Share

Rindu Pada Abizar

Aruna mungkin kehilangan dua pelanggan hanya karena berdebat dengan mereka tentang sebuah pendapat. Namun, tidak masalah. Sebab, menurutnya perkataan pelanggan tadi lumayan memukul rata semua toko kecil itu sama.

Aruna kembali ke dapur, menyelesaikan adonan yang sempat tertunda. Di tengah kesibukan itu, ia mulai merasakan rindu terhadap Abizar. Ingin bertemu tak bisa terbendung, bahkan sudah sulit diungkapkan dengan kata-kata. "Aku harus fokus. Kalau tidak, semuanya akan berjalan buruk." Perempuan itu menyadari jika sesuatu yang sedang bergulir saat ini bukanlah keinginan dirinya, melainkan karena takdir Yang Maha Kuasa.

Waktu terus berjalan sampai tibalah saatnya salat. Aruna mengganti kata open dengan istirahat agar bisa memberitahu pelanggan. Dengan itu, ia pun bisa menikmati ibadah, menghadap Sang Khalik dengan khusuk tanpa takut diganggu manusia.

Ada ruangan kecil untuk beribadah dan beristirahat. Aruna mengambil wudu dan menghamparkan sajadah. Bersiap menghadap Sang Ilahi Rabbi dalam keadaan baik. Rindunya kali ini pada Abizar sulit dihindari, sudah tiga bulan perpisahan mereka membuat Aruna tersiksa. Bahkan, setiap malam perempuan itu selalu menangis tersedu-sedu. Dengan menggunakan mukena putih polos pemberian Naufal saat menikah lalu, Aruna mulai menjalankan salat. Kewajibannya sebagai muslim tidak akan luntur hanya karena mendapatkan ujian. Tidak peduli seberapa sulit ujian itu, ia akan terus berprasangka baik pada Yang Maha Kuasa.

Salat selesai. Aruna mengangkat kedua tangan ke atas. Tidak terasa cairan bening keluar begitu saja tanpa diminta. Dadanya sesak menahan kerinduan. Ini tak bisa dibiarkan terus menerus. "Ya Allah, aku rindu anak kecil itu." Hanya kalimat pendek yang terucap dari mulut Aruna. Tangisnya beranak sungai. Perempuan itu bahkan menurunkan kedua tangan dan bersujud. Tangis itu pecah, menyesakkan jiwa. Dunia ini memang tidak selamanya memihak pada kita, maka dari itu Aruna mulai merasa lelah. Hanya saja, sudah bisa bertahan sejauh ini pun itu sangat luar biasa.

"Aku rindu Abizar, Ya Allah. Aku ingin memeluknya sekali lagi saja." Aruna menangis dalam keadaan sujud. Air mata perempuan itu membasahi sajadah berwarna merah muda dengan gambar kabah. "Tolong, izinkan aku bertemu dengannya. Izinkan aku memeluknya, izinkan aku mengatakan pada anak kecil itu kalau sampai kapan pun kasih sayangku tidak akan luntur."

Detik demi detik terasa lama jika dalam keadaan ini. Padahal, biasanya setengah hari pun akan terasa cepat dalam keadaan bekerja.

"Aku bisa menerima perceraian ini, Ya Allah. Tapi, aku begitu sulit menerima perpisahan dengan Abizar. Entah bagaimana kabar anak itu sekarang. Apa Kakak mengurusnya dengan baik? Atau mungkin sebaliknya. Aku tidak bisa memastikan itu." Aruna terus menangis tanpa henti. Wajah manis dan lucu Abizar menari-nari di mata, mengusik pikirannya agar semakin menumpuk rasa rindu pada diri wanita manis itu. Kian menambah perasaan ingin bertemu, padahal sangat tidak mungkin. Naufal seolah menyembunyikan keberadaan anak itu.

Aruna pernah mendatangi rumah Naufal, tetapi semua satpam rumah dan pembantu di sana sudah diganti. Tentu mereka tidak akan mengenali Aruna, bahkan satpam muda itu tak mengizinkan ia untuk masuk selangkah pun melewati pagar berwarna hitam. Menyedihkan sekali.

"Abizar memang bukan anakku, tapi ikatan batin di antara kami pasti kuat. Aku mencintainya dengan tulus, aku menganggapnya anak kandungku. Ya Allah, jangan siksa aku seperti ini. Biarkan aku bertemu dengannya sekali saja," sambung Aruna masih ingin berada di hamparan sajadah.

Selang dua menit, terdengar pintu kaca tertutup. Tangis Aruna terhenti. Siapakah yang datang? Bukankah tulisan di depan itu sudah sangat jelas? Mungkin pelanggan yang sangat butuh. Biarkan saja. Bergegas Aruna menegakkan badan, berdiri dan membuka mukena. Melipat jadi satu dengan sajadah, tak lupa menyimpannya.

Sebelum keluar, perempuan itu memakai lebih dulu jilbab. Dan, siap menyambut pelanggan.

Aruna keluar ruangan istirahat sambil berkata, "Selamat datang." Kedua kakinya berhenti ketika dua bola mata itu melihat siapa yang datang. Mulutnya tertutup pula, tidak lagi mengeluarkan suara. Ini tidak mungkin. Aruna menelan ludah, saking tidak percayanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status