Share

Unjuk Diri!

Vanesha hanya diam dengan perasaan bingung ketika Velove tak berhenti memandanginya. Gugup? Tentu saja! Tapi, ia tak suka dengan cara Velove pada dirinya.

"Jadi, kamu benar-benar wanita miskin?" tanya Velove. "Ternyata kakakku tidak berbohong jika ia akan menikah dengan..."

Velove melanjutkan ucapannya itu dengan gerakan jarinya ke atas dan ke bawah, seolah menggambarkan bagaimana penampilan Vanesha yang biasa saja. Hal itu seketika membuat Vanesha tak bisa lagi menahan dirinya. Ia merasa muak melihat tingkah arogant dari Velove atas didirnya.

"Kalo miskin kenapa? Apa orang miskin tidak boleh menikah dengan orang kaya seperti kakakmu?" tanya Vanesha dingin.

Velove mengangguka pelan. Tersenyum smirk menanggapi perkataan Vanesha yang baru saja ia dengar.

"Tentu saja tidak boleh." jawab Velove enteng. "Karena tujuan orang miskin menikah dengan orang kaya hanyalah untuk uang, bukan karena cinta!"

Vanesha terkekeh. Lantas sikapnya itu tentu saja membuat Velove terperangah. Ia merasa jika wanita miskin level rendah yang duduk di hadapannya itu tengah menyepelekan dirinya.

"Kau pikir, orang kaya menikah dengan orang kaya lainnya pun tidak berdasarkan uang yang dimiliki keduanya? Apa kau yakin, jika dua orang kaya yang saling menikah itu melakukannya hanya sekedar untuk cinta?" serang Vanesha yang seketika keberaniannya itu membuat Velove tertegun. "Tentu ada cinta sebagai alasan untuk menikah dengan kakakmu, tapi jika saja kau menjadi aku, kau akan menyadari betapa pentingnya uang! Jadi, tidak ada salahnya wanita miskin seperti aku menikah dengan laki-laki kaya untuk memperbaiki nasibku!"

"Wah, baru kali ini aku melihat ada wanita seberani dirimu berkata seperti itu kepadaku!" tanggap Velove seraya bertepuk tangan.

Vanesha tak takut! Ia mengangkat dagunya. Menunjukkan keberaniannya meski gugup.

"Hidupku sudah cukup sulit menjadi wanita miskin yang tentu saja sangat jarang menyantap makanan seperti saat ini! Oleh karena itulah Tuhan mempertemukan aku dengan kakakmu! Membuat kami jatuh cinta dan sedikit menguntungkan diriku karena dia sangat tampan dan juga kaya!" tukas Vanesha dengan berani. "Lalu kau datang kesini memperkenalkan diri sebagai adiknya dan menyatakan bahwa aku tak boleh menikah dengannya karena kaya? Kau pikir aku akan berhenti?! Tentu saja tidak! Aku akan tetap menikah dengan kakakmu! Dan kau tak perlu khawatir! Aku hanya menginginkan uang kakakmu, bukan ingin harta keluarga kalian!"

Perkataan Vanesha yang blak-blakan itu membuat Velove terperangah. Mulutnya ternganga. Ia tak menyangka jika Vanesha akan seberani itu padanya.

"Wah! Kau berenergi sekali! Aku sangat menyukainya!" seru Velove yang seketika membuat Vanesha terheran-heran. "Aku sangat suka dengan perkataanmu itu! Yang bahwa kau hanya menginginkan uang kakakku, bukan harta keluarga kami! Hahahaha! Itu sangat aku suka!"

Sangat mengherankan! Apalagi ketika sikap dingin Velove menjadi hangat dengan senyuman lebar di bibirnya. Dan keheranan kian besar saat Velove menggeser kursi yang ia duduki itu agar lebih dekat dengan Vanesha. Kening Vanesha mendadak berkerut ketika wanita berpenampilan glamour itu meraih tangannya.

Kedua mata Vanesha bahkan terbelalak ketika Velove mendadak menempelkan tangannya pada wajahnya. Sementara Velove tetap tersenyum mengekspresikan kesenangannya.

"Kau kenapa? Kesurupan?" tanya Vanesha yang masih keheranan dengan sikap Velove.

"Setidaknya, kau tidak lebih buruk dari mantan kekasih Vander!" gumam Velove sembari terus menempelkan telapak tangan Vanesha pada wajahnya.

"Ck! Lepaskan tanganku! Tanganku gatal!" tukas Vanesha yang tak lama berhasil melepaskan tangannya dari jemari Velove.

Velove masih tersenyum meski Vanesha menunjukkan raut wajah kesalnya. Lalu wanita itu berdiri dan melambaikan tangannya.

"Lanjutkan makanmu, aku akan pergi dari sini untuk melaporkan pertemuan ini dengan orang tuaku!" seru Velove seraya melangkah mundur meninggalkan Vanesha sendiri untuk menyantap kembali makanannya.

Dan ketika wanita itu keluar, nampak sosok Vander yang baru saja turun dari mobilnya. Dari jendela restoran itu Vanesha sempat melihat Vander yang menyapa adiknya, lalu menyimak langkah lelaki tampan itu ketika menghampirinya.

Vander duduk di hadapan Vanesha, menatapnya dengan tatapan sumringah. Berbeda dengan Vanesha yang menyambut kedatangannya dengan wajah keheranan.

"Kau kenapa? Apa memang kau dan adikmu sering kesurupan?" ujar Vanesha menanggapi wajah sumringah Vander terhadapnya.

Vander meraih segelas air milik Vanesha, lalu meneguknya. Perlahan ia menyandarkan tubuhnya, menatap Vanesha seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ternyata benar kata kawanmu dalam formulirnya atas dirimu. Ternyata kau benar-benar tidak mengecewakan!" tukas Vander kemudian.

Kening Vanesha kembali berkerut. Ia masih tak bisa memahami ucapan Vander.

"Memangnya apa yang Hesti tuliskan dalam formulir yang kau sebutkan tadi?" tanya Vanesha penasaran.

"Dia berkata dalam formulir itu, bahwa kau adalah wanita yang tahan banting!" jawab Vander. "Dan benar adanya! Kau sungguh tahan banting! Untuk pertama kalinya teman kencanku bisa mengalahkan seorang Velove yang selalu berusaha mencari kekurangan wanita yang aku kencani!"

"Jadi, maksudmu itu..."

"Selamat, kau berhasil mengalahkan asisten nenek sihir dalam keluargaku! Untuk selanjutnya, kau akan berhadapan dengan nenek sihir yang sesungguhnya!"

"Nenek sihir?" kening Vanesha kembali berkerut.

Vander tersenyum. Lalu mengangguk pelan.

"Ibuku!" jelas Vander singkat. "Meski pilihan menikah tak bisa diubah oleh siapapun dan akan selalu terserah dengan keputusanku, mau tidak mau kau tetap harus menghadapi ibuku!"

Vanesha menelan saliva. Ada perasaan gugup ketika Vander mengatakannya. Apalagi melihat bagaimana laki-laki tampan itu tersenyum dalam konteks yang mencurigakan. Dan title nenek sihir tentu saja menjadi isyarat menyeramkan bagi Vanesha.

"Jika adikmu saja seperti itu, maka aku pun harus menghadapi serangan kalimat jahat dari ibumu?"

Vander mengangguk pelan, ia mengiyakan pertanyaan Vanesha terhadapnya tentang sang ibu. Lalu melipat kedua tangannya di atas meja, membiarkan wajahnya bertumpu di sana sambil menatap Vanesha yang berwajah tegang.

"Jangan takut! Tetaplah bersikap apa adanya seperti itu dan jangan pernah mencoba bersikap manis pada ibuku." tukasnya. "Karena ibuku tidak suka kepribadian yang dibuat-buat. Sama seperti adikku, Ibuku sangat suka manusia dengan sikap apa adanya!"

"Termasuk kemiskinanku dan perkataan kurang ajarku pada adikmu tadi?"

"Ya!" jawab Vander penuh semangat. "Tetaplah seperti itu! Menjadi wanita miskin yang tinggi harga dirinya! Keluarga kami sangat menyukai kepribadian seperti itu daripada sosok yang naif dalam menghadapi kehidupan!"

Vanesha kembali termenung. Ia mencoba meyakinkan dirinya meski title nenek sihir itu cukup membuatnya gugup. Ia bisa membayangkan akan bagaimana sikap kejam ibu Vander yang diduga melebihi kekurang ajaran seorang Velove terhadapnya.

"La-lalu... Kapan a-aku akan bertemu dengan ibumu?" tanya Vanesha yang terbata karena rasa gugupnya.

Vander kambali merebahkan tubu ke sandaran kursi yang didudukinya. Ia tersenyum, menatap sosok Vanesha yang nampak sangat gugup setelah mendengar penjelasannya.

"Tentu saja kau harus menemuinya nanti malam!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status