Di ruang BP, mereka bertiga duduk berjejer di bangku menghadap Pak Mujiharto yang menatap ketiga muridnya satu per satu dengan tatapan tajam. Kumisnya yang tebal bergerak-gerak seperti ulat bulu dan kacamatanya selalu merosot ke hidung. Arie Lucas duduk di tempat lain memandang ketiganya. Jujur dia sejak tadi mengikuti kelinci chubby-nya dan berakhir di warung seblak cubit-cubit manja dengan Ignatius Herry. Dia kesal, bukan hanya karena mereka betiga membolos tapi karena Igna begitu leluasa mencubit pipi gadis gendut-nya.
"Kamu, Igna to? Kenapa malah ngajarin adik kelas kamu hal-hal negatif to? Merokok, membolos, harusnya kamu jadi contoh yang baik buat adik kelasmu. Apalagi ini, oalah yang kamu bawa anak perempuan, piye to?" Igna kesal, orang dua adik kelasnya datang sendiri bukan dia yang ngajak kenapa dia yang disalahkan? Duh selalu salah menjadi orang tampan, pikirnya.
Irena dan Pie saling cubit mereka sebenarnya kasihan dengan Igna yang dijadikan kambi
Irena tidak tahu dia ada di mana, sebuah taman bunga yang berwarna-warni. Irena melihat gaun yang dipakainya, gaun pengantin warna putih dengan hiasan mahkota bunga melingkari kepalanya. Irena berjalan mengelilingi taman, suara petikan gitar menginterupsi, ditambah suara bariton yang menghipnotis langkah kakinya mencari sumber suara. Suara itu semakin jelas, memperdengarkan lagu yang merdu bahkan dua kali lipat sempurna dari suara Tria. Di depanya, siluet tubuh seseorang membuat Irena semakin mempercepat langkahnya. Petikan gitar terhenti, sosok itu dengan jas putih dan celana putih. Dia berbalik, menatap Irena hanya saja Irena tidak bisa melihatnya jelas karena wajahnya seperti tertutup kabut tipis. Irena hanya melihat dia tampak tersenyum, lalu mengulurkan tangannya yang memegang buket bunga mawar merah. Saat tangan Irena ingin meraihnya tiba-tiba ….“Kebakaran!”“Hah? Di mana? Mana?” Irena bangun tergesa-gesa, tidak peduli rambutnya ya
Tak berapa lama, pesanan Arie datang, dua mangkuk bubur ayam yang masih hangat plus ati ampela. Duh jangan sampai deh Irena ilernya netes, saking laparnya. Arie menyodorkan semangkuk bubur itu ke depan Irena. Irena menggeleng padahal perutnya udah jelas meraung-raung minta diisi, tapi Irena mempertahankan keinginannya untuk tidak sarapan. Arie menghela napas lalu menyodorkan sesendok bubur ayam itu ke depan mulut Irena.“Aaaa buka mulutnya.”“Ih, aku enggak mau. Aku bisa makan sendiri.”“Ya sudah makan dong, dari tadi dianggurin.”“Tapi aku—”“Lagi diet? Biar Tria lirik kamu?” Tuh ‘kan kenapa sih Arie selalu pandai menebak jalan pikiran Irena? sebenarnya bukan itu, dia enggak niat kok jadi pelakor antara Rara sama Tria. Tap kalau dia langsing mungkin akan ada cowok yang meliriknya.“Kok ngomongnya gitu,”“Jangan berubah jadi orang lain, jadilah d
Cinta itu buta Buta itu Hejo [1]Hejo itu leho [2]Jadi cinta sama dengan leho kitu?Ya karena orang jatuh cinta mendadak jadi kardus, karena cinta membuat preman pun jadi rasa Hello Kitty. Makan enggak enak, tidur enggak nyenyak, kalau kata orang sunda mah kaedanan.[3] Kayak lagu sunda itu loh Bangbung hidueng, [4]jung nangtung asa rangkibung, leumpang asa ngalayang. Lah tahi ayam pun rasa cokodot, duh amit-amit Gusti.[5] Itu yang sekarang dialami sama cowok ganteng blasteran Arie Lucas. Berjuta-juta bintang di langit hanya satu yang bercahaya, berjuta-juta cewek yang cantik hanya Irena yang dicinta. Ibarat kata nih, enggak peduli lah seberapa kilo berat badannya, yang pasti berat cintanya mengalahkan berat badannya Irena. Sayangnya Irena enggak peka atau dianya yang kurang gercep? Mau ngomong kok rasanya susah banget. Padahal dia o
Arie menatap bergegas pergi ke kantin, dia sudah mendengar semuanya dari anak-anak yang tertawa dan menjadikan Irena bahan olokan. Dia melihat Igna sedang merokok bersama teman-temannya di dekat toilet, Arie segera menarik kerah seragam Igna dan memukul wajahnya. Igna terjatuh dan kaget dengan kedatangan si ketua OSIS yang sangat marah. Igna bangkit dan hendak membalas Arie, namun Arie lebih cekatan karena menguasai ilmu bela diri. Igna kembali roboh dengan pukulan telak di perutnya. Kedua cowok itu pun berkelahi saling serang satu sama lain, anak-anak yang lainnya tidak berani memisahkan, mereka malah bersorak dan memvideokan aksi Igna dan Arie, tipikal anak zaman now. Hingga salah satu dari mereka ada yang berani memisahkan keduanya.Arie tidak pernah semarah ini, meskipun orang-orang membuatnya kesal dan marah tapi dia lebih sakit hati melihat Irena dibully dan jadi bahan cemoohan semua orang. Rasa emosinya meluap hingga ingin menghabisi nyawa Igna sek
Pak Tatang bingung dengan anaknya, tiba-tiba minta pindah sekolah segala. Pak Tatang yakin, sesuatu telah terjadi di sekolah. Tapi Irena bersikeras tidak mau membahasnya, dia menolak menceritakan apa masalahnya. Irena juga mengurung diri di kamar, tidak mau makan dan seharian menutup badannya dengan selimut. Pak Tatang sebenarnya mau pergi ke sekolah mencari tahu apa yang terjadi, tapi Irena tidak mau Pak Tatang pergi ke sana. “Neng, makan dulu atuh … Emak udah siapin kesukaan kamu tuh, ayam penyet pedes.” “Kumaha [1]Si Eneng? Mau keluar enggak?” Pak Tatang menatap istrinya yang menggelengkan kepala, Irena bahkan mengunci pintunya. “Hah, naha eta budak. Aya-aya wae.[2]“ Pak Tatang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sudah 3 hari anaknya tidak mau sekolah, dulu Pak Tatang pernah menghadapi situasi seperti ini, anaknya sering menjadi bahan olokan teman-temannya. Tapi kali ini sepertinya lebih dari sekedar oloka
Semua berawal dari postingan Mita yang memfoto potongan curhatan di buku diary-nya lalu menyebarkan lewat f******k dan i*******m. Gadis cantik bermulut pedas itu tidak ada sedikit pun rasa kasihan pada Irena. Irena hanya bisa diam dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Serendah itukah dirinya? Arie memberi salam pada kedua orang tua Irena. Tangannya tidak pernah kosong jika berkunjung ke sana. Terkadang membawa Martabak 88, kadang membawa buah-buahan. “Nak Arie, enggak ada bosen-bosennya datang. Makasih Nak Arie, Emak mah pusing sama Si Neng. Dia teh masih aja di kamar ngurung diri.” “Enggak apa-apa, Bu. Saya ‘kan ketua OSIS jadi saya ada tanggung jawab buat bawa dia kembali ke sekolah. Saya akan bolak-balik sampai dia mau keluar kamar dan kembali sekolah.” Jawab Arie dengan senyum ramahnya. Arie dan Mak Esih berdiri di depan pintu Irena. Arie mengetuk pintu kamar Irena dan memanggil nama gadis berpipi chubby itu.
Hida keluar dari kamar rawat adiknya dan melihat sosok pemuda yang tidak kalah sedih dengannya. Hida duduk disampingnya lalu menepuk pundak Arie, pemuda itu tampak kacau. Dia menangis dan terus menyalahkan dirinya. “Makasih ya, Rie. Udah bawa adik gue ke sini. Rie, mending lu katakan yang sejujurnya ke adik gue, kalau lu suka sama dia. Jangan lu pendam lagi, Rie. Kalau kalian pacaran, lu lebih leluasa jaga dia di sekolah dan gue enggak merasa khawatir lagi.” “Iya, Kak. Gue bakalan bilang tentang perasaan gue ke Irena.” Arie masuk ke dalam ruang rawat gadis chubby-nya menatap Irena yang kini sedang tidur lelap, setelah Dokter memberinya obat. Arie memegang tangan Irena dan mengelus poni yang menutupi dahinya. Dia tersenyum kecil, sudah saatnya perasaan yang selama ini dia pendam diungkapkan. “Ir, bangun ya … kalau kamu enggak bangun aku bakal cium kamu.” Arie mendekatkan wajahnya ke wajah Irena lalu dengan lembut mencium bibir gadis
Irena sejak tadi menunduk di kursi depan bersama Arie Lucas--cowok yang beberapa hari lalu bilang cinta padanya. Irena belum berkata ya karena masih ragu takut untuk memulai hubungan dengan seseorang karena rasa trauma-nya. “Tah pan enak atuh mobil teh, enggak kayak mobil sayur kita geuning, Pak. Hadeh adem pisan nya Pak. Korsinya juga empuk, Hida nanti kalau kamu udah kerja beli mobil kayak kieu nya.” Mak Esih sibuk berceloteh di belakang sama Pak Tatang. Hida hanya tertawa menanggapi emaknya yang baru pertama kali naik mobil semewah ini. “Iya atuh, Mak. Ini mah pakainya AC ari mobil kita mah AG, alias angin gelebug.[1]“ Semua yang ada di dalam mobil tertawa mendengar guyonan Pak Tatang. Sepanjang jalan, hanya Hida dan kedua orang tuanya yang ramai dan bercanda satu sama lain, sementara Irena dan Arie masih saling diam. Irena teringat saat Arie menyatakan cinta padanya. “Kamu enggak usah mikirin jawabannya dulu, sekarang yang pent