***"Kapan acaranya, Van?" tanya Haikal."Setelah kelulusan gue bilang!" tegas Devan, lantas beranjak pergi dari ruang kelasnya."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumahnya? Dan, mengajak seluruh kelas IPA?" tanya Aura bingung, begitu pun dengan Senja yang mulai berhenti menangis."Senja, harus bicara sama Devan," ujar Senja pergi menyusul Devan, yang sudah berada di ruang ujian."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumah? Kita belum membicarakan sama orang tua kamu, dan belum ada persiapan juga. Ujian nasional tinggal dua hari lagi, dan setelah itu kita langsung mengadakan pesta kelulusan?""Gue cuman mau buat pesta kelulusan, sekalian merayakan pernikahan kita. Dan, lo nggak perlu pusing memikirkan persiapan buat pesta itu, gue yang akan mengatur semuanya," balas Devan tanpa ekspresi di wajahnya.Ujian nasional dilaksanakan selama tiga hari, dan hanya beberapa mata pelajaran saja yang diujikan, sesuai dengan jurusan yang ada di SMA Nusa Bangsa. Mata p
***Aura langsung menatap Senja. "Bukan gitu, Ja. Maksud aku ... kenapa Langit harus pacaran sama Neysa, kenapa nggak sama Perempuan lain.""Atau jangan-jangan, Aura suka sama Langit?" tuduh Senja."Ja, aku sama Langit itu sahabatan. Jadi, nggak mungkin aku suka sama dia," bantah Aura langsung meminta supir angkutan umum, untuk berhenti saat akan melewati persimpangan kompleks rumahnya."Aura, tunggu!" seru Senja menyusul Aura, yang sudah turun lebih dulu."Ja, Aura nggak mau bahas apa pun lagi tentang Langit. Jadi, kalo Senja tetap mau berteman sama Aura, jangan sebut-sebut nama Langit lagi, ya." Kening Senja berkerut, ia berjalan mengikuti langkah panjang dari kaki Aura. Lantas, Aura memasuki rumahnya tanpa berbicara kembali pada Senja. "Kenapa persahabatan kita bertiga, jadi berantakan kaya gini? Karena Senja menikah dengan Devan, semuanya jadi pergi meninggalkan Senja. Pertama, Langit dan sekarang Aura."Embusan napas kasar keluar dari hidung Senja, ia kembali berjalan gontai unt
***"Devan Mahendra Aditama, siswa pindahan dari SMA Rajawali.""Alzera Senja Maharani, siswi terpintar di SMA Nusa Bangsa." Senja menerima jabatan tangan itu.Devan mengangguk dan lebih dulu memutus jabatan tangan keduanya. "Buku diary? Lo suka nulis dibuku diary?"Senja berdiri dari duduknya, dan menutup buku diary yang ada di tangannya. "Banyak mimpi yang nggak semuanya dapat terwujud, dan banyak cerita yang nggak bisa diungkapkan lewat kata-kata. Jadi, Senja lebih suka menuliskan mimpi dan cerita di dalam buku diary ini."Devan mematung, setelah menjawab pertanyaan Devan. Senja pun berlalu pergi, namun satu langkahnya terhenti karena seorang laki-laki telah menghadangnya."Ja, kamu menjadi juara satu lomba olimpiade sains tingkat provinsi, yang diadakan minggu lalu.""Senja!! Selamat, atas kemenangan kamu."Langit Septian Dirgantara, laki-laki yang selama ini menjadi teman setia bagi Senja. Langit, bagaikan te
*** Kringg!! "Ja, katanya ada murid baru yang mau masuk di kelas ini." "Siapa?" "Aku juga nggak tahu, Ja. Tapi, kayanya murid barunya laki-laki deh. Soalnya, kelas kita 'kan lagi kekurangan murid laki-laki." "Selamat pagi, anak-anak." Seorang guru memasuki ruang kelas, membawa seorang siswa di sampingnya. Setelah jam masuk berdering, seluruh siswa-siswi pun berbondong-bondong untuk memasuki ruang kelas mereka masing-masing. "Hari ini, Ibu membawa teman baru untuk kalian semua. Silakan perkenalkan diri kamu ke teman-teman, setelah itu cari bangku yang kosong, ya." "Tuh 'kan bener murid barunya laki-laki." "Saya Devan Mahendra Aditama, pindahan dari SMA Rajawali." "Ja, ganteng banget, ya," ucap Aura--sahabat Senja. "Siapa?" "Ya, itu muridnya barunya. Nam
***"Ja, piala kamu kenapa nggak dimasukin tas aja? Nanti kalo jatuh, gimana?""Nggak akan jatuh, Lang. Lagian, Senja pegang pialanya bener kok. Dan, sampai rumah Senja mau langsung kasih kabar bahagia ini ke ibu. Pasti, ibu bakalan kasih hadiah buat Senja, karena udah menang lomba lagi," ujar Senja dengan senyuman sumringah."Besok-besok biarin aku yang menang diperlombaan, jangan kamu terus yang dapat piala. Aku juga mau, Ja," kata Langit sambil terus mengayuh sepedanya di tengah jalanan yang sepi."Iya, Lang. Senja, juga bingung mau taruh piala ini di mana, karena semua lemari di kamar Senja itu udah penuh sama piala kejuaraan. Kalo perlu, Senja kasih beberapa piala ke Langit. Mau?""Ja, piala-piala itu adalah bukti dari semua bakat dan kepintaran kamu. Dan, piala itu juga menjadi hasil dari usaha-usaha kamu selama ini. Jadi, aku nggak mau menerima piala kamu. Aku mau dapat piala, denga
***"Ja, kamu mau beli buku diary yang kaya gimana lagi?" tanya Langit saat keduanya sudah menaiki sepeda, untuk menuju ke toko buku langganan."Buku diary yang bisa buat simpan foto, Senja belum punya buku diary kaya gitu," jawab Senja tetap menjaga keseimbangannya, karena ia membonceng sepeda Langit di belakang, yang tidak ada jok-nya. Sehingga, Senja harus berdiri di kedua pedal sepeda supaya menjadi tumpuan kakinya."Langit, serius mau beliin Senja buku diary?" Ketika sampai di depan toko buku langganan mereka berdua, Senja turun dari sepeda itu dan bertanya."Serius." Langit langsung menstandarkan sepedanya, dan meraih tangan Senja untuk masuk ke dalam toko buku."Kamu tinggal pilih mau buku diary yang mana, nanti aku yang bayar," kata Langit."Senja, mau semuanya."Langit mengembuskan napas berat, lantas menangkup pipi Senja. "Ja, uang aku nggak cuku
***"Ya, buat saling kenal. Gue 'kan siswa baru di kelas lo sama Senja, jadi gue mau berteman sama kalian berdua," jawab Devan sedikit gugup."Oh, gitu. Okey aku akan kasih tahu semuanya tentang Senja, biar kita bisa akrab dan berteman baik.""Jadi, lo mau kasih tahu 'kan semuanya tentang Senja?"Aura menyeringai senyumannya. "Iya, mau.""Senja! Jangan hujan-hujanan!" tegur Langit membuat pandangan Aura dan Devan terputus, suara itu mengalihkan pandangan keduanya."Langit, harus terbiasa sama hujan." Senja meraih kedua tangan Langit, lantas mengajaknya berdansa di bawah guyuran air hujan."Lihat, Senja itu cewek yang selalu ceria. Dia, nggak pernah membagi kesedihannya ke orang lain, bahkan ke aku dia selalu kelihatan bahagia.""Apa dia selalu menutupi lukanya?""Mungkin, dia membagi semua luka dan kesedihannya itu di buku
***"Pagi, Senja ..," sapa Aura mendekat."Pagi juga, Ra. Tumben udah berangkat jam segini? Biasanya, masih ....""Masih tidur? Ya, nggak lah. Mulai hari ini, seorang Aura Margareta akan bangun pagi. Dan, berangkat sekolah lebih awal," potong Aura menyeringai senyuman, sambil memainkan kedua alisnya."Kesambet setan apa, Ra?" tanya Senja meledek."Kesambet cowok ganteng, yang lagi main basket di sana," tunjuk Aura terperangah."Banyak cowok yang lagi main basket di sana, Ra.""Ih, Senja! Itu loh, yang lagi pegang bola basket," tunjuk Aura lagi.Senja memicingkan mata, ia melihat seorang Devan yang tengah mendribble bola basket di tangannya, untuk memasukkannya ke dalam ring."Yes!! Masuk!!!" jerit Aura lompat-lompat kegirangan."Senja!" panggil seseorang dari belakang, membuatnya berbalik.