"Mama tidak boleh melakukannya. Aku mendirikan EN Company tanpa menggunakan sepeserpun uang kalian. Aku membangunnya sendiri, jadi mama tidak boleh menghancurkannya apapun alasannya," balas Ethan sambil menutup kopernya. "Tidak menggunakan sepeserpun uang kami? Jadi maksudmu kau memiliki kecerdasan yang ada sekarang itu karena sejak kecil kau bisa menyekolahkan dirimu sendiri? Kau bisa berdiri tegak seperti ini karena sejak dilahirkan kau memberi makan dirimu sendiri? Kau-" "Baiklah, baiklah. Aku tahu ada andil mama dan papa disana. Tapi kali ini, aku benar-benar tidak bisa datang ke kencan buta yang mama atur. Bagaimana kalau lain waktu, mamaku yang cantik? Aku pasti akan menyediakan waktu," bujuk Ethan sambil merangkul pundak ibunya. "Lepaskan, mama tidak akan termakan rayuannmu. Kau selalu membuat alasan untuk menolak semua kencan buta yang mama atur. Kau tahu mama tidak akan melakukan semua ini, seandainya kau segera menikah, tahun ini kau akan berusia 30 tahun, apa lagi yang ka
"Kau pernah melihatnya? Dimana?" tanya Emma penasaran."Entahlah aku tidak bisa mengingatnya, tapi sepertinya wajahnya tidak asing. Apakah dia pernah bermain film atau meliris album?" tanya Alice mencoba mengingat dimana dia pernah bertemu Ethan."Aku tidak yakin, tapi sepertinya tidak. Nanti aku akan menanyakan kepadanya. Apa mungkin kau pernah bertemu dia di restoran tempat kau bekerja saat dia kesana menemani bosnya?""Mungkin saja," jawab Alice tidak yakin."Sudahlah, tidak usah berusaha terlalu keras untuk mengingatnya. Sebaiknya aku pergi bersamanya," ucap Emma sambil menarik tangan Alice."Uh, sekarang aku tidak khawatir lagi tapi iri melihatmu bisa memandangi wajah sesempurna itu setiap hari," guman Alice pelan. Emma tertawa mendengar kata-kata Alice."Tuan, aku titipkan sahabatku padamu. Tolong jaga dia baik-baik," ucap Alice dengan sangat sopan kepada Ethan.Emma tertawa mendengar permintaan Alice, namun Ethan mengangguk dengan sopan dan menjawab dengan serius."Saya akan m
"Lea? Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ethan tampak sangat terkejut."Apakah ibumu tidak memberitahu kalau aku adalah teman kencan butamu?" tanya wanita cantik dengan pakaian mewah itu."Tapi-""Duduklah dulu, mari berbicara sebentar," ajak wanita itu sambil menarik lengan Ethan.Ethan segera menepis tangan wanita bernama Lea itu, lalu duduk dengan enggan."Lea, untuk apa kau melakukan semua ini? Bukankah ini akan berbahaya untuk karirmu?" tanya Ethan menyindir Lea. "Ethan, sepertinya kau masih marah karena masa lalu kita. Waktu itu aku masih terlalu muda dan ambisius, mengapa kau terus mengingatnya?""Aku sudah tidak marah. Hanya penasaran saja, saat ini kau adalah Lea sang diva, untuk apa kau melakukan kencan buta denganku?" tanya Ethan dingin."Aku merindukanmu, merindukan kita. Aku berpikir kencan buta ini akan menjadi momen yang pas untuk kita menjadi dekat lagi," jawab Lea yang sama sekali tidak terganggu dengan sikap dingin Ethan."Setelah delapan tahun? Kau tiba-tiba merin
"Nona, bos setuju dengan lamaran anda. Anda bisa bekerja di perusahaan milik bos saya," ucap Tony sambil tersenyum."Benarkah? Terima kasih Tuan Tony. Lalu kapan saya bisa mulai bekerja?""Untuk itu nanti akan saya kabari lagi. Kalau begitu saya permisi dulu, saya akan segera mengirimkan informasi berkaitan dengan pekerjaan anda."Emma menutup pintu sambil tersenyum. Dia senang akhirnya memiliki kegiatan di luar rumah yang mungkin akan membuat rasa takutnya berkurang daripada tinggal sendirian.Emma memeriksa bungkusan yang dibawa Tony. Ternyata itu adalah set makan siang. Emma merasa seperti dikurung di penjara. Meski tempatnya lebih mewah dan makanannya lebih enak, namun tetap saja rasanya tidak nyaman.***Tony menjemput Ethan di pabrik milik salah satu anak perusahaan Atlantis Group. Meskipun dia merupakan Presdir EN Company, namun dia juga masih bekerja di Atlantis Grup. Ayahnya setuju untuk tidak mencampuri urusannya di EN Company selama dia tetap bekerja di perusahaan ayahnya.
Ethan segera masuk ke kamarnya dan melanjutkan pembicaraannya dengan Lea. Dia tidak ingin Emma mendengarnya. Sementara Emma melanjutkan makan meski sudah kehilangan selera makannya. "Sepertinya mereka memang benar-benar memiliki hubungan. Siapa aku ini bila dibandingkan dengan Lea sang diva? Emma, Emma kau memang gadis pemimpi!" guman Lea sambil menatap pintu kamar Ethan. "Apa pembicaraan kita kemarin kurang jelas? Sudah aku katakan jangan pernah lagi muncul di hadapanku!" tegas Ethan dengan kesal. "Ethan, dengarkan aku dulu. Aku menghubungimu bukan untuk masalah pribadi, namun masalah pekerjaan," ucap Lea cepat sebelum Ethan menutup teleponnya. "Kau bisa menghubungi sekretarisku untuk masalah pekerjaan. Aku tidak mau membicarakan pekerjaan di saat aku sedang beristirahat!" "Jadi, sekarang kau sudah berubah? Seingatku kau adalah penggila kerja. Kau bahkan masih bekerja saat kita sedang berkencan dulu," jawab Lea sambil tertawa kecil. "Aku tidak perlu menjelaskan apapun kepadam
"Apa ini?" tanya Emma bingung, karena tidak ada apa-apa di layar telepon genggam Hazel."Oh aku pasti tidak sengaja mematikannya, tunggu sebentar," ucap Hazel, membuat Emma kembali panik.Bagaimana kalau ternyata kekasih Lea adalah Ethan. Apa yang harus dia lakukan bila itu benar?"Ini dia fotonya," seru Hazel sambil memperlihatkannya kepada Emma.Emma menatap foto itu dengan seksama. Dia tidak mengenali pria yang bersama Lea, karena yang terlihat hanya kepala bagian belakangnya. Selain itu tubuhnya tertutupi oleh tumbuhan dan pria itu menggunakan topi. Tapi Lea terlihat jelas karena dia sedang menatap pria itu sambil tersenyum, jadi wajahnya terlihat sebagian."Bagaimana kita bisa mengenali pacarnya kalau yang terlihat hanya kepala bagian belakangnya?" keluh Leon setelah melihat foto itu."Mereka pasti sangat berhati-hati karena takut dikenali. Apalagi kabarnya pacar Lea adalah anak salah satu pria terkaya di negeri ini, dia juga memiliki perusahaannya sendiri. Jadi pasti mereka seng
"Apa yang kau lakukan?" seru Emma yang sangat terkejut dengan pernyataan Ethan."Jangan dengarkan dia. Saya akan mengosongkan rumah itu hari ini dan menyerahkan semua kuncinya kepada anda. Kami permisi," ucap Emma lalu segera menarik tangan Ethan keluar dari penginapan."Apa kau sudah gila? Darimana kau akan mendapatkan uang untuk membayar rumahku dua kali lipat?" bentak Emma kesal.Ethan diam, dia menyadari kesalahannya. Seharusnya dia tidak terbawa emosi tadi. Hampir saja dia ketahuan oleh Emma."Lebih baik sekarang bantu aku untuk mengosongkan rumah itu," ucap Emma sambil membalikkan tubuhnya.Ethan segera menarik tangan Emma sebelum gadis itu melangkah."Apa kau akan diam saja? Apa kau tidak sedih kehilangan rumah tempat kau bertumbuh?" tanya Ethan tidak percaya.Emma membalikkan tubuhnya dan melepaskan genggaman Ethan."Tentu saja aku sedih, marah dan sangat membenci pamanku. Tapi Ethan, apakah membeli kembali rumah ini dengan harga dua kali lipat akan membuat perasaanku lebih ba
Ethan yang tidak menduga tindakan Emma itu langsung mematung karena terkejut. Matanya membesar karena tidak menyangka Emma akan mengecup bibirnya begitu tiba-tiba.Emma melepaskan ciumannya lalu menatap Ethan."Maafkan aku," bisik Emma sangat pelan. Ethan mendeham berusaha menenangkan pikirannya dan bersikap seolah-olah dia tidak terpengaruh dengan kecupan bibir Emma."Maaf Oliver, aku bukannya sok suci. Aku hanya tidak suka disentuh oleh pria dengan wajah dan hati sepertimu. Tapi untuk pria setampan dan sebaik Ethan, apapun akan kuberikan termasuk tubuh dan jiwaku," ucap Emma dengan senyum kebencian, lalu menarik tangan Ethan dan meninggalkan kedua orang yang paling dibenci Emma itu."Brengsek kau Emma!" teriak Oliver hingga semua orang yang berada disekitar mereka mendengarnya.Emma tetap berjalan dengan kepala terangkat dan dada membusung sambil terus menarik lengan Ethan. Dia sama sekali tidak berhenti hingga mereka tiba di depan mobil Ethan.Ethan juga tidak mengatakan sepatah k