri, hingga akhirnya si Agam menyahut.
"Anak dari calon Ayah baru kita ternyata tidak seburuk yang diduga, buktinya Adnan begitu mudah dan terlihat nyaman saat bercengkrama dengannya," ujar Agam, Aderald mengangguk.
Sebenarnya, ada yang ingin disampaikan Aderald karena pria itu masih mengingat ucapan adiknya yang begitu ingin diantar oleh Aristela, apalagi fokus pada alasan Adnan yang harus dituruti kemauannya, di mana dirinya terakhir kali diantar jemput oleh sang mamah, yaitu kelas tiga sekolah dasar.
"Bang, lo enggak kasihan sama si Adnan?" tanyanya yang ingin membahas perasaan Adnan yang ingin sekali diantar oleh Aristela.
"Buat apa kasihan? Adnannya baik-baik aja tuh."
"Bukan itu, yang ngebuat gue sampai tertegun sama perkataan adik kecil kita itu, adalah pas dia ngomong ke Aristela atau lebih tepatnya tuh curhat, kalau dia pengen banget diantar karena mengingat mamah yang udah berhenti nganter jemput dia waktu kelas empat sd, karena terakhirnya itu kelas tiga sekolah dasar," ujarnya menjelaskan, dan Agam tiba-tiba ikut merasakan apa yang dirasakan oleh adiknya ini.
"Adnan tipe orang yang susah buat curhat, bahkan gue baru tau kalau dia butuh sosok yang memerhatikan dia lebih lagi, terutama kasih sayang dari seorang perempuan," gumam Agam dan Aderald mendengar ucapan tersebut.
"Haish, Mamah gue, lo dan abang lainnya terlalu sibuk bekerja, sampai-sampai lupa sama Adnan."
"Tenang aja, Adnan bakalan ngerti, dan sekarang gue bersyukur kalau si Aristela ini hadir di tengah-tengah kita, bahkan gue juga pengen berterima kasih sama Pak Adibal, cuman gue masih canggung aja."
"Gue pun sama, jangan-jangan kita jodoh Bang?"
"Gue jadi jijik." Agam langsung meninggalkan Aderald yang tertawa puas melihat abangnya yang merinding kegelian.
Aristela PovPembicaraanku bersama Adnan harus berakhir ketika suara Tante Cahyani mengagetkan kami dari belakang."Ternyata kalian ada di sini. Adnan, tuntun Aristela ke dalam, karena kita akan makan malam bersama," ucap Tante Cahyani kemudian meninggalkan kami. Adnan pun mulai berdiri dan diriku menyusulnya yang sedang menggerakkan tangan sebagai kode agar aku mengikutinya.Setelah sampai di ruang makan, ternyata hanya kami berdua yang belum datang sebelumnya, karena ayah dan keempat saudara Adnan sudah duduk di kursi masing-masing."Nak, kamu duduk di sampingnya Abraham enggak apa-apa, kan?" tanya Tante Cahyani, sebenarnya diriku tentu keberatan karena harus berada di samping pria menyebalkan itu, terlebih lagi dia kurang lebih seperti ayah yang terlihat narsis dan suka tebar pesona."Eum, kalau Aristela di sampingnya Adnan enggak apa-apa kan, Mah?" sahut Adnan tiba-tiba dan aku langsung menatapn
Pagi ini, Aristela sarapan pagi bersama sang ayah, walau berangkat kerjanya agak sedikit lambat di banding hari-hari sebelumnya, tapi itu tidak membuatnya terlambat pula di toko roti karena nanti dia harus ke rumah Tante Cahyani untuk menjemput Adnan, sesuai perjanjian mereka semalam."Tumben jam segini baru pergi, biasanya jam enam, kok bisa, Nak?" tanya Adibal, dan pria tersebut sepertinya lupa jika hari ini Aristela ingin ke rumah Tante Cahyani untuk mengantar Adnan."Ayah enggak inget kalau Aristela bakalan ke rumahnya Tante Cahyani buat nganterin Adnan?" Setelah memberikan pertanyaan tersebut, Adibal langsung menjitak dahinya dan mengatakan, "Astaga, Papah lupa, Nak.""Haduh Ayah, makin berumur sih, jadi wajar, he he.""Eits, makin berumur makin ganteng loh Papahmu ini, Nak. Ngomong-ngomong, mulai sekarang kamu manggil Ayah, pake Papah yah, enggak usah Ayah, agak kuno kedengerennya," balas Adibal dan Aristela h
Keempatnya tak dipedulikan oleh Aristela karena gadis tersebut lebih mementingkan Adnan sekarang, buktinya ... Aristela menghampiri Adnan untuk meraih tangan anak tersebut agar dia cepat-cepat bèrsiap untuk sekolah, sebelum waktu termakan lebih banyak hanya karena mendengar kelima saudara membahas hal yang konyol."Kamu udah siap, kan? Kalau gitu ayo, nanti Kakak telat kerja," ucap Aristela dan Adnan menurut."Bang minta duit dong buat jajan," pinta Adnan cengengesan dan Aristela langsung menyicingkan matanya karena perkataan Adnan tak sesuai dengan ucapannya kemarin."Iddih, katanya punya banyak duit buat jajanin Kakak tiap bulan, tapi nyatanya minta-minta," ucap Aristela dengan tawa yang mengiringi."Nih lima rebu, harus irit.""Bjir, pelit banget lu, Bang, masa dikasih lima rebu doang?""Syukur-syukurlah, lo harus hemat karena di luaran sana masih banyak orang yang s
Pita langsung tersentak dengan pertanyaan Aristela yang dirasanya sangat lancang itu, sementara menurut Aristela sendiri, dia takkan peduli jika perasaan Pita akan sakit atau teriris akan kalimat sadisnya, karena dia sudah terlanjur buruk mood-nya, ditambah lagi dengan dua wanita songon yang tambah memanas-manasinya."Kenapa diam? Apa ucapanku bener yah? Kalau memang bener, miris banget demi duit sampai segitunya mempermalukan diri sendiri, bahkan harga dirimu dapat ditukar dengan iphone," lanjut Aristela semakin sinis menatap Pita, Pita ingin membalas wanita itu, akan tetapi ... suasana di toko roti semakin ramai dengan hadirnya para pelanggan yang sedang menyaksikan adu mulut mereka.Aristela yang merasakan situasi makin ramai, segera menghindari mereka yang terus menatapnya dan memilih untuk masuk ke dapur saja agar dapat menenangkan diri sejenak."Pagi-pagi langsung disemprot sama bos, nasib ... nasib," gumam Ariste
Para karyawan yang bekerja di toko roti, tak bisa bertanya apa-apa lagi tentang nasib Asma dan Pita, karena keduanya otomatis diberhentikan atau dipecat oleh Pak Syahrul secara kejam di sana.Bahkan Asma mengeluarkan air matanya sembari memohon-mohon kepada bosnya itu untuk tidak memecatnya. Namun, Pak Syahrul tak mengucapkan apa-apa selain menunjukkan ekspresi wajah yang tidak bersahabat, sementara Pita? Wanita itu sudah pasrah dengan apa keputusan Pak Syahrul, karena perasaannya sekarang ini hanya bisa menanggung penyesalan serta emosi yang besar terhadap si Aristela itu."Untuk apa lagi kalian berada di sini? Cepat keluar dari tokoku, aku tak sudi melihat wajah kalian berdua, cepat angkat kaki!" bentak Pak Syahrul dan keduanya pun langsung pergi dari tempat tersebut dalam keadaan malu nan menunduk."HUU" sorak-sorakan dari para karyawan yang puas atas perginya mereka berdua yang akhirnya membuat karyawan-karyawan di
Saking senangnya Aristela karena dapat membantu Pak Raden bekerja, menimbulkan sesuatu yang akward, di mana gadis tersebut menabrak pria seumurannya yaitu Aderald karena tidak terlalu fokus ke depan."Sial, cokelat panasku!" desis Aderald melihat cokelat panasnya yang terbuang sia-sia karena Aristela yang menabraknya, tak hanya itu, dia pun merasa panas karena percikan air minumannya itu mengenai kaki Aderald."Ma-maafkan aku, aku terlalu gembira sehingga menabrakmu, ngomong-ngomong namamu siapa? Aku lupa." Aristela masih sempat bertanya di situasi tersebut dan Aderald memuta bola matanya malas lalu menatap Aristela dengan lekat + tajam."Namaku Aderald, lain kali hati-hati berjalan, dasar merepotkan, aku akan menuntutmu untuk menggantikan cokelat panasku, calon saudara tiri yang nakal," jawab Aderald dengan tambahan balasan yang agak jahil di akhit kalimatnya karena Aristela merinding begitu saja melihat kedipan mata pria di
Aristela POVSelesai membantu Pak Raden ada kepuasan tersendiri dalam diriku, apalagi melihat bapak tersebut semakin mudah pekerjaannya, apalagi beliau pun sudah agak tua, jadi staminanya sedikit berkurang di banding dia waktu muda.Pak Raden begitu senang menyampaikan rasa terima kasihnya dan aku membalasnya dengan senang pula bahwa aku pun menikmati kerja-kerja tadi, yang entah kenapa sikap Pak Raden tiba-tiba berubah di mana dirinya menunduk sembari tersenyum lalu pergi begitu saja, kemungkinan bapak lagi ada urusan lain jadi agak terburu-buru dilihatnya.Aku mencari keberadaan Aderald karena aku mengingat perkataan pria itu yang terlihat mulai membuka diri dan ini adalah kesempatan bagus untuk memanfaatkan agar aku dapat akrab dengannya."Aderald ke mana, yah? Enggak ketemu-ketemu orangnya, kemungkinan ada di ko-""Kenapa?"Aku terkejut, Aderald menepuk pundakku tiba-tiba dan me
Author POVSudah jam setengah dua lewat dua belas, dan di waktu itulah Adnan baru keluar dari pintu gerbang sekolahnya dan menunggu Aristela, dia pun menuju halte bersama temannya untuk nongkrong di sana."Adnan, tadi kalau enggak salah, gue liat lo lagi ngebonceng cewek cantik, lo dapet dari mana?""Rahasialah, nanti dia dateng lagi buat ngejemput gue, jangan sampai kalian-kalian ngeliat mukanya, kalau sampai, auto jatuh cinta saking cantiknya," jawab Adnan dan teman-temannya ingin menjitak si Adnan."Pelit banget lo, kasih taulah, kalau cocok sama gue, nanti dicomblangin yah," pinta pria yang bernama Garda dan Adnan langsung melarang."Heleh, enggak mau gue! Kalau dia pacaran sama lo, auto dirusakin, lo kan nafsuan tinggi sampai puncak patung mariana, dikit-dikit punya burung langsung baper, apalagi cewek yang gue bonceng tadi beningnya enggak ketulungan, mulus coy," balas Adnan.