"Apa sekarang masih belum percaya juga?" tanya Aruna setelah melepas ciumannya. "Be—lum," jawab Nathan sedikit gugup karena jujur saja ia masih sangat kaget dan speechless. Ini kali pertama ia dan Aruna bersentuhan sejauh itu dalam keadaan yang sadar dan tak hilang akal.Aruna memegang pergelangan tangan Nathan dan berjalan ke arah kamar tamu yang berada tak jauh dari tangga. Kakinya masih terasa nyeri untuk di pakai berjalan, jadi ia membawa Nathan ke kamar yang dekat."Mau kemana? Mau ngapain? Aku sudah tel—""Ssssttt!" Aruna meminta Nathan untuk diam jangan bicara. Tak lama kemudian, mereka akhirnya sudah berada di dalam kamar. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit bingung. Kenapa Aruna membawanya ke kamar tamu? Apalagi yang ingin wanita itu lakukan."Mau ngapain kita di sini?" tanya Nathan.Bukannya menjawab, Aruna malah mendorong pelan tubuh Nathan hingga terduduk di tepi ranjang. Membuat Nathan semakin kebingungan. "Mau apa ini? Ngapain kita ke sini?" Aruna tak menjawab, ia
"Kamu mau ikut ke kantor nggak hari ini?" tanya Nathan yang kini sedang terduduk di tepi ranjang seraya memakai kaos bajunya. Aruna diam sejenak, berpikir haruskah ia ikut? Ia ingin sekali pergi ke kantor untuk memperingati Della agar jangan mendekati suaminya lagi. Tetapi, ia masih sangat kesal pada Nathan karena tadi pria itu malah menjawab panggilan masuk dari Della.Karena tak mendengar jawaban dari sang istri, Nathan sontak langsung menoleh ke arah Aruna yang masih terbaring. "Kok malah diem? Mau ikut enggak? Atau mau di rumah saja ingin bersantai seperti keinginan kamu?" tanya Nathan."Tidak tahu! Akan kupikirkan dulu," jawab Aruna. Ia lantas ingin beranjak dari baringannya dengan terduduk, ia juga memegang selimut untuk menutupi dadanya. Namun, saat ia menggerakkan kaki, pergelangan kakinya tiba-tiba saja terasa begitu sangat nyeri untuk bergerak. "Aauuwhhh ... ssshhhh ...." "Kenapa?" tanya Nathan. "Gak tau, kakiku sakit banget," jawab Aruna, ia lantas menarik selimutnya sam
Nathan menelan salivanya saat mendengar dering ponsel panggilan tersambung dari ponsel sang istri. Hingga akhirnya ....[Halo? Na?]"Halo, Mas?" [Beneran kamu? Ini aku beneran gak mimpi? Kamu telfon aku? Ada ap—]Pip! Nathan langsung mengambil ponsel milik Aruna dan langsung mematikan sambungan teleponnya itu sepihak saat mendengar suara seorang pria yang suaranya nampak terdengar sangat antusias saat Aruna menelponnya."Apa-apaan sih kamu?" "Siapa laki-laki ini?" tanya Nathan pada Aruna. Dia menatap Aruna sebentar, kemudian pandangannya melihat lurus pada jalanan lagi.Aruna duduk bersandar dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada. Matanya melihat lurus dan bibirnya tersenyum smirk. "Orang yang pernah datang ke club malam," jawab Aruna, "Dia pengusaha sama sepertimu. Namanya Jean, usianya 29 tahun dan dia dua kali melamarku. Dia tahu dengan jelas bagaimana kehidupan aku, kenapa aku bisa bekerja di club malam dan juga tahu bagaimana aku menjalani hidup. Dua tahun lebih kami
Dahi Aruna mengernyit saat melihat Nathan yang masih tertidur dan belum bersiap padahal jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Padahal biasanya pukul 7 pria itu sudah berada di ruang makan tetapi sekarang masih terpejam."Nathan? Kamu gak akan ke kantor?" tanya Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi baru saja selesai membersihkan tubuh. "Enggak, kamu kan lagi sakit, masa aku ninggalin kamu," jawab Nathan dengan mata yang masih terpejam. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit. "Aku gak sakit, aku sehat," jawab Aruna. "Kaki kamu, Sayang," jawab Nathan membuka mata melihat Aruna yang tengah berdiri di samping ranjang dengan tubuh yang hanya tertutup kain handuk saja. Membuat matanya langsung terbuka sempurna. "Kaki aku udah gak pa-pa, udah sana mandi dan pergi ke kantor!" "Gak mau," jawab Nathan, "Aku mau di rumah aja." "Kamu harus ke kantor!" Nathan mendengus. "Kenapa kamu maksa aku pergi ke kantor? Kamu gak mau liat aku di rumah? Kamu tuh sebenernya cinta ngga
Dasar anak haram! Anak pembawa sial! Enyah dan pergilah!Kata-kata menyakitkan yang terucap dari bibir wanita yang sudah melahirkannya itu terus menggema di kepala Aruna.Seorang ibu yang seharusnya menyayangi dan melindunginya malah dengan tega mengatakan kata-kata tidak pantas padanya. Aruna menyeka air mata yang tidak sengaja keluar dari sudut matanya."Sialan!" gumam Aruna. Dia lalu menenggak minuman dalam gelas kecil yang berada di atas meja dalam satu kali teguk. "Akkhh!" Minuman dengan kadar alkohol rendah selalu membuat Aruna merasa jauh lebih baik. Walau terkadang tetap saja membuatnya mabuk.Aruna menengadahkan kepalanya menatap langit-langit tempat dimana dia berada, dia mengerjapkan mata dan membuka mata lebar-lebar saat pandangannya sedikit agak buram. "Dia pikir aku mau dilahirkan olehnya? Aku pun tidak sudi dilahirkan olehnya! Wanita sialan! Dia yang murahan, kenapa malah aku yang disalahkan." umpat Aruna, dia menunduk memegang kepalanya. "Kenapa aku harus terlahir da
“Ada apa ini?” tanya seorang pria tiba-tiba. Semua orang sontak langsung melihat ke arah pria itu. Termasuk Aruna dan juga Nathan. “Ini nih, Mas. Dia ngelecehin saya!” ucap Aruna atasan yang sangat dekat dengannya itu datang. “Enggak-enggak bohong! Saya tidak pernah melakukan itu! Apa buktinya huh?” tanya Nathan membela diri. “Ya saya memang tidak mempunyai bukti! Tapi untuk apa saya berbohong! Gak ada untungnya!” ucap Aruna, dia lalu melihat ke arah pria yang baru saja datang tadi. “Mas Gerald. Mas Gerald tau sendiri kan aku ini orangnya bagaimana. Mas jauh lebih tau sifat aku itu bagaimana, walaupun aku kerja sebagai hostes di sini tapi kan dari awal kita udah bikin perjanjian kalau aku tidak pernah mau disentuh berlebihan. Hanya sebatas merangkul dan memegang tangan saja, selebihnya aku tidak pernah mau disentuh yang lain-lain. Dan tadi, pria ini dengan tidak punya akhlaknya malah melecehkan aku, Mas. Aku gak terima ya!” Pria bernama Gerald yang tak lain ialah pemilik dari klub
“Kau mau namamu terpampang di media karena kasus pelecehan?” Nathan menatap Aruna dengan tatapan tajam, dia tak menanggapi ucapan Aruna dan kembali menatap Gerald si pemilik club malam. “Anda yakin mengusir saya dari sini?” tanya Nathan lagi. Aruna tersenyum puas, dia menjulurkan lidahnya pada Nathan.“What the hell?” “Saya minta maaf, Mas. Tapi Aruna ini lebih berharga, saya lebih baik kehilangan satu tamu daripada harus kehilangan banyak tamu yang lain. Jadi sebaiknya setelah ini Masnya boleh bayar, kemudian setelahnya silahkan pergi dari sini dan jangan pernah datang kembali lagi.” “Hei! Kau pikir kau ini siapa, huh? Aku bahkan bisa membeli tempat ini dengan harga yang tinggi!” ucap Nathan tidak terima berbicara dengan sarkas. Ia begitu sangat tidak percaya karena pemilik club ternyata malah lebih memilih karyawannya dibanding dirinya yang seorang tamu dan bisa memberikan mereka uang.“Walaupun anda bisa membeli dengan harga yang fantastis, saya juga tidak berniat untuk menj
Beberapa hari kemudian."Apa kamu tidak bisa berhenti bekerja di tempat itu, Na? Bibi selalu merasa khawatir saat kamu akan pergi bekerja. Cari pekerjaan yang normal pada umumnya saja, seperti di pabrik. Tidak masalah gaji kecil, yang penting kamu aman, kerja di tempat seperti itu kan tidak aman," ucap Nila. Wanita berusia 40 tahun yang tak lain ialah Bibi Aruna, adik dari sang ibu yang selama ini merawatnya sejak kecil. Aruna mempunyai banyak hutang budi pada Bibinya itu karena pada saat sang bibi berusia 13 tahun, sang bibi lah yang selalu menjaganya saat sang ibu pergi bekerja.Usianya waktu itu masih sangat belia, tetapi harus menjalani kehidupan yang sulit karena kesalahan yang dilakukan kakaknya. Jika saja Desi tidak percaya akan ucapan manis buaya darat, Bi Nila pasti mempunyai masa depan. Bersekolah dan bermain dengan teman sebayanya layaknya seorang anak pada umumnya. Bukan malah mengurusi bayi yang lahir tanpa ayah dan harus menjadi yatim piatu.Bi Nila sempat menikah, teta