Berjalan mengitari sebuah kursi besi berulang kali dengan kaki kecilnya, seorang gadis cilik menyunggingkan sebuah senyuman manis dengan memandang wajah Bibinya yang duduk di salah satu sisi kursi tersebut.
Kedua manik mata coklatnya memandang ke arah wanita paruh baya itu dengan tatapan mata yang berbinar-binar."Bibi Nasra! Kapan Ayah, Ibu dan Kakak sampai?!" tanya gadis cilik, mulai menghentikan langkah kakinya yang terdengar ribut.Wanita paruh baya yang merupakan kakak perempuan ibunya itu hanya tersenyum kecil. "Sebentar lagi pasti ibumu sampai Kyla. Ayo cepat duduk di sini. Jangan berlarian seperti itu. Nanti kamu bau keringat loh!" ucap wanita bernama Nasra itu, membelai-belai puncak kepala keponakan kecilnya.Tersenyum lebar, gadis bernama lengkap Allysa Kyla Putri itu langsung duduk dengan patuh di samping Bibinya.Dengan mengayun-ayunkan kedua pasang kakinya ke depan dan ke belakang, Kyla mulai melantunkan sebuah nyanyian dengan suara riang."Bintang kecil--"Sstt..Bibir Kyla langsung terkatup rapat saat seorang wanita berparas cantik dengan tubuh seksi dibalut dengan gaun merah itu, menegurnya.Nasra yang tadinya sibuk memainkan ponselnya langsung mengangkat kepalanya dan memandang wanita yang duduk di seberang kursinya.Dengan tatapan tajam, Nasra memandang sinis wanita yang sedang duduk di depannya dengan menyilangkan kedua kakinya dan melihat kedua tangannya di dada.Menghembuskan napas panjang, Nasra pun kembali memfokuskan perhatiannya pada keponakan kecilnya."Kyla. Ayo kita duduk di sana. Jika duduk di sana, kamu bisa melihat pesawat!" ucap Bibi Nasra, membujuknya.Namun Kyla kecil hanya bisa diam dan menuruti permintaan Bibinya tersebut. "Kakak jelek! Wek.." cibir Kyla, menjulurkan lidahnya mengejek wanita bergaun merah terang itu.Memandang bocah perempuan itu dengan tatapan kesal. Tiba-tiba ia berteriak marah dan menyumpahi seorang gadis kecil yang tingginya bahkan belum mencapai pinggangnya."Aku doakan kamu tidak akan bahagia untuk waktu yang panjang!" jerit wanita itu, membuat dirinya dijadikan bahan tontonan orang-orang di sekitarnya.Kyla memandang wajah wanita itu yang seakan-akan menangis di balik kacamata hitam yang menutupi sebagian dari wajah cantiknya.Apakah aku sudah melakukan kesalahan?! pikir bocah perempuan itu, sedikit merasa bersalah dengan wanita itu.Grt..Langkah Bibi Nasra terhenti ketika keponakan kecilnya itu tiba-tiba menahan pergerakan mereka."Ada apa Kyla? Kamu tidak ingin melihat pesawat?!" tanya Bibi Nasra, memandang wajah keponakannya yang terlihat tidak bahagia. Padahal beberapa menit yang lalu ia masih terlihat riang gembira.Menarik saku jas kerja milik Bibi Nasra. Tiba-tiba Kyla memasukkan tangan kecilnya ke dalam sana. Mencari-cari sebuah benda kecil yang bisa membuat semua orang senang ketika mendapatkannya.Bibi Nasra hanya bisa memandang wajah keponakan kecilnya yang terlihat begitu serius merogoh saku jas kerja miliknya itu.Dengan posisi yang sudah setengah berjongkok. Bibi Nasra hanya bisa diam dan membiarkan Kyla selesai dengan urusannya.Mengambil 3 buah permen coklat. Kyla pun kembali berlari ke arah wanita yang baru saja meneriakinya dengan sangat keras itu.Berdiri di depan wanita bertubuh tinggi, Kyla menyodorkan genggaman tangannya yang berisikan tiga buah permen coklat kesukaannya.Orang-orang yang memperhatikan tingkah bocah kecil itu hanya bisa tersenyum kecil sambil terus mengawasi pergerakannya."Kakak cantik!" panggil Kyla, seakan-akan memberikan jeda sejenak untuk memberi waktu nona di depannya ini, agar mau memperhatikan dirinya.Menoleh ke arah Kyla, wanita itu memandang wajah gadis kecil yang memandangnya dengan tatapan polos nan lugu. Wanita cantik itu pun memandang wajah Kyla dengan benar. Menunggu kalimat seperti apa yang akan keluar dari dalam mulut kecilnya."Jangan menangis, kak!" ucap Kyla, tiba-tiba membuat wanita itu terdiam dengan tubuh kaku.Diam mematung dengan memandang wajah Kyla yang seperti bisa membaca semua pemikirannya, wanita itu pun menghela napas pelan."Aku tidak menangis!" sanggah wanita itu, dengan suara yakin dan tegas.Namun Kyla malah menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Lalu Kyla meraih salah satu tangan wanita di hadapannya dan meletakan benda apa yang ia genggam sedari tadi. Sambil berkata,"Memang tidak menangis. Tapi! Walaupun ditutupi dengan kaca mata hitam. Kyla masih bisa melihat mata kakak cantik yang bengkak. Oleh karena itu, jangan memaksakan diri dan makan saja permen ini, kakak!" ucap gadis berusia 4 tahun itu, berbicara layaknya seorang wanita dewasa yang sedang menasihati temannya.Bibi Nasra menarik tubuh Kyla mundur. Menundukkan kepalanya sejenak dan meminta maaf kepada wanita yang berada di depan keponakannya."Maafkan kelakuan putri saya."Dan setelah mengatakan itu, Bibi Nasrah menggandeng tangan mungil Kyla. Dan membawa gadis cilik berusia 4 tahun itu pergi meninggalkan tempat.Berjalan mengikuti langkah Bibinya yang sedikit cepat. Kyla tampak tertatih-tatih dalam menyamakan irama langkah mereka."Lain kali tidak boleh seperti itu ya Ky!" ucap Bibi Nasra, tanpa memandang wajah Kyla dan fokus memandang ke arah depan. Namun Kyla yang memperhatikannya dengan tatapan lugu, hanya bisa mendengarkan nasehat Bibinya. Mengapa? Apakah aku melakukan kesalahan?! Perasaan Kyla, dia baru saja melakukan hal baik?! Namun mengapa Bibi Nasra menegurnya??Dilanda sebuah kebingungan. Kyla pun tidak memperhatikan sekitarnya dengan baik.Dap..Langkah mereka berdua terhenti. Kyla yang sedari tadi sibuk bergelut dengan pemikirannya sendiri, akhirnya mendongkakkan kepalanya dan memandang apa yang tengah terjadi.Tatapan Bibi Nasra tampak sangat fokus memandang ke salah satu arah. Beberapa saat mereka terdiam. Dan beberapa saat kemudian, Bibi Nasra langsung menggendong tubuh mungil Kyla dengan gelagat yang aneh.Ada apa ini? Kenapa semua orang panik?! batin gadis berusia 4 tahun yang sudah berada di dalam dekapan Bibinya dan sedang melarikan diri.Memandang ke arah depan. Lebih tepatnya ke bagian belakang punggung Bibi Nasra, Kyla melihat sebuah pesawat yang hendak mendarat! Dan sandar. Bahkan beberapa orang membantu sang pilot mengarahkan pesawatnya dengan baik. Namun di sisi lain, sebuah helikopter membuat kesalahan yang fatal.Dengan kecepatan tinggi sang pilot helikopter mengarahkan kendaraannya ke arah pesawat yang sudah hampir mendarat.Membuat semua orang yang melihatnya menjadi tegang dan beberapa orang lainnya berhamburan pergi. Lekas meninggalkan tempat tersebut. Dan Bibi Nasra adalah salah satunya.Merasakan tanda-tanda bahaya, Bibi Nasra tidak berpikir panjang untuk membawa Kyla kabur sejauh mungkin dari tempat itu.Tidak seperti orang-orang yang malah melihat dan mengamati kejadian itu dengan bodoh."Itu pesawat Mama?!" seru Kyla, dengan menunjuk ke arah pesawat berwarna merah putih yang tengah di landa bencana.Memejamkan matanya. Bibi Nasrah semakin mendekap tubuh keponakan erat. "Maafkan Bibi sayang. Maafkan Bibi.." Bersamaan dengan terdengarnya kalimat permintaan maaf dari Bibi Nasra, sebuah suara ledakkan yang sangat nyaring menghantam pendengaran Kyla, kuat.DUAR..Dan membuat gadis berusia 4 tahun itu, tidak sadarkan diri detik itu juga.Mengerjapkan matanya perlahan-lahan. Gadis bersurai hitam dengan manik mata coklat gelap itu pun mulai sadarkan diri setelah sekian lama. Menatap lampu ruangan yang bersinar menerangi ruangan tempatnya berbaring, manik mata coklat gelap milik Kyla yang masih terasa buram, tiba-tiba menjadi sakit. "Ugh.." Kyla merintih. Ia langsung mengarahkan punggung tangannya ke arah atas wajahnya. Menutupi kedua bola matanya dari sengatan cahaya lampu yang membuatnya silau. Clek.. Suara daun pintu terbuka. Ia menolehkan kepalanya dan menatap wajah seorang gadis berambut panjang dengan senyuman manis yang bertengger di bibirnya. Buram. Saat itu Kyla hanya bisa mengenali perawakan kakak perempuannya dengan senyum gembira. Ternyata kakak sudah pulang. Ibu dan Ayah pasti ada di luar menungguku, batin Kyla, merasa senang sendiri.
3 tahun berlalu.. Seorang gadis berusia 7 tahun berdiri di hadapan tiga buah batu nisan bertuliskan nama-nama yang ia kenal akrab. Damar Dalla Dana Dyaksa (Damar). Lelaki berumur 34 tahun. Sangat senang makan es krim rasa vanila bersama dengan kedua putrinya. Tapi mungkin sekarang Kyla tidak akan bisa melakukan hal seperti itu bersama dengan Ayah dan kakaknya sekarang. Sheeva Bani Nazaputri (Sheeva). Wanita berusia 32 tahun yang sangat bawel dan cerewet. Padahal ia mantan perwira polisi yang di kenal tegas dan bijaksana. Namun entah mengapa ia menjadi ibu rumah tangga yang sangat cerewet ketika ia sudah memegang kemoceng ataupun sapu. Jika mengingat bagaimana ekspresi ibunya yang sedang memarahi dirinya, Ayah dan Kakaknya setelah pulang dari memancing dengan keadaan yang kotor oleh lumpur, Kyla menjadi tertawa sendiri. Ah.. sepertinya aku mu
Drkk..Kyla menarik sedikit salah satu kursi yang ada di meja makan ke belakang. Duduk di sana dengan memanjatnya pelan dan tiba-tiba dua tangan kekar memegang pinggangnya. Mengangkat tubuh mungilnya perlahan dan mendudukkannya di kursi tersebut menghadap ke arah meja makan.Kyla menoleh ke samping. Melihat seorang lelaki berusia 41 tahun yang memakai kacamata berbentuk persegi panjang dengan bingkai berwarna coklat tua, duduk di sampingnya dengan nyaman. Tak lupa dengan beberapa lembar koran yang selalu dibaca setiap pagi.Merasa di pandangi oleh putri kecilnya, Rian pun menolehkan kepalanya ke samping dan menatap Kyla kecil yang tengah memandangnya dengan tatapan polos."Ada apa sayang?!" tanya Rian, menyunggingkan senyuman tipis sambil membelai pelan puncak kepala Kyla sayang."Tidak ada Ayah. Terima kasih sudah membantuku duduk!" ucap Kyla, dengan menolehkan kepalanya ke arah depan. Menatap Ibunya yang tengah menyi
Ravi berlari menghampiri putrinya. Ia langsung mengusap keningnya dan merasakan suhu tubuh Kyla yang sedikit tinggi."Ky, kamu kenapa? Wajah kamu sangat merah?! Kamu demam?!" seru Ravi, benar-benar cemas. Kyla langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dan memalingkan wajahnya dari Ayahnya. Menghindari telapak tangan besar milik Ayahnya yang berusaha mencapai permukaan keningnya. "Tidak. Aku baik saja Ayah!" sahut Kyla, menutupi wajahnya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. "Tapi wajahmu merah. Coba Ayah lihat dulu, sayang!!" ucap Ravi, bersikeras. Bahan lelaki itu ikut berputar-putar saat Kyla terus berusaha menghindari dirinya. "Tidak mau.." elak Kyla, keras kepala. "Kyla!!" seru Ravi, penuh kesabaran. Ia tetap berusaha menghentikan aksi putrinya yang terus berputar-putar untuk menghindari tangannya dengan mencengkeram kedua pundaknya pelan.
Tap ... tap ... tap ...Kedua anak berusia 7 tahun itu saling berjalan beriringan. Walaupun Kyla sedikit kepayahan karena langkah lebar Raka, tapi gadis itu berhasil mengejar langkahnya dengan baik.Set..Kyla menatap tangan Raka yang tiba-tiba menggandengnya. Mereka berdua sudah berhenti di depan salah satu pintu sebuah ruangan sambil memantapkan hati. Tidak! Lebih tepatnya Raka yang memantapkan hati. Karena Kyla sedikit pun tidak merasa gugup ketika ingin memasuki kelas."Tersenyumlah jika nanti kita berdua masuk! Kamu tahu? Kita harus membuat kesan pertama yang baik untuk kehidupan sekolah yang damai ke depannya," ucap Raka, dengan menatap Kyla yang hanya bisa diam memandangnya.Aku sedikit tidak mengerti? Memangnya kenapa kalau aku sudah ketus dari awal? Apakah di Dinh Hoa banyak sekali pembullyan sampai-sampai aku harus membuat kesan pertama yang baik agar terhindar dari masalah?! pikir Kyla, yang sedari tadi hanya diam melihat wajah tegang dari Raka."H
Srrr ...Angin berembus lembut menyapu kulit wajah Kyla. Helaian rambutnya yang tergerai bebas mulai bergoyang pelan karena hembusan angin.Kedua kelopak matanya tertutup rapat. Tubuhnya terbaring lemas di atas sebuah ranjang rumah sakit.13 tahun sudah berlalu. Sejak saat itu Raka selalu ada di samping gadis ini. Pahit, manis, asam masalah kehidupan selalu kita bagi bersama.Tapi hal yang Raka lihat saat ini berkali-kali lipat lebih sakit saat diputuskan oleh mantan kesayangannya ataupun lebih sakit dari sakit gigi.Menatap wajah Kyla yang tertidur dengan damai. Dada Raka semakin terasa sesak setiap menitnya.Rasanya kemang tersiksa melihatnya seperti ini, tapi aku ingin selalu di sisinya. Dan menjadi satu-satunya orang yang bisa dilihat saat pertama kali terbangun.Seperti itulah pikir Raka. Tapi siapa sangka jika ruangan rumah sakit yang seharusnya tenang dan damai karena menjad
Putra duduk di samping ranjang Kyla dengan tatapan lelah dan wajah yang masih sedikit pucat. "Semuanya akan baik-baik saja. Kakakmu sudah berhasil melewati masa kritisnya. Jadi jangan terlalu bersedih seperti ia sudah mati begitu. Wajahmu benar-benar jelek, Put." Putra menghela napasnya kasar dan menatap wajah Raka dengan tatapan malas beberapa saat sebelum akhirnya kembali menatap wajah Kyla yang tertidur dengan damai. "Aku akan cari angin dulu. Tidak baik memiliki ekspresi wajah buruk seperti ini saat ia bangun nanti. Aku nitip kakak dulu." Putra bangun dari tempatnya dan berjalan pergi meninggalkan ruangan itu. Raka menghela napasnya kasar dan menatap punggung Putra dengan pandangan sendu sampai Putra benar-benar meninggalkan tempat itu. "Kamu bisa bangun sekarang. Kenapa pula pura-pura tidur jika kamu sudah bangun. Sengaja membuat adikmu sedih?" pekik Raka, duduk di bangku yang sempat di tempati Putra. Kyla membuk
Devi berjalan dengan lesu memasuki kelasnya. Dengan punggung yang sedikit membungkuk dia berjalan menuju bangkunya dan malah melihat Raka yang duduk di sana. "Minggir. Aku sudah terlalu lemas untuk berdebat denganmu," usir Devi, dengan menatapnya dengan tatapan lelah. Raka yang tengah membaca sebuah buku sambil menunggunya pun akhirnya menoleh dan menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya. "Kenapa dengan wajahmu? Bukannya kamu sudah bertemu dengan Kyla?" tanya Raka, sambil menyingkir dari bangkunya. "Ya. Aku sudah menemuinya. Hah ... dan ia bilang akan menikah dengan seorang pria asing. Alih-alih bukan denganmu yang sudah tahu semua tentangnya, ia malah memilih lelaki asing untuk menemaninya," ucap Devi, dengan wajah murung. Raka diam dan menepuk-nepuk punggungnya. "Jangan salahkan Kyla. Dia melakukannya karena aku dan kamu. Hargai saja keputusannya." "Kamu bicara apa? Kenapa kita yang jadi alasannya?" Raka mengang