~~~***~~~
Udara pagi itu bersinar cerah. Tak biasanya hari itu tidak turun hujan. Setelah seminggu berturut-turut hujan, pagi ini mentari tersenyum cerah. Menyapa insan dibumi yang sedang sibuk menjalankan aktivitasnya.
Di sebuah bangunan sederhana, di mana terdapat enam pintu kost, kesibukan terlihat nyata disana. Satu persatu penghuni kos itu pergi. Ada yang mengenakan seragam kantor, sedang menaiki ojek online pesanannya, ada yang sudah pergi menaiki kendaraannya sendiri, dan ada yang mengenakan seragam kampus, yang dijemput temannya untuk pergi ke kampus bersama. Hingga kini hanya tersisa satu pintu terbuka.
Sebuah mobil lossbak berhenti di depan koss Ayu yang sepi. Dua orang pria turun dari sana. Mereka tampak mengobrol dan mengetuk pintu pagar.
Tak lama penghuni kos yang terakhir keluar dan membukakan pintu pagar koss. Penghuni kos terakhir itu adalah Wina, tetangga samping kos Ayu. Wina dan oran
~~~***~~~ Ayu tiba di kampungnya nyaris menjelang tengah malam di saat semua orang sudah tertidur lelap. Rasanya ia ingin cepat masuk kamar tapi Irfan menahannya di depan rumah. Katanya dia ingin berduaan dengannya. Huh, Ayu segan rasanya menghabiskan waktu hanya berdua saja dengannya meskipun itu hanya semenit. Irfan memilin-milin rambut Ayu di jarinya pelan, imbuhnya," kamu aku pingit. Jangan keluar rumah atau pergi kemana pun. Kalau aku tahu kamu pergi keluar rumah, kamu aku pingit di rumahku. Mau?" Ayu memalingkan wajahnya jengah.Lihat kan, dia selalusaja seperti ini dari dulu. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengannya nanti? Bisa-bisa ia gila. "Kamu denger Aa gak Neng?" bahkan dalam keadaan tubuhnya penuh memar, akibat perkelahiannya tadi, tak mengurangi sedikitpun sifat posesifnya. Dasar laki-laki gelo! Bukannya memikirkan sakitnya, malah mikirin Ayu dan melarangnya ini itu.
~~~***~~~ Semilir angin yang sejuk berhembus menerbangkan dedaunan pohon mangga yang banyak tertanam di depan rumah. Malam menjelang, namun suara deru kendaraan yang hilir mudik di depan rumah besar berhalaman luas itu tak jua berhenti. Sesekali orang yang lewat menyapa sang pemilik rumah yang sedang merokok sambil menatap kolam ikan miliknya. Setelah rokoknya tinggal sedikit, ia membuang puntung itu. Lalu ia memasuki rumahnya menuju ke ruanh makan. Perutnya sudah merintih minta diisi. Sesampainya di meja makan, ia membuka tudung saji itu dengan kening mengernyit. “Neng ..!” lelaki berkulit sawo matang itu memanggil sang pujaan hati. Perempuan cantik berambut sepinggang yang dipanggil Neng itu mendekat dari arah kamar. Ditangannya menggenggam ponsel berwarna perak. Raut wajahnya merengut karena tidak suka kesenangannya terganggu. “Apa sih? Ganggu aja.” “Maen ponsel m
~~~***~~~ “Sudahh berkali-kali Aa bilangin, jangan makan sambal. Lihat kan, akhirnya sekarang lambungmu kena.” “Biarin, suka-suka lah. Ngatur aja.” “Sampai ada yang berani membicarakan Ayu lagi di belakangku, awas kalian!” “Udah Aa, jangan galak gitu. Mereka, kan, cuman ngomongin. Neng gak papa, kok,” “ Biarkan Neng, biar mereka tahu, Aa gak suka kamu jadi bahan gunjingan terus menerus.” “Makanya lain kali pamit kalau mau pergi kemana-mana, gak usah jaim. Jadi kalau kejadian motormu mogok lagi, pulsa habis, dompet hilang, Aa bisa langsung jemput kamu. Main kabur aja. Untung aja Aa pasang gps di ponselmu jadi bisa tahu kamu di mana.” “Kalau bilang dulu, bisa-bisa kamu larang. Males,” “Baru disenyumin aja geer banget. Tuh cowok cuman iseng. Jangan gampangan jadi cewek
~~~***~~~ Flashback on. Beberapa jam sebelum Ayu dan Zaki bertemu, Ayu dan kedua mertuanya tiba menjelang subuh di rumah sakit di mana Irfan dirawat. Namun Ayu auto pingsan saat melihat dari balik kaca, seluruh tubuh Irfan terbungkus perban seperti mummy. Kedua mertuanya panik. Untunglah, petugas rumah sakit dengan sigap membawa Ayu ke ruang pemeriksaan. Menurut salah satu saksi mata yang berada di tempat kejadian, truk bermuatan kosong itu memang sudah oleng dari kejauhan. Dari arah yang berlawanan, mobil carry dengan bak terbuka yang dikendarai Sunar dan Irfan melaju pula dengan kencang. Sehingga saat di belokan, mobil keduanya bertemu dan bertabrakan. Mobil Irfan terseret sampai beberapa meter sebelum akhirnya terguling di samping truk tersebut. Semua pengemudi mobil terluka parah karena benturan berkali-kali yang mengenai kepala mereka. Bahkan kenek supir truk itu meninggal di tempat. Seme
“Kita putus ya, Neng !" Deg … deg … deg … Ayu mengedipkan matanya beberapa kali seakan ingin meyakinkan pendengarannya. Siapa tahu ia lupa mengorek kupingnya. Mereka saling bertatapan dalam diam. Ayu tampak shock tapi tak lama ia terkekeh. Di langit, awan mulai gelap pertanda sebentar lagi hujan akan turun. "Aa itu kenapa? Ada masalah? Dikit-dikit bilang putus." "Neng, Aa serius. Kita mesti putus." Irfan menarik tangan Ayu yang sedang memainkan ranting didepannya, agar menghadapnya. Mereka duduk berhadapan dengan raut wajah berbeda. Ayu yang mesam-mesem tak percaya, dan Irfan yang menatapnya terluka. "Sok aja lah. Palingan juga nanti kangen sama Neng, balikan lagi. Aa mah kan gitu. Bilangnya putus, tapi nanti malah makin gencar ngerayu Neng. Ujung ujungnya ngajak balikan. Gak aneh." Cibir Ayu sambil memukul pelan pipi Irfan. Namun Irfan tak bergeming, ia tak jua melepaskan pandangannya dari wajah Ayu meski Ayu meneruskan me
~~~***~~~“Eh, kalian tahu gak sih? Irfan ninggalin Ayu buat nikah sama Desi. Kok bisa gitu ya? Padahal apa kurangnya Ayu daripada Desi?”“Mereka kan tidak direstui orang tua masing-masing, jadi wajar saja berpisah.”"Tapi katanya, selama pacaran, Ayu itu manja, gak menghargai Irfan sebagai laki laki. Sering nyuruh sesuka dia. Ngelunjak ." "Iya, betul. Katanya pacaran sama Ayu mah main-main. Irfan cintanya sama Desi dari dulu.""Selama pacaran, Ayu sering morotin, makanya orangtua Irfan gak setuju. Dan bla … bla …"Langkah kaki Ayu terhenti didepan gardu. Didalam sana, teman-temannya sedang ramai menggosipkannya. Sepertinya mereka tak menyadari kehadirannya karena mereka masih asyik bergosip. Ayu meringis dalam hati, bagaimana bisa teman-temannya membicarakannya dibelakangnya padahal selama ini mereka sering nongkrong bareng.Suara bisikan yang m
~~~***~~~ Minggu pagi yang cerah dan menyegarkan. Udaranya begitu sejuk dan segar menerbangkan anak-anak rambut di sekitar telinga seorang gadis cantik rupawan yang sedang berlari seorang diri itu. Gadis itu berhenti berlari sejenak untuk merapikan rambut panjangnya yang berantakan, lalu mengikatnya menjadi kuncir kuda. Setelah selesai, ia melanjutkan kembali lari paginya seorang diri. Melihat penampilan Ayu yang ceria seperti biasanya, takkan ada yang menyangka kalau ia depresi kekasihnya bertunangan dengan orang lain. Ia terlihat santai dan cantik seperti biasanya membuat beberapa pria menoleh terpesona padanya. Bahkan tak sedikit yang bersiul memanggilnya namun tidak Ayu pedulikan. Ayu berlari seorang diri menuju alun-alun tempat di mana banyak pedagang makanan menjajakan makanan yang disukainya. Dalam hati ia merutuki Irfan karena semenjak berpacaran dengan Irfan, ia tidak mempunyai teman dekat wanita selain Desi. Irfan selalu mara
~~~***~~~ Majalengka, kota kecil yang berada di wilayah Jawa Barat ini terkenal sebagai kota angin. Perbukitan, persawahan dan pepohonan yang masih banyak membuat suhu angin pun bertiup kencang. Seperti sore yang teduh ini, angin bertiup kencang sore menjelang. Di salah satu tanggul pesawahan yang sejuk karena terdapat pohon mangga besar yang rimbun di sebelahnya, seorang gadis berparas ayu sedang duduk seorang diri sambil memandang hamparan padi yang menguning di depannya. Rambut panjangnya yang legam berkibar tertiup angin yang berhembus. Sebenarnya, Ayu sudah keluar dari rumah sejak pagi hari karena lara yang menderanya. Bagaimana ia tidak berduka bila Desi dengan sengaja lewat bolak-balik depan rumahnya sambil tertawa-tawa dan memanggil Aa pada seseorang di telpon sana dengan manja. Desi seakan ingin menunjukan bahwa Irfan bahagia bersamanya.