Share

Si Kecil Lee Yoona

Sebelum Goo Ha-Neul melangkah, aku buru-buru mencekal tangannya.


Goo Ha-Neul memandangku, geram. "Apa maksudmu?"


"Ini bukan ajakan, tapi perintahku sebagai atasan." Aku menatapnya, sungguh-sungguh.


Goo Ha-Neul tertegun dan membalas tatapanku. Sedetik kemudian dia terkekeh keras. Aku yakin suaranya terdengar sampai luar ruangan, tetapi tampaknya dia sama sekali tidak peduli. 


"Perintah? Ya, silakan memberi perintah yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, supaya aku dapat melaporkanmu." Goo Ha-Neul menepis tanganku, kemudian berjalan ke pintu ruangan. 


Aku mengejar dan menarik tangannya. Goo Ha-Neul berhenti, melirik sinis. Kali ini dia tampak sangat marah. 


"Harus kukatakan berapa kali?" Dia melirik tanganku.


Aku buru-buru melepasnya. "Maaf, aku tidak bermaksud ..., eh, mmm ..., maksudku, bisakah kejadian tadi tidak kamu ceritakan pada orang lain?"


Sebelah sudut bibir Goo Ha-Neul setengah terangkat. "Kalau aku melaporkanmu, sudah pasti besok kamu tidak akan berada di Byeoul. Tapi aku bukan orang seperti itu. Aku akan mengalahkanmu, melalui prestasi, bukan dengan cara rendahan. Tapi, sekali lagi kamu memaksaku, aku akan melaporkan tindakanmu."


Goo Ha-Neul melenggang ke luar, meninggalkanku berdiri mematung.


Goo Ha-Neul. Dia perempuan yang keras kepala. Itu baru saja dia tunjukan. Semua orang menginginkan jabatan, tetapi kalau melihat Goo Ha-Neul sepertinya usianya masih sangat muda untuk menjadi Manajer. Seharusnya bisa lebih sabar lagi. Atau ..., apakah ada alasan lain?


Pikiranku kacau gara-gara Goo Ha-Neul. Bahkan sejak tadi aku tidak bisa konsentrasi bekerja.


Jam menunjukkan pukul sepuluh. Masih cukup jauh dari jam istirahat. Meskipun begitu, lebih baik aku menyegarkan pikiran daripada berdiam diri di sini. 


Aku keluar menuju lift. Ketika sedang menunggu lift datang, ada seseorang yang menepuk bahuku. Aku menoleh, dan melihat seorang perempuan berdiri di belakangku.


Dia adalah bertubuh mungil, kira-kira sedikit lebih tinggi dari pinggangku. Dia berambut hitam berombak dan digelung seadanya. Wajahnya bulat membingkai mata lebar; hidung mungil; dan bibir yang seksi. Manis. Ya, dia gadis yang imut-imut.


Perempuan itu tersenyum lebar. "Kim Joo-Won, 'kan?"


Aku mengangguk. "Iya."


Perempuan itu menjabat tanganku. "Aku Lee Yoona, Manajer Operasional di perusahaan ini."


Manajer Operasional? Aku tak menyangka perempuan manis ini memiliki jabatan tinggi di perusahaan Byeoul. Aku yakin semua orang juga tidak akan menyangka kalau belum mengenalnya. 


"Mau ke bawah?" tanyanya. Bibirnya melengkung membentuk senyuman. 


"Iya," jawabku gugup.


"Pasti karena bosan. Wajar, aku juga begitu, kok. Yuk, kutemani mengobrol di kafe bawah," tukasnya, menarik tanganku dan masuk ke dalam lift yang baru terbuka.


Saat ini suasana kafe tampak lengang. Hampir semua bangku di sana kosong. Mungkin hanya ada aku dan Lee Yoona yang ada di dalam kafe.


Setelah pesanan datang, kami berbincang-bincang. Lee Yoona perempuan yang mudah akrab dengan siapa pun. Dia menceritakan semua hal tentang Byeoul. Rupanya dia sudah lama bekerja di perusahaan raksasa ini.


"Jadi kamu sudah bekerja tujuh tahun di sini?" tanyaku.


Lee Yoona mengangguk. "Begitulah. Meskipun bekerja di sini menuntut dedikasi tinggi, aku menyukainya."


Lee Yoona mendadak diam seraya mengamatiku dari atas ke bawah. "Kalau aku perhatikan, penampilanmu menarik."


Aku tersentak mendengar kata-katanya. 


"Eh, ja-jangan salah paham." Lee Yonna tampak gugup. "Maksudku ..., mmm, begini, hari ini kekasihku ulang tahun, tapi aku bingung mau membelikan hadiah yang dia suka. Kalau kamu tidak keberatan, maukah menemaniku mencari hadiah setelah pulang kantor? Soalnya aku lihat, kamu memiliki selera bagus."


Aku tersenyum. "Boleh. Kebetulan aku tidak ada acara."


"Bagus!" serunya, riang.


Setelah setengah jam berada di sana, akhirnya kami kembali ke ruangan masing-masing. Aku kembali berkutat dengan berkas-berkas di mejaku. Satu demi satu kupelajari isi berkas-berkas itu. Akhirnya aku mulai sedikit paham tentang pekerjaanku.


Menit berlalu, jam pun berganti. Tak terasa akhirnya jam pulang kantor tiba. Aku bergegas ke luar ruangan. Setibanya di depan lift, Lee Yoona sudah menungguku di sana. Senyumnya mereka ketika melihatku. 


"Ayo," ujarnya, mengajakku. "Kita pesan taksi saja, soalnya mobilku sedang di bengkel."


"Tidak perlu. Kita bisa naik mobilku," jawabku sambil berjalan, mengajaknya ke tempat parkir. 


Kami pergi ke mal yang berada tidak jauh dari kantor. Setibanya di sana, kami segera mencari pakaian di toko-toko baju. Sebenarnya selera Lee Yoona tidak buruk, tetapi mungkin kurang tepat untuk laki-laki. Melihat penampilan Lee Yoona, jelas sekali kalau dia sangat feminim.


Akhirnya setelah mencari-cari, kami mendapatkan pakaian yang tepat. Namun, ketika sedang mengantre, aku melihat Lee Yoona tersentak seraya memandang pasangan yang sedang memilih pakaian. Seketika itu ekspresinya berubah. Sedih, marah, bercampur.


"Ada apa Yoona?"


Lee Yoona terhenyak lalu menatapku dengan mata berkaca-kaca. Dia menggeleng pelan. "Aku tidak jadi mengambil pakaian ini."


Kata-katanya membuatku terkejut. "Kamu tidak suka baju ini?"


"Bajunya bagus, tapi ...." Lee Yoona mencerna pikiran sesaat. "Kalau boleh, temani aku malam ini."


"Maksudmu?"


Lee Yoona menghela napas. "Aku sedang tidak ingin pulang. Sepertinya sedikit minum di pub akan menyegarkan pikiran."


Meski tidak tahu maksudnya, aku setuju. "Oke."


Pub tempat kami menghabiskan waktu berada di lantai dasar mal ini. Tidak perlu waktu lama untuk tiba di sana. Setelah memesan minuman, kami menenggaknya. Cukup lama Lee Yoona berdiam, dan larut dalam pikirannya dengan wajah sedih. Namun, setelah gelas demi gelas, akhirnya dia mulai berbicara. Ucapannya tidak jelas dan melantur, tetapi jelas kalau dia sedang mencurahkan keresahannya. Ternyata ketika berada di mal, dia tidak sengaja melihat kekasihnya sedang bergandengan dengan perempuan lain. Alih-alih marah dan meluapkan kekesalan, dia justru memendamnya. 


"Semua laki-laki berengsek! Mereka suka mempermainkan perasaan perempuan! Semuanya sama!"


Teriakan Lee Yoona membuat seluaruh pandangan pengunjung tertuju padanya. Aku pun berusaha menenangkannya. Namun, Lee Yoona tetap tidak terkontrol. 


"Aaaah! Apakah tidak ada satu pun laki-laki yang baik?" Lee Yoona kembali berteriak, kemudian memandangku lamat-lamat. "Ada satu. Kamu! Kamu yang baik Kim Joo-Won! Kita baru kenal, tapi kamu mau saja kurepotka ...." Lee Yoona tergeletak dan tertidur pulas. 


"Yoona ..., Yoona ...." Aku berusaha membangunkan, tetapi dia tak juga terbangun. 


Bagaimana ini? Aku tidak tahu alamatnya. Tidak mungkin kubiarkan dia di sini. Atau kubawa ke apartemenku saja? .... Dia rekan kerja, nanti bisa terjadi kesalahpahaman. Ah, aku tahu. Kubawa dia ke hotel dan kutinggal dia di sana.


Dengan susah payah kubawa dia ke mobil lantas memacu kendaraan ke hotel terdekat ....


Setelah mendapatkan kamar hotel, aku membaringkan Lee Yoona di sana. Aku memandangnya beberapa saat. 


Kalau diperhatikan Lee Yonna memiliki badan yang memikat. Dia memiliki payudara besar yang sedikit tersingkap dari kemejanya yang berantakan. Melihatnya seperti itu, milikku terusik. Tidak. Aku baru saja bekerja di Byeoul. Jangan sampai gara-gara godaan ini menimbulkan masalah. Namun, ketika aku hendak beranjak, tiba-tiba Lee Yonna memelukku dari belakang.


"Jangan tinggalkan aku ...," ucapnya, lirih, dengan suara tercekat.


Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status