“Uang segini mana cukup untuk beli skincare! Tambah!” pekik Desi pada Aruna dengan nada yang sarkas.
“Tidak ada lagi, hanya ada itu!” jawab Aruna.“Alaaahh! Bohong! Duit jual diri kan lumayan! Ya masa beliin Ibu skincare saja kamu gak sanggup! Kamu kemurahan kasih harga atau gimana sih? Gak becus cari duit!” sahut Desi.Kedua telapak tangan Aruna terkepal kuat, ingin rasanya ia mendaratkan sebuah tamparan di pipi sang ibu tetapi sayangnya otak dan pikirannya masih waras. Walau ia tak begitu menyukai sikap sang ibu dan selalu di buat kesal, tapi ia tak berani jika harus bersikap kasar pada ibunya sendiri.“Jaga ucapanmu ya, Bu! Aku tidak pernah menjual diri!” ucap Aruna dengan gigi yang menggertak kesal. Amarahnya ia tahan sekuat mungkin.“Udah deh Aruna gak usah bohong! Ibu tuh tau kamu pasti jual diri kan di sana? Cih! So-soan gak ngaku,” ucap Desi dengan sudut bibir yang terangkat sebelah, ia merapatkan kedua tangannya di bawah dada dan menatap Aruna dengan tatapan yang terlihat hina. “Bapak sama anak sifatnya gak beda jauh! Pandai berbohong! Buah jatuh memang gak jauh dari pohonnya.”“Cukup ya, Bu! Kalau ibu benci sama laki-laki itu, ya benci saja dia! Jangan melampiaskannya sama aku! Situ yang murahan kok malah nyalahin orang!”“Heh! Lagi-lagi kamu berani padaku, huh?” pekik Desi.Plak!Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi Aruna.“Dasar anak tidak tahu diuntung, masih bagus kamu aku lahirkan!” Lagi-lagi Desi mengatakan hal yang sama hingga Aruna bosan mendengarnya.“Sudah aku bilang kalau aku pun tidak sudi dilahirkan olehmu!” jawab Aruna seraya memegang pipinya. Ia lantas langsung berbalik dan berjalan ke arah pintu hendak segera pergi ke club malam tempatnya selama ini bekerja.Desi juga ikut berjalan hingga akhirnya berdiri di ambang pintu. “DASAR ANAK HARAM! ANAK TIDAK TAHU DIUNTUNG DAN TIDAK BERGUNA! PERGI DAN ENYAHLAH KAMU, ARUNA!” teriak Desi.Aruna yang baru saja membuka pintu pagarnya itu menutup telinga dan terus berjalan. Setetes air mata dengan tiba-tiba keluar dari matanya hingga membasahi pipi.***Pukul 19.30Nathan menghentikan laju mobilnya di seberang jalan sebuah rumah yang berada di dalam komplek perumahan yang biasa-biasa saja.Rumah itu berada di paling sudut jalan dan rumah yang paling biasa-biasa saja di antara rumah yang lainnya, jauh sekali dari kata mewah.Nathan yang sejak tadi duduk bersandar itu terperanjat kaget saat melihat Aruna yang baru saja keluar dari rumah yang sejak tadi diawasi. Terlihat Aruna yang keluar dari rumah itu dengan kepala yang menunduk seraya memegang pipinya. “Lia,” gumam Nathan.“DASAR ANAK HARAM!” teriak seorang wanita.Mata Nathan sontak langsung beralih dari Aruna pada wanita yang sedang berdiri diambang pintu.“ANAK TIDAK TAHU DIUNTUNG DAN TIDAK BERGUNA! PERGI DAN ENYAHLAH KAMU, ARUNA!”Nathan sontak langsung melihat ke arah Aruna lagi, dilihatnya Aruna yang sedang berjalan seraya menyeka air mata di pipi kemudian menutup telinga.“Itu ... ibunya, Lia? Dan dia mengatakan seperti itu pada, Lia?” gumam Nathan tak percaya kata-kata hinaan seperti itu bisa terucap dari mulut seorang ibu. “Ya ampun, jahat sekali.”Nathan lantas langsung menyalakan mesin mobilnya lagi, ia mengikuti Aruna yang sedang berjalan ke arah jalan utama menuju jalan raya.Saat mobilnya itu berhasil mendekati Aruna, Nathan langsung menghentikan laju mobilnya itu depan Aruna. Hingga Aruna yang sedang berjalan sontak langsung menghentikan langkahnya.Alis Aruna bertaut saat melihat mobil yang begitu asing ia lihat itu tiba-tiba saja berhenti di depannya.Namun, tiba-tiba raut wajahnya berubahnya seketika dengan memasang raut wajah yang terlihat kesal saat melihat Nathan yang keluar dari mobil dan berjalan menghampirinya.“Dia ternyata,” gumam Aruna, ia menatap Nathan dengan tatapan yang malas, “Mau ap—” Belum sempat Aruna mengucapkan kalimat pertanyaan, Nathan sudah lebih dulu memeluknya. “Ck! Apa yang kamu lakukan, huh? Dasar pria cabul! Mesum! Lepaskan aku!” teriak Aruna meronta seraya menepuk kasar punggung Nathan yang masih memeluknya. “Sekarang kamu benar-benar berniat ingin melecehkan aku, huh?” tanya Aruna.Nathan tak menjawab ucapan Aruna, ia masih menikmati pelukan hangat yang sudah lama ia rindukan sejak dulu.Dulu, Aruna selalu memeluk tubuhnya berusaha menenangkan jika ia sedang merasa kesulitan. Pelukan Aruna terasa hangat dan membuat kesulitan yang ia rasakan terasa sirna. Aruna selalu berhasil membuatnya merasa nyaman.“Lepaskan aku!” pekik Aruna berusaha mendorong tubuh Nathan.“Apa kamu tidak merindukan aku, Lia?” tanya Nathan.Tenaga Aruna saat berusaha melepaskan tubuh Nathan yang sedang memeluknya itu terasa hilang begitu saja saat Nathan memanggilnya dengan panggilan Lia.Nama yang tak pernah ia dengar lagi setelah sekian lama.“Kamu kemana saja selama ini? Kenapa pergi tanpa berpamitan?” tanya Nathan.Tangan Aruna mulai turun ke bawah tak lagi berusaha melepaskan tubuh Nathan yang memeluknya, ia kini mulai pasrah. Aruna membuang napasnya dengan sangat kasar kemudian berucap, “Jadi Tuan Nathan Haidar Bagir ini sudah tahu aku ini siapa?” tanya Aruna.Nathan melepaskan pelukannya dan menatap Aruna.“Bagaimana rasanya bertemu dengan mantan kekasih yang dulu sangat menjijikkan ini?” tanya Aruna dengan bibir yang memberikan seulas senyum. Tangannya juga mulai terlipat di bawah dada.“Maafkan aku atas kesalahan yang aku lakukan di masa lalu. Mari kita lupakan masa lalu dan jalani hidup kita di masa depan,” ucap Nathan.Kedua tangan Aruna mengepal dengan sangat kuat, ia langsung mencengkram kerah baju Nathan dengan sangat kasar dan menariknya. “Melupakan masa lalu katamu? Kamu tidak lihat bagaimana kondisi hidupku sekarang, huh?” tanya Aruna dengan gigi yang gemeretak, “Karenamu hidupku tak berarah seperti ini! Karenamu aku jadi dicap sebagai wanita murahan seperti ini dan karenamu juga aku jadi semakin dibenci ibuku!” ucap Aruna.Ia menghempaskan tangannya yang berada di kerah baju Nathan dengan sangat kasar. Pria itu menunduk tak berani menatap Aruna.Mata Aruna mulai berkaca-kaca, namun sebisa mungkin ia tahan air matanya agar tak tumpah.“Aku mengalami trauma berat setelah dipermalukan olehmu, aku tidak berani melihat cermin menatap wajah dan tubuhku! Aku tidak berani datang ke sekolah karena malu, aku juga putus sekolah karenamu, Nathan! Ibuku marah besar karena aku tidak mau datang ke sekolah. Aku di siksa dan dimaki habis-habisan. Anak yang dia pikir bisa mengubah hidupnya dan bisa sukses malah mengubur impiannya. Dia berniat ingin membuatku sukses agar dia bisa membuktikan pada orang lain kalau dia ibu yang hebat! Tapi karena permainan sialanmu itu aku jadi takut dan impiannya membanggakan aku sirna!” pekik Aruna.Nathan masih menunduk, ia masih tidak berani menatap Aruna karena rasa bersalahnya.“Apa kamu tau apa saja yang sudah aku lalui setelah putus sekolah, huh? Bukan hanya dibenci ibuku, aku juga dijadikan sumber keuangannya! Ibuku tidak mau bekerja dan aku terpaksa harus bekerja padahal waktu itu usiaku masih belasan tahun. Kamu pikir aku menjadi kurus seperti ini karena diet setelah dicampakkan olehmu? Sayangnya tidak! Karena trauma itu aku menjadi tekanan batin! Belum lagi mendapatkan kata hinaan dari ibu sendiri membuatku stress dan itu karenamu, Nathan!”Nathan memejamkan mata saat Aruna banyak bicara.“Bertahun-tahun aku hidup menderita sampai akhirnya aku berhasil mendapatkan penghasilan yang lumayan. Tapi apa aku senang? Tidak sama sekali! Bekerja di tempat hiburan malam bukan impianku, Nathan! Aku lelah menghibur pria hidung belang, aku lelah dikatai wanita murahan oleh ibuku sendiri, aku sakit saat dikatai wanita rendahan dan aku capek dikira menjual diri! Aku capek menjalani hidup yang seperti ini, aku lelah ….”Hiks hiks hiks.Aruna berjongkok menutup wajahnya saat tak tahan ingin menangis. Ia terisak cukup keras di hadapan Nathan.Nathan menelan salivanya, matanya juga mulai berkaca-kaca saat mendengar Aruna berucap, ia tidak tahu kalau permainan taruhan yang ia lakukan bersama dengan teman-temannya itu akan membuat hidup seseorang jadi hancur.Ia juga tidak menyangka karena perbuatannya pada Aruna membuat gadis itu jadi menjalani hidup yang sulit.“Lia, tolong maafkan aku.” Nathan memeluk Aruna yang sedang berjongkok.“Maafmu tidak bisa mengubah hidupku!” pekik Aruna mendorong tubuh Nathan hingga pria itu terduduk di aspal jalanan.BersambungAruna beranjak dari posisinya setelah mendorong tubuh Nathan. Begitu pun dengan Nathan, ia juga beranjak dari posisinya dan berdiri lagi di hadapan Aruna. “Keluar dari pekerjaan itu dan ikut denganku. Kamu bisa bekerja di perusahaanku sebagai apa pun yang kamu mau,” ucap Nathan.“Pffttttt ... berhenti dari pekerjaanku dan ikut bekerja di perusahaanmu? Maksudnya bekerja sebagai budakmu agar kamu bisa kembali menyiksaku lebih parah dari dulu, begitu?” tanya Aruna tertawa pelan. Ia menyeka air mata yang sedikit keluar dari sudut matanya, kemudian merapatkan kedua tangannya di bawah dada terlipat.“Rencana apa yang sedang kamu rencanakan sekarang, hm? Kamu pasti sudah membuat rencana baru setelah tahu aku ini siapa kan? Masih tidak terima karena aku sudah mempermalukan kamu di club malam waktu itu? Ingin balas dendam?” Nathan menggelengkan kepalanya. “Sumpah demi apa pun aku sama sekali tidak mempunyai niat buruk sama kamu. Aku serius ingin meminta maaf, aku benar-benar sangat menyesal
“Kenapa? Kamu tidak mau? Katanya aku bebas memilih posisi apa pun, ya itu aku ingin jadi sekertaris,” jawab Aruna, “Kalau tidak mau ya sudah ... aku tidak akan memaksa, gak rugi juga kok.” ucap Aruna, ia lantas langsung berjalan melewati Nathan.Nathan memejamkan mata, ia lalu berjalan mengejar Aruna dan kembali berdiri di hadapan Aruna lagi. “Jangan jadi sekertaris, itu cukup berat. Kalau menjadi asisten pribadiku saja bagaimana? Kamu hanya tinggal mengikuti perintahku saja dan ikuti kemana pun aku pergi.” Kedua tangan Aruna kembali terlipat di bawah dada dan matanya memicing tajam. “Benar kan dugaanku, kamu hanya ingin menjadikan aku ini budak kamu!" ucap Aruna, "Kamu mau nanti aku mengikuti semua perintah kamu, kan? Cih! Aku tidak mau!” pekik Aruna.“Ti–tidak ... bukan seperti itu maksudku,” jawab Nathan cepat.Ia memberanikan diri memegang kedua bahu Aruna dan punggungnya sedikit membungkuk agar kepalanya setara dengan kepala Aruna karena Aruna lebih pendek darinya.Sorot mata me
"Aruna?" panggil Gerald saat Aruna sudah keluar dari club malam miliknya.Aruna sontak langsung menghentikan langkah dan menoleh menatap sang mantan atasan yang memanggilnya.Ya. Aruna datang ke club malam untuk mengundurkan diri dan berhenti dari pekerjaannya sesuai permintaan Nathan kemarin malam dan setelah ini ia akan bekerja di perusahaan Nathan.Dan dari kejauhan, Nathan yang berada di dalam mobilnya itu mengawasi Aruna, ia yang sejak tadi duduk bersandar menunggu Aruna itu mulai terduduk tegak saat melihat Aruna keluar dari club malam dan menghentikan langkah saat seorang pria si pemilik club yang sepertinya memanggil Aruna. Nathan masih berada di mobilnya untuk kembali mengawasi."Iya, Mas?" jawab Aruna. "Tidak bisakah kamu pikirkan ulang keputusan kamu keluar dari sini?" tanya Gerald."Saya sudah mantap dengan keputusan saya, Mas. Saya ingin keluar dari pekerjaan ini karena saya sudah dapat pekerjaan baru yang menurut saya lebih baik. Saya capek di hina sama ibu saya sendiri
Aruna membuang napas dengan sangat kasar saat Nathan mengatakan mencintainya dan meminta kembali. "Drama macam apa yang sekarang kamu mainkan, hm? Kamu sedang membuat rencana baru?" tanya Aruna."Aku tidak sedang mengatakan omong kosong, aku serius, Lia." Aruna memasang wajah masam. "Sudah aku bilang jangan memanggilku dengan panggilan seperti itu! Namaku Aruna, bukan Lia." "Iya, iya ... Aruna maksudku," jawab Nathan, ia lalu memegang telapak tangan Aruna dan menggenggamnya, "Aku benar-benar serius padamu, aku ingin kita kembali seperti dulu." "Tapi sayangnya aku tidak mau," jawab Aruna melepas tangan Nathan yang menggenggamnya, "Setelah aku berubah kurus begini saja kamu mengatakan cinta, dulu rasa tulusku kamu hempaskan begitu saja hanya karena aku jelek dan gendut. Jujur saja, sakitnya masih berasa sampai sekarang!" "Waktu itu aku bukan tidak mencintai kamu, aku mencintaimu tulus tanpa melihat bagaimana dirimu. Memang benar aku memacari kamu karena taruhan dengan teman-temanku,
"Aku rasa perempuan itu tak menyukaiku," ucap Aruna."Siapa? Della?" tanya Nathan berjalan ke arah meja kerjanya.Aruna mengikuti langkah kaki Nathan dan terduduk di kursi yang berada berhadapan dengan Nathan. "Perempuan yang tadi menyapamu di luar, itu Della namanya?" tanya Aruna.Nathan memberikan anggukan kepala mengiyakan ucapan Aruna. "Iya, dia sekretarisku," jawab Nathan.Mata Aruna sontak langsung menyipit, menatap Nathan penuh telisik."Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nathan."Pantas saja aku meminta posisi sebagai sekretaris tidak kamu indahkan, ternyata sekertarismu itu cantik, seksi dan badannya juga seperti gitar spanyol. Kamu pasti berat kan melepaskan dia? Kalau posisi dia aku gantikan, kamu tidak bisa memanjakan matamu dengan melihat badannya yang montok itu," ucap Aruna dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada.Entah mengapa memikirkan apa yang ia pikirkan malah membuatnya kesal. Sedangkan Nathan, pria itu malah tertawa pelan saat Aruna berucap."Kenapa? Ka
"Apa ini?" tanya Aruna saat Nathan kembali datang dan memberikan buku dan juga handphone padanya."Pekerjaanmu, tadi kamu minta kerjaan, kan? Ya itu kerjaannya," jawab Nathan yang kini sudah kembali terduduk di kursi kerjanya lagi."Hah?" Aruna menatap Nathan dengan tatapan bingung."Buku itu isinya jadwalku dan handphone itu fasilitas kantor. Nomor yang ada di handphone itu isinya orang penting semua. Mulai hari ini kamu asisten pribadiku, kan? Jadi mulai hari ini juga kamu yang atur semua jadwalku. Atur jadwal meeting, atur kapan orang bisa bertemu denganku, atur janji temu, pokoknya semua apa yang akan aku lakukan kamu yang atur. Masalah meja kerja, aku sudah mengatakannya pada Della, dia akan segera mengurusnya, mungkin besok atau lusa baru datang." ucap Nathan seraya tersenyum dan menaik-turunkan alisnya.Aruna tak menjawab ucapan Nathan setelah pria itu banyak berkata, ia lalu membuka buku catatan yang kini berada di hadapannya dan melihat apa saja isinya."Hari ini tidak ada ja
"Aruna?" panggil Nathan saat wanita itu berjalan ke arah pintu. Ia melepas tangan wanita yang melingkarkan tangan di lehernya, "Apaan sih? Berani sekali kamu menyentuhku!" Nathan langsung mendorong wanita itu sampai terjatuh."Auuwhhh!" Aruna yang baru saja memegang handle pintu itu sontak langsung kembali menatap Nathan dan juga wanita yang kini sudah terduduk di atas lantai. "Apa-apaan kamu ini? Kenapa malah mendorongku?" tanyanya pada Nathan dan berusaha beranjak dari duduknya."Salah sendiri kenapa bersikap murahan! Aku tidak suka di sentuh seperti itu!" ucap Nathan dengan nada yang sarkas.Walau sudah mendengar Nathan yang berbicara dengan nada yang ketus pada wanita itu, Aruna tidak peduli. Ia kembali melanjutkan lagi langkahnya setelah berhasil membuka pintu ruangan itu dan keluar."Ck!" Nathan berdecak kesal, ia tak memperdulikan wanita yang masih berada di ruangannya dan memilih untuk mengejar Aruna karena takut wanita itu salah paham padanya.Tap tap tap.Grep!"Mau kemana
"Kamu cemburu, ya?" tanya Nathan seraya tersenyum."Ce–cemburu? Enak saja. Aku tidak cemburu!" sahut Aruna."Kalau tidak cemburu terus kenapa kamu harus marah saat melihat wanita lain memelukku tadi? Harusnya kan kamu biasa saja," jawab Nathan."Ya aku ... aku ...." Nathan meraih telapak tangan Aruna menggenggamnya dan membawa Aruna untuk kembali terduduk lagi di kursi kerjanya, lalu ia duduk berjongkok di hadapan wanita itu dan kembali menggenggamnya tangannya lagi. "Perempuan yang tadi itu namanya Denisa," ucap Nathan."Aku tidak mau tau siapa namanya!" jawab Aruna memutar kedua bola matanya malas dan mengalihkan pandangannya ke arah lain."Dengarkan aku dulu, aku belum selesai bicara," ucap Nathan, "Sekarang tatap aku dengan serius, lihat sorot mataku, melihat kemana-mana atau tidak. Orang bilang, jika ingin mengetahui seseorang itu berkata jujur atau tidak, tatap saja matanya. Orang yang sedang berbohong tidak akan berani menatap lawan bicaranya." Mau tidak mau akhirnya Aruna k