***
"Senja, bangun!!"
Suara jam beaker tidak membangunkan Senja, bahkan teriakan dari Mawar pun tidak membuat Senja bangun dari tidurnya. Satu-satunya jalan, supaya Senja terbangun; ialah menyiram wajahnya menggunakan air dingin.
"DINGIN!" jerit Senja langsung terduduk di atas tempat tidurnya.
"Dingin 'kan?!" Suara di sampingnya, membuat Senja mengucek mata dan menengok.
"Ibu! Kenapa siram Senja pakai air!" sembur Senja.
"Ini baru air dingin, belum air panas."
"Bu, ini hari Minggu. Jadi, gakpapa kalo Senja bangun siang, lagian setiap malam Senja itu sibuk belajar jadi sekarang Senja mau tidur seharian," ucap Senja.
"Hari ini nggak ada kata tidur! Kamu harus bangun, mandi dan siap-siap!" tegas Mawar berkacak pinggang.
"Siap-siap memangnya mau ke mana, Bu?"
"Orang tua jodoh kamu, mau bertamu lagi hari ini. D
***"Mau pulang sekarang?" tanya Devan mendekat."Biar gue yang antar Senja ke rumah aja," timpal Nabil."Iya, Sayang. Kakak gue aja yang mengantar Senja pulang, kita 'kan udah lama nggak bertemu. Masa, kamu mau pergi lagi sih," sambar Neysa."Cuman sebentar antar Senja pulang.""Ah, nggak usah, Devan. Biar Nabil aja yang antar Senja pulang, Devan di sini aja temani Neysa," tolak Senja meskipun menahan lara dalam hatinya."Gakpapa, Ja?""Iya, udah ayo, Nabil." Senja menggandeng tangan Nabil tanpa ragu, memperlihatkan jika ia baik-baik saja di depan Devan dan Neysa."Kayanya kalian berdua ini cocok, Kak Nabil dan Senja. Kenapa nggak pacaran aja?" Neysa mulai membuat keadaan panas kembali."Itu masalah nanti, Sa. Yang penting, Senja nyaman dulu sama gue. Kalo udah nyaman, 'kan jadi enak buat pacaran," ujar Nabil tersenyum da
***"Pagi, Tante. Senjanya ada?" Nabil lebih dulu datang ke rumah Senja, sebelum Senja bersiap diri.Mawar mengeryit kebingungan, ia mempersilakan Nabil untuk duduk. "Kamu siapanya Senja?""Saya ...." Belum sepenuhnya Nabil menjawab pertanyaan dari Mawar, Senja tiba-tiba datang."Dia pacar Senja, Bu."Pernyataan yang Senja lontarkan, berhasil membuat beku suasana. Nabil terperangah, begitu juga dengan Mawar yang mendengarnya. "Maksud kamu apa, Senja!" bentak Mawar."Maksud Senja, Nabil ini pacar Senja."Mawar mendelik, menarik pergelangan tangan Senja kasar. "Kamu jangan main-main sama, Ibu!""Bu, maaf kemarin Senja lupa bilang ke Ibu kalo Senja udah punya pacar. Dan, Senja mau kenalin Ibu sama pacar Senja. Dia namanya Nabil," ucap Senja memandang Nabil yang juga sedang kebingungan, atas perkataan Senja."Sejak kapan kalian berdua pacaran?!" tanya Mawar sambil menatap Senja dan Nabil, secara bergantian.
***"Kok Senja?""Iya, karena dia!" serunya lagi."Tapi, apa masalahnya? Bukannya, lo sama Senja berteman baik?""Namanya teman itu, kadang ada baiknya kadang nggak.""Maksud lo? Sorry, gue nggak paham.""Devan, aku itu suka sama kamu," terang Aura dengan sorot matanya memandang bola mata berwarna cokelat, milik Devan."Suka sama gue?""Terserah, Devan mau percaya apa nggak. Tapi, yang jelas Aura suka sama Devan.""Sejak kapan?""Devan, pikir aja sendiri," ketus Aura memalingkan pandangannya dari Devan."Terus, apa masalah lo sama Senja?" Devan menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal."Masalahnya ada di Devan!" seru Aura."Kenapa jadi gue?" Devan membelalakan matanya, menatap Aura sengit."Aura!" panggil Senja yang masuk ke dalam kelas
***"Devan, kamu cepat bersiap-siap.""Memangnya kita mau ke mana, Mah?""Udah kamu jangan banyak tanya," timpal Nirwan yang tengah membaca koran di teras depan rumahnya."Pah, Devan nggak tahu mau ke mana. Jadi, buat apa Devan bersiap-siap," bantah Devan."Mau ke rumah jodoh kamu," balas Nirwan masih fokus dengan koran di tangannya."Jodoh?""Devan, maksud papah lo apa?" tanya Neysa yang ada di rumah Devan."Gue juga nggak tahu.""Neysa, sayang. Lebih baik kamu pulang sekarang, ya. Karena Tante, Om, sama Devan mau pergi," ujar Anggun mendekat."Mau pergi ke mana, Tante?""Kamu nggak perlu tahu, kita mau pergi ke mana. Karena kamu bukan siapa-siapanya Devan, jadi tolong kamu menjauh dari Devan.""Loh, Mah. Mamah lupa sama Neysa? Dia ini teman kecil Devan, dan nggak mungkin Neysa menjauh dari Devan," sanggah Devan."Kalian berdua itu cuman teman kecil, dan sebentar lagi Devan mau bertemu
***"Devan, kamu ini apa-apan sih?! Kenapa kamu menolak untuk dijodohkan sama Senja? Bukannya kalian berdua sudah saling kenal?""Devan, nggak menolak perjodohan ini, Pah. Tapi, Devan nggak mau menerima perjodohan ini kalo Senja juga belum bisa menerimanya.""Jadi, maksud kamu? Kamu mau menunggu sampai Senja menerima perjodohan ini?""Iya, Mah. Devan, nggak mau perjodohan ini cuman disetuju sama satu pihak. Devan, maunya Senja juga setuju sama perjodohan ini.""Yaudah kalo itu mau kamu."**"Senja!! Jangan harap kamu bisa bertemu sama ibu lagi!" seru Mawar mengemaskan barang-barangnya, sembari berteriak."Ibu!" Senja yang mendengarnya, langsung menghampiri Mawar ke dalam kamar. Melihat Mawar tengah berkemas, Senja pun menghentikannya."Bu, jangan pergi. Kalo Ibu pergi, nanti Senja tinggal sama siapa di sini? Terus, Ibu mau tinggal di mana nanti?""Nggak usah peduli lagi sama Ibu. Kamu pikirkan aja perasaan k
***"Hati, memang nggak bisa berbohong!" seru Mawar kembali."Bu, sakit," rintih Senja ketika darah segar mengalir dari pergelangan tangannya."Astaga!!!" Mawar terperanjat, ia memundurkan langkahnya dan melepaskan cengkeramannya dari tangan Senja."Bu, sakit," rengek Senja memegangi pergelangan tangannya, yang berdarah."Ibu, minta maaf, Sayang." Mawar langsung mengambil kotak obat di kamar Senja, dan membersihkan sedikit luka di pergelangan tangan Senja.Senja mencoba menahan Isak tangisnya, melihat Mawar yang sibuk mengobati lukanya itu. Meskipun, hanya luka kecil akibat kuku panjang milik Mawar, yang membuat goresan di pergelangan tangan Senja. Akan tetapi, Senja masih bisa melihat sisi malaikat tanpa sayap, dari sosok Mawar."Bu, gakpapa. Ini cuman sakit sedikit," kata Senja, dibalas senyuman singkat dari Mawar."Senja, maafkan ibu."
*** Pagi-pagi buta, Senja sudah berada di dalam angkot. Bersama dengan Aura--si cerewet yang selalu berada di samping Senja. Keduanya sangat menikmati suasana hening selama di perjalanan, karena angkot itu tidak begitu banyak penumpang. Namun, suara dari seseorang telah menghilangkan keheningan itu. Tampak Devan dengan motornya, berteriak dari arah belakang angkot. Ia terus mengikuti angkot yang Senja tunggangi bersama Aura, dan tanpa jeda ia memanggil nama Senja. "Ja, itu Devan kenapa?" "Senja, juga nggak tahu, Ra." Senja mengedikkan kedua bahunya, hanya memandang Devan dari balik kaca angkot. "SENJA!!" panggilnya mulai mengetuk kaca angkot. "Aduh, itu siapa sih. Udah bosan hidup, apa gimana?!" decak supir angkot yang resah, akibat perlakuan Devan. "Devan, kayanya mau ngomong sesuatu sama kamu, Ja," kata Aura. "Tapi, Senja nggak m
***"Tolong telepon ambulance!" seru Devan membuat Senja dan Aura menatapnya."Ini semua itu karena Devan!" sembur Senja dengan kedua pipinya yang basah, akan air mata yang terus menderas.Tampak napas Devan tersengal-sengal, ia membalas tatapan Senja dengan raut cemas. Melihat Senja menangis, ia berniat untuk mendekati. Namun, Aura lebih dulu mencegah langkah Devan."Jangan pernah dekati Senja, ataupun Langit.""Ra, gue minta maaf. Gue nggak sengaja," kilah Devan.Aura diam, kemudian ia berbalik dan menghampiri Senja lagi. "Hallo ambulance, tolong ke sekolah SMA Nusa Bangsa. Ada orang yang terluka di sini, tolong cepat, ya.""Langit, jangan tinggalin Senja!" teriak Senja menyentuh kedua pipi Langit, dengan telapak tangannya yang penuh bercak darah."Langit, nggak akan pergi. Ja, kamu harus percaya, ya. Langit itu kuat, dia nggak akan pergi secepat ini," ujar Aura membuat tangisan Senja semakin menjadi-jadi.Bebera