Share

Cinta Terhalang Restu
Cinta Terhalang Restu
Penulis: dwicandraa

Harsa Dan Sera

Harsa Anggara, adalah seorang pemuda rantau yang bekerja di salah satu perusahaan pakaian ternama sebagai seorang mekanik. Berasal dari keluarga biasa dan sederhana membuat Harsa di kenal sebagai pria yang sopan dengan attitude yang patut di acungi jempol. Hal itulah yang membuat semua kalangan mulai dari karyawan biasa hingga staff atas sangat menyukai keberadaan dirinya.

Tak terkecuali Seraphina.

Semua orang disana tahu bahwa gadis itu adalah satu-satunya perempuan yang mampu menarik perhatian Harsa selama dua tahun pemuda itu bekerja. Dan Sera yang memiliki peluang besar itu tentu tak membuang kesempatan untuk mendekat pada Harsa. Sehingga kini hubungan keduanya dapat terjalin sebagaimana mestinya.

"Mau pesen apa mas?" Sera membaca jajaran menu pada selembar kertas yang dia pegang.

Harsa duduk di sampingnya dan ikut mengintip kertas menu tersebut.

"Mie goreng spesial kayaknya enak deh yang."

"Mie terus mas, gak bakal keriting itu usus kamu?" Protes Sera dengan bibir yang mengerucut.

Sedangkan yang di protes hanya memasang cengiran dan diikuti dengan tangan yang mencomot gemas bibir si cantik.

"Ya udah kalo gitu terserah kamu aja."

Merasa menang, Sera pun lantas tersenyum. Menu Nasi Goreng kambing dan dua gelas teh hangat lekas di pesannya kemudian.

Dia kembali duduk di samping Harsa yang tengah sibuk mengecek ponsel. Keduanya baru saja pulang bekerja, dan menyempatkan mampir ke tempat makan pinggir jalan untuk mengisi perut yang sudah kepalang lapar.

Diam-diam Sera mengintip layar ponsel kekasihnya. Terlihat sebuah room chat yang Sera tidak tahu itu dengan siapa berhasil mengambil seluruh atensi Harsa sehingga kini dia merasa di abaikan.

"Chat sama siapa sih mas? Serius banget. Sampe akunya di anggurin begini."

Alih-alih panik mendengar nada merajuk Sera, Harsa malah tersenyum. Tawa kecil terdengar sangat renyah keluar dari bibir pemuda itu.

"Kenapa yang? Cemburu liat aku chat-an sama orang lain?"

Idih, malah menggoda. Sera yang malu langsung memalingkan wajahnya. Tak mau menatap wajah usil yang kini tengah Harsa ekspresi kan.

Tangan kiri Harsa terangkat untuk mengelus surai hitam Sera yang paling di sukainya.

"Ini ibuku kok yang." Katanya, berhasil membuat Sera kembali menoleh ke arahnya.

"Ibu?"

Harsa mengangguk.

Entah kenapa Sera selalu suka ketika Harsa mengambil topik tentang keluarganya di luar kota sana. Ingin sekali rasanya Sera bertemu dengan orangtua Harsa dan berterima kasih kepada mereka karena telah melahirkan sosok pemuda sebaik Harsa.

"Aku pengen deh ketemu sama Ibu dan Bapak."

"Iya, nanti kalau waktunya ada, aku ajak kamu ke kampung halaman ku ya yang."

Sera pun mengangguk senang.

"Tapi sebelum itu, aku juga perlu minta izin sama ayah ibu kamu." Lanjut Harsa yang langsung membuat senyum Sera lenyap seketika.

Harsa tidak bodoh, dia cukup sadar akan perubahan ekspresi wajah Sera yang begitu ketara setiap kali dia menyinggung tentang keluarga kekasihnya tersebut.

Berkebalikan dengan Sera yang senang akan topik keluaga Harsa, justru Sera sendiri terlihat tidak menyukai topik obrolan yang menyangkut tentang keluarganya sendiri.

Kadang Harsa menerka kenapa Sera selalu terlihat seperti itu. Dan hingga kini, rasa penasarannya tak kunjung terjawab juga.

Sera selalu bungkam dan tidak ingin terbuka tentang kehidupan keluarganya.

"Yang?" Panggil Harsa ketika melihat Sera yang masih terdiam.

"Um, iya mas. Nanti aku aja yang minta izin sama ayahku."

"Loh, harusnya aku dong yang. Kan aku yang mau ngajak anaknya pergi jauh."

"Gak perlu mas. Biar aku aja. Mas cuma harus tertuin waktunya kapan. Biar nanti aku bisa siapin semuanya."

Sera masih kukuh dengan pendiriannya. Rautnya terlihat tidak baik. Tapi Harsa pun kepalang penasaran tentang alasan kenapa Sera tidak mau dia bertemu dengan keluarganya.

"Sayang —"

"Nasi goreng kambing 2, dan teh hangatnya 2. Selamat menikmati."

Datangnya hidangan makan malam mereka setidaknya membuat Sera lega. Dengan begini, dia bisa mengakhiri rasa penasaran Harsa dan memilih untuk fokus pada makanannya.

"Makan dulu mas. Gak enak kalau dingin." Katanya, dan untuk kesekian kali, Sera berhasil lolos dari topik yang baginya menyebalkan ini.

••

Motor Harsa berhenti tepat di sebuah gang kecil yang mana di ketahuinya sebagai jalan menuju tempat tinggalnya Sera. Tapi, percaya atau tidak, selama menjalin hubungan yang telah berjalan hampir delapan bulan lamanya, Harsa sama sekali belum pernah menginjakan kaki ataupun mengetahui dengan jelas dimana letak rumah Sera yang sebenarnya.

Dia hanya diminta untuk mengantar Sera sampai ke depan gang. Dan setelah itu, Sera sendiri akan masuk ke gang tersebut kalau Harsa sudah berbalik dan menghilang dari pandangannya.

Untuk saat ini, banyak sekali tanda tanya di benak Harsa yang ingin dia ketahui. Namun, dia masih cukup sabar untuk menunggu Sera yang lebih dulu terbuka padanya.

"Makasih ya mas. Hati-hati jalan pulangnya." Katanya sambil menunggu Harsa memutar balik motornya dan bersiap keluar dari lingkungan rumah yang cukup padat itu.

Setelah pamit dan tak mendapati sosok Harsa dalam pandangannya lagi, Sera pun berjalan masuk ke dalam gang dan berhenti di salah satu rumah kecil disana.

Dia pun masuk, "Malam bi, Sera pulang."

Butuh beberapa menit sampai seseorang datang menyahut ucapannya barusan.

"Non, astaga..." Si Bibi berjalan tergesa mendekati Sera yang kebingungan karena melihat raut wajah Bibi yang terlihat panik.

"Kenapa bi?"

"Non, sebaiknya non cepat pulang."

Satu alis Sera terangkat naik, "kenapa?" Tanyanya lagi yang menuntut jawaban to the point.

Bisa Sera rasakan telapak tangan si Bibi begitu dingin dan gemetar. Mendadak Sera jadi takut untuk mendengar jawaban dari wanita paruh baya itu.

"Tuan besar udah pulang non."

"Hah?"

Sungguh, ini adalah kabar yang paling Sera tidak ingin dengar.

"Tuan udah pulang. Katanya beliau mau non Sera langsung pulang ke rumah. Tadi bibi coba telponin non Sera tapi gak aktif terus."

Ah soal itu, ponsel Sera kebetulan dalam mode silent, dan Sera sama sekali belum mengecek benda itu sejak pagi.

Menghela nafas pasrah, mau tak mau hari ini Sera harus pergi ke rumahnya.

Ya, rumah Sera yang sebenarnya. Atau bisa di bilang itu rumah orangtuanya? Terserah.

"Ya udah bi, aku pergi dulu ya. Bibi gak usah panik gitu, aku gak apa-apa kok." Ucap Sera menenangkan.

Bukan apa-apa, dari sekian banyak hal yang Sera sembunyikan, bibi Siti adalah satu-satunya orang yang mendapat kepercayaan Sera untuk mengetahui segala keluh kesahnya.

"Non mau bibi temani?" Tawar Bibi khawatir.

"Gak usah bi, udah malem. Bibi istirahat aja. Besok juga Sera udah balik ke sini kok."

"Asal non tau, tuan gak akan ngebiarin non kembali lagi ke rumah ini." Batin Bi Siti. Namun dia bisa apa? Meski rasa sayangnya begitu besar pada Sera dan besar keinginannya pula untuk membantu anak itu keluar dari kekangan sang Ayah, bi Siti tetaplah tidak berdaya.

"Sera pergi dulu ya bi..bibi tidur aja, gak usah nunggu Sera." Pamitnya kemudian bergegas keluar meninggalkan Bibi Siti yang hanya bisa berdiam penuh kecemasan.

Semoga non Sera baik-baik aja.

••

Setahun telah berlalu sejak terakhir kali Sera berhadapan langsung dengan Ayahnya. Ya, sesibuk itu memang hingga Sera bisa saja menghitung pertemuan mereka dalam beberapa tahun terakhir ini.

"Sudah cukup main-mainnya Sera." Kata pertama yang keluar dari bibir sang Ayah membuat rasa tak enak di hatinya mulai muncul.

Jujur saja, Sera tidak setenang itu ketika Bi Siti memberi kabar tentang kepulangan Ayahnya dari luar negeri.

Ya, luar negeri.

Rahadian Bagaskara adalah seorang pengusaha dengan nama cukup terkenal di tanah air. Wajahnya sering kali malang melintang di beberapa media seperti koran, majalah, bahkan iklan karena prestasi luar biasanya sebagai seorang pebisnis.

Tapi, demi kesejahteraan hidup keluarganya dia sengaja tidak memberi akses pada media atau siapapun untuk mengulik kehidupan pribadinya.

Dengan kata lain, selama ini tidak ada satupun orang yang tahu tentang siapa istri dan anaknya.

Lalu apa maksud Rahadian tentang Sera yang bermain-main?

Ada satu hari dimana Sera memiliki perjanjian yang serius dengan Ayahnya. Dan sadar atau tidak, hari ini adalah puncaknya. Dimana sang Ayah akan menagih janji dari putri satu-satunya tersebut.

"Ayah —"

"Jangan buat alasan kamu lupa pada perjanjian kita dua tahun lalu."

Untuk sepersekian detik rasanya jantung Sera berhenti berdetak. Seakan mulai mengingat apa maksud dari ucapan Ayahnya.

Sudah dua tahun?

Tapi kenapa rasanya begitu singkat? — Batin Sera.

Tiba-tiba bayangan wajah Harsa muncul di ruang kepalanya.

Dua tahun lalu, Sera belum mengenal Harsa. Dua tahun lalu, Sera tidak tahu bahwa dia akan memiliki hubugan yang serius dengan Harsa. Dan dua tahun lalu, Sera merasa siap untuk menyerahkan hidupnya pada setiap keputusan Ayahnya ketika janji itu mereka buat.

Tapi sekarang keadaannya berbeda.

Ada Harsa.

Sera memiliki Harsa, dan mencintai pemuda itu dengan sepenuh hatinya.

Jika Sera tidak ingin melanggar janjinya pada sang Ayah. Maka dia harus bersiap untuk kehilangan Harsa, kekasihnya.

Namun seberapa kalipun Sera menimbang rasanya sangat tidak mungkin.

Sera tidak mau kehilangan Harsa.

"Ayah.. tolong denger Sera dulu."

Wajah lelah namun mata mencekam milik Rahadian sontak menatap lurus pada manik Sera yang bergetar.

Sera menelan ludahnya susah payah. Bibirnya berusaha mengeluarkan sepatah kata. Tapi, kungkungan mata Ayahnya seperti terlebih dahulu mencekik lehernya sehingga Sera tak dapat mengeluarkan suara.

Dia takut.

Keberanian yang dia kumpulkan jauh sebelum kakinya menginjakan kaki di rumah ini seakan hilang terbawa hembusan angin malam.

Ternyata, Sera tidak berubah. Dia masihlah seorang gadis kecil yang tak mampu melawan ke kuasaan Ayahnya. Sera bahkan tidak berani untuk berontak.

Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Harsa..

"Ayah, bisa kasih Sera waktu lebih lagi?"

"Janji adalah janji Sera, ayah tidak suka orang yang suka ingkar."

"Tapi ayah —"

"Tidak ada tapi, besok berhentilah dari semua kegiatan tidak penting mu itu. Dan persiapkan diri mu untuk pertemuan yang akan datang."

Telak,

Rahadian berdiri dan pergi begitu saja meninggalkan Sera yang mematung dalam dinginnya ruangan itu.

Sepertinya, Sera harus memikirkan cara lain supaya dia bisa keluar dari perjanjian ini.

Tbc..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status