“Masuklah. Tuan Pacciardi sedang menunggu Anda,” sapa seorang penjaga yang baru saja mempersilakan Caritta masuk ke dalam kawasan megah hunian milik keluarga politisi itu.
“Terima kasih,” sahut Caritta sambil menganggukkan kepala, lantas melenggang dengan rasa gugup hebat yang memadati dadanya.Area itu sangat luas dan dilengkapi dengan material elite yang fantastis di setiap sudutnya. Sesuatu yang akan membuat siapa saja berdecak kagum pada pencapaian luar biasa yang sang senator hasilkan hanya dalam kurun waktu yang singkat. Sesuatu yang juga mampu membuat Caritta terperangah takjub dengan keadaan di sekelilingnya.“Apa Anda yang bernama Leah?” tegur seseorang yang lain.“Eh? Aku—um, ya, aku Leah.”Pelayan wanita yang berkucir kuda itu melemparkan senyum sesaat sebelum melanjutkan, “Mari, saya antarkan ke sana.”Caritta lagi-lagi mengangguk tanpa mengedipkan mata—memandang lekat-lekat pada penampi“Maaf tentang tadi. Aku memang suka bercanda.”Pria misterius itu kemudian menyunggingkan senyumnya yang menawan dan menuangkan teh bunga krisan lewat teko jenis kaca tersebut ke dalam cawan milik Rosetta. Aroma khusus seketika menguar mengundang rasa ingin tahunya terbit untuk mencicipi minuman. Dia pun mengintip di antara kepulan asap yang meliuk tanpa henti.“Apa kau pernah mencoba teh khas Cina sebelumnya?” sambungnya lagi.“Belum,” gumam Rosetta yang balas memandang ke arah pria di hadapannya dengan sorot mata kagum.“Cobalah sekarang. Kau akan terkejut dengan cita rasanya yang sangat lain.”Rosetta menurut—mengangkat wadah yang terbuat dari bahan keramik tersebut ke mulutnya, lantas menyesap dengan hati-hati. Sensasi baru itu serta-merta melapisi seluruh indra pengecapnya dan membuat dia takjub pada sensasi yang ditawarkan. Ringan, tetapi manis.“Bagaimana menurutmu?”“Enak.”
“Bukankah aku baru saja mengatakannya padamu? Dia milikku. Aku tidak terbiasa untuk membagi sesuatu yang kupunya dengan orang lain,” desis Marco yang kemudian menggertakkan giginya.Seringai yang sarat akan ejekan itu seketika muncul di sudut bibir Ludovic. Dia menelengkan kepalanya sedikit, lantas menyipitkan mata. Pandangan pria tersebut terkunci hanya pada Marco yang sedang menyembunyikan sepasang kepalan tangannya di dalam saku mantel kardigan polosnya.“Tidak ada yang terjadi. Kami hanya mengobrol. Kau boleh membawa Rosetta pergi,” balas Ludovic yang justru memilih untuk mengalah.“Aku tidak ingin ikut dengannya,” tolak Rosetta yang serta-merta membangkitkan emosi Marco.“Kau harus kembali ke dalam kamarmu sekarang,” perintah Marco yang membuat nada penekanan di bagian akhir kalimat.“Aku belum menghabiskan minumanku,” kilah Rosetta yang mencari alasan agar tetap tinggal.“Don’t cross my line or
“Bagaimana kabar wanita kurang ajar itu? Di mana dia sekarang?”Giuseppe pun menoleh pada rekannya sesaat sebelum menjawab sang pemimpin. Dia menelan air ludahnya dengan susah payah, lantas menyahut, “Er—kami kehilangan jejaknya, Tuan Botticelli.”“Kehilangan jejak?” desis Marco yang siap untuk meluapkan emosinya di hadapan mereka.“Kami hanya mampu melacaknya hingga ke daerah timur. Dia terlihat sedang memasuki Hotel Firenze lusa kemarin, tetapi kami tidak menemukan keberadaannya lagi sejak sore.”“Sial!” maki Marco yang kemudian menendang salah satu kaki meja dan membuat benda itu terbalik dengan keadaan patah.“Apa kalian tidak mampu melakukan sesuatu dengan benar? Apa kalian tidak malu menyebut diri kalian mafia?” jeritnya lagi sambil menudingkan jari telunjuknya pada wajah mereka.“Maafkan kami, Tuan Botticelli. Kami mengaku salah,” balas sepuluh orang itu dengan serentak. “Maaf?
“Tamu Tuan Salvoni?” tanya salah satu penjaga yang memegang senjata api berlaras panjang itu dengan tatapan penuh selidik.“Aku Caritta. Dia mengenalku. Aku punya janji temu untuk sebuah bisnis kecil bersamanya.”“Baiklah. Berdiri dengan tegap dan angkat kedua tanganmu ke atas. Kami akan memeriksa tubuhmu sebelum masuk,” pinta pria berhidung besar itu.Dua orang penjaga lain pun mengulum senyum mereka sesaat setelah menonton jemari rekannya menggerayangi punggung Caritta. Sentuhan itu kemudian merendah menuruni bagian pinggul dan membuatnya terkesiap oleh rasa syok. Menerbitkan ambisinya untuk menampar wajah pria kurang ajar tersebut dengan keras.“Percayalah padaku. Aku tidak membawa benda apa pun yang berbahaya,” desis Caritta sambil mengetatkan rahangnya.“Kita tidak pernah tahu barang-barang yang mampu disembunyikan di balik rok rimpelmu, bukan? Jadi, biarkan aku mengintipnya sedikit agar—”“Dasa
“Mengapa aku harus mengepak barang-barangku ke dalam koper?”“Karena kau akan berada di atas laut selama dua hari.”Rosetta langsung meletakkan garpu miliknya dan memandangi Marco yang masih mengiris steiknya dengan sikap tenang. Dia berdeham-deham meminta perhatian dari pria itu, lantas memberi kode jelaskan-padaku-sekarang dengan sorot matanya. Namun, Marco memilih untuk mengabaikan isyarat tersebut.“Apa maksudmu di atas laut?”“Kau cukup vokal untuk menyuarakan rasa penasaran dalam kepalamu,” komentar Marco sambil memasukkan potongan besar daging sapinya ke dalam mulut.“Yang benar saja, Marco. Apa aku tidak boleh memprotesmu? Maksudku, kau mendadak menyuruhku untuk bersiap-siap dan mengangkut koper. Itu—”“Aku akan mengajakmu berlayar dengan kapal pesiar. Apa kau puas?”Rosetta seketika tercengang selepas mendengar ucapan Marco yang dia anggap hanya sebagai lelucon. ‘Demi apa pun, pria yang ada di hadapanku sangat semena-mena!’ batinnya. Wanita
Canggung.Hanya itu yang Rosetta rasakan setelah mendengar pengakuan dari Marco di Restoran Polpettine kemarin siang. Dia selalu menghindari kontak mata dan mencegah insiden yang sama untuk terulang lagi pada mereka. ‘Itu sangat mengganggu,’ batinnya.Mengganggu kenyamanan Rosetta dalam menentukan sikap pada Marco. Pria yang harus dia jauhi sebab baginya Marco merupakan sosok berbahaya yang penuh tipu daya. Orang yang dekat dengan kriminal dan lekat dengan dunia gelapnya yang kelam.Namun, mampukah Rosetta melakukannya? Ada ritme ganjil yang mempengaruhi degup jantungnya setiap kali mereka saling berinteraksi atau bersentuhan. Itu refleks membuatnya merasa akan hancur pada waktu yang sama di dalam sepasang iris biru milik Marco.“Mengapa kau lama sekali?”“Se-sebentar lagi,” sahut Rosetta yang mendadak tersentak dari lamunan panjangnya.“Kau hanya punya tiga menit atau aku akan menerobos masuk ke dal
“Percayalah, Rosetta. Kau sempurna. Kau berdiri di depan cermin sejak tadi dan membuatku menunggu hampir satu jam lamanya,” komentar Marco yang membaringkan dirinya dengan salah satu siku yang menopang kepala di pinggir ranjang.“Satu jam? Mengapa kau sangat berlebihan padaku?”“Tidakkah kau sadar bahwa waktu berdetak jauh lebih lama saat kau menantikan sesuatu?”“Apa kau bosan?”“Bosan? Denganmu? Tidak pernah. Aku sanggup menontonmu merias wajah seperti itu selamanya.”“Aku hanya ingin memeriksa dandanan yang sudah kau rusak sebelumnya,” sindir Rosetta yang kemudian berputar ke belakang untuk mengecek bagian punggungnya.Jemari Rosetta mencoba meraih ritsleting yang kelewat panjang itu. Dia ingin menarik sekaligus menaikkan deretan geriginya ke atas, tetapi gagal. Marco yang menyaksikan pemandangan lucu tersebut pun langsung mengumbar tawanya.“Let me now if you need a hand,” goda pria
Dua pasang kaki itu—jenjang dengan sepatu hak tingginya dan kokoh dengan sepatu pantofelnya—melangkah menuruni lantai helipad di atas kapal pesiar yang sedang berlayar. Pemandangan yang spontan membuat semua mata terpusat hanya pada mereka. Jenis perhatian yang membuat kedua pipi Rosetta terasa panas.“Mengapa orang-orang menatap ke arah kita?” bisik Rosetta yang langsung berpura-pura mengecek rok gaun koktailnya.“Kau bersama Marco Botticelli dan kau seperti bunga mawar yang indah sekarang. Itu akan mengundang para lebah datang. Sesuatu yang sulit untuk dihindari, bukan?”“Jika itu membuatku dipelototi sepanjang waktu, maka aku tidak ingin menjadi bunga mawar.”“Kau milikku. Tidak ada seorang pun yang akan berani menyentuhmu bahkan hanya untuk satu inci saja. Mereka juga tahu itu. Mereka tidak akan mengganggumu.”“Tetap saja aku—”“Berhentilah berbisik-bisik, Rosetta. Angkat dagumu dan keluarkan seluruh kepercayaan diri yang kau punya.”“Aku tidak yakin aku