Salman dimakamkan dengan protap Corona. Tidak ada yang boleh menghadiri pemakamannya kecuali orang-orang tertentu.
Aku tidak termasuk di dalamnya, karena aku memang bukan siapa-siapa dalam hidup Salman.
Namun Tante Arny meneleponku esok hari setelah pemakaman Salman. Ternyata ia memiliki nomor kontakku.
Lalu kenapa ia tidak pernah menghubungiku saat Salman sedang berada dalam masa kritis?
Apakah karena ia khawatir akan membuatku cemas?
Tidakkah ia tahu bahwa aku justru lebih cemas saat tidak kunjung mendapat kabar tentang Salman?
Sudahlah, aku tidak ingin memperpanjangnya.
Tante Arny menceritakan bahwa Salman sangat sering bercerita tentang diriku. Bahwa aku membawa gairah baru dalam hidup Salman.
Aku sangat menghargainya. Tapi kini aku telah kehilangan seseorang yang sangat penting. Seorang teman bicara, seorang sahabat, seorang pendengar, dan juga seorang...kekasih.
Ya, kekasih, jika aku boleh menyebutnya demikian.
Aku banyak bicara dengan Markus setelah itu. Keterlibatannya dalam permainan FIFA bersama kami telah membuatnya sangat tertarik akan dunia sepakbola. Karena itu, Markus banyak bertanya tentang sepakbola kepadaku.“Siapa klub terbaik?” tanyanya.“Milan!” tentu saja itu jawabanku.“Manchester United, bagiku.” timpal Markus.“United sudah hancur. Nggak akan bangkit lagi.” Jawabku.“Bangkit kok, sebentar lagi!” ia masih ngotot.“Sekarang Liverpool yang akan menguasai Inggris.” Balasku.“Memangnya jadi? ‘Kan distop gara-gara Corona.” Markus tetap tidak mau kalah.Aku tertawa miris. Ya, sepertinya Liverpool akan menjadi salah satu pihak yang dirugikan oleh Corona. Jika Liga Inggris dihentikan, penantian mereka selama tiga puluh tahun untuk juara akan terhenti. Padahal tinggal membutuhkan dua kemenangan lagi untuk itu.Aku dan Markus kemud
Paket dari Salman yang kutunggu ternyata sudah datang. Akhirnya aku bisa mengobati rasa penasaranku.Mama membersihkannya dengan disinfektan dan menjemurnya di bawah sinar matahari untuk membunuh virus yang mungkin ada di sana. Baru satu jam kemudian, aku bisa membukanya.Dan di dalamnya kudapati benda yang mengejutkan.Sebuah DVD October Sky.Aku terdiam mematung melihatnya.Ini yang diberikan Salman?Maaf, aku harus mencarinya sampai Pasar Baru. Semoga ini menyenangkannmu. Dan semoga juga ini menjadi penggugur atas hutangku. Janji adalah hutang, bukan?Aku mencintaimu. 
berubah drastis. Ternyata memang waktu yang dibutuhkan untuk mengubah hidup seseorang itu sangatlah singkat. Bahkan perubahan yang terjadi tidaklah sedikit. Seperti yang kukatakan di awal tadi, drastis, hingga seratus delapan puluh derajat.Semua orang tahu bahwa hobiku adalah nongkrong. Aku tidak pernah betah berada lama di dalam rumah, terutama pada hari libur.Berapa banyak hari libur yang kuhabiskan di dalam rumah?Hmmm, biar kuhitung.Ah, sepertinya hampir tidak ada!Hari libur selalu kumanfaatkan untuk pergi ke mana pun yang kuinginkan. Aku bisa pergi ke kafe, mall, bioskop, atau tempat konser. Bahkan aku biasa juga pergi ke kampus di hari libur, apabila ada even yang menarik di sana.Yang jelas, aku harus pergi ke luar rumah setiap hari libur. Itu adalah hal wajib yang tidak bisa lagi ditawar-tawar dalam hidupku.Entah kenapa sebabnya, berada di dalam rumah membuatku bosan. Mati gaya, kalau istilah anak-anak zaman sekarang. Ya,
Mama pergi berbelanja keesokan harinya. Ia menanyakan apakah aku akan baik-baik saja di rumah. Kukatakan bahwa aku tentu akan baik-baik saja.Wajar ia bertanya demikian, karena ia tahu bahwa aku bukan orang yang akan tahan berlama-lama di rumah. Sebelum ini, ia selalu mendapati bahwa walaupun hari libur atau sedang tidak ada kelas, jarang sekali aku menghabiskan waktu di rumah. Pasti ada saja tempat untuk kudatangi di luar sana.Kini, selama empat belas hari, aku harus mengurung diri. Memisahkan diri dari masyarakat agar tidak menulari mereka andai aku memang membawa virus itu. Sebenarnya aku sendiri lebih takut tertular daripada menulari.Mama melambaikan tangannya dari jauh sebelum pergi. Sedih juga rasanya tidak bisa menyentuh dirinya. Biasanya aku selalu mencium tangan Mama, entah aku atau beliau yang hendak pergi. Kini kami hanya bisa saling berkomunikasi sambil berjauhan.Sesi hari itu kembali dimulai tepat pukul dua siang. Aku membuka Zoom dan meli
Usai mendapatkan nomor kontakku, Salman jadi sering menghubungi diriku. Komunikasi kami menjadi cukup intensif. Ia, seperti dugaanku, adalah orang yang menyenangkan untuk diajak bicara. Berbicara dengannya bisa menghasilkan bahasan dengan berbagai topik. Ia bisa bicara hal serius seperti politik sampai hal paling receh sekalipun seperti sinetron apa yang sedang tayang saat ini.Salman juga banyak mengirimiku video melalui Whatsapp. Video yang dikirimkannya terkadang berupa adegan-adegan penting dalam sebuah film.Ia juga terkadang mengirimkan tautan-tautan hiburan. Yang dikiriminya memang tidak melulu soal hiburan, tapi juga informasi-informasi dan berita-berita.Itu semua cukup menghibur bagiku. Setidaknya, ia tidak membuatku semakin paranoid dengan mengirim berita-berita menakutkan yang bernuansa negatif. Kami tidak pernah membahas tentang pertambahan korban dan penyebaran virus Corona. Meskipun tidak pernah kami bahas lagi, tapi kami tahu sama tahu bahwa tida
Aku tidak pernah merasakan gejala apa pun. Tidak batuk, tidak sesak napas, bahkan tidak pusing. Sama sekali, sedikit pun tidak. Tapi dokter mengatakan bahwa aku bisa saja menjadi carrier. Carrier atau Orang Tanpa Gejala (OTG) adalah mereka yang membawa virus Corona dalam tubuhnya, namun karena imunitas tubuh yang tinggi, mereka tidak menderita sakit. Tapi virus Corona tetap berada di dalam diri mereka. Virus itu bisa menular ke orang lain dan menyebabkan orang itu sakit jika imunitasnya rendah. Aku tidak ingin menjadi orang yang membawa musibah bagi orang lain seperti itu.Lagipula masa karantinaku baru saja dimulai. Bisa saja aku masih mengalami masa inkubasi. Aku terlalu percaya diri jika mengatakan bahwa diriku adalah seorang carrier.Hanya saja aku merasa malu saat mengalami karantina ini. Seolah aku adalah seorang berpenyakitan yang harus dijauhi. Aku tahu bahwa diriku sendiri yang mengatakan kepada Markus agar jangan merasa demi
Setelah percakapan dengan Salman itu, aku jadi ingin menonton film. Kubuka koleksi DVD di kamarku untuk mencari apabila ada film yang menarik. Pastinya semua film di sana sudah kutonton. Tapi pasti ada juga yang ingin kutonton ulang.Aku menemukan film Vanilla Sky dan kutonton hingga larut malam. Ya, akhiran di judulnya memang sama-sama “Sky”, tapi itu bukan film yang diberikan Salman. Tapi aku sangat menyukai ceritanya.Pada awalnya, film ini terkesan seperti sebuah film bergenre roman biasa. Tapi semua itu berubah saat kusaksikan akhirnya. Vanilla Sky malah bisa disebut sebagai sebuah film thriller psikologis. Aku teringat pertama kali kutonton film ini. Vanilla Sky bisa membuatku memikirkan dan membayangkan terus menerus ceritanya usai film tersebut berakhir. Ya, bagiku ceritanya memang sebagus itu.Walaupun demikian, aku masih menunggu October Sky. Aku menantikan Salman menemukannya.Aku masih menunggu saat itu. Saat ia memb
Malamnya aku menghabiskan waktu untuk menonton Contagion. Salman mengirimiku tautan untuk mengunduh film tersebut. Tidak seperti October Sky yang sulit ditemukan, Contagion ada di mana-mana.Film yang dirilis tahun 2011 ini memang tidak cukup tenar untuk membuatnya masuk ke dalam Box Office pada masa itu, tapi ia cukup laku dan sukses dalam penjualannya. Mungkin tidak cukup banyak orang yang tertarik akan film ini pada tahun tersebut.Bagaimana dengan sekarang?Tentu saja aku yakin pasti banyak orang mencari Contagion. Film ini memuat cerita yang sama persis kejadiannya seperti Corona. Penyebarannya, gejalanya, bahkan tempat asalnya. Ini seperti sebuah film yang meramalkan masa depan.Jika kau mengira bahwa ini adalah sebuah film yang penuh dengan teori konspirasi, maka kau akan kecewa. Film ini murni membahas penyebaran virus akibat sebuah “kecelakaan”.Apakah Corona juga demikian?Entahlah, kuharap juga demikian. Terla