Saat itu tengah malam. Hujan turun membasahi bumi dengan lebatnya. Ledakan guntur dan sambaran kilat, terus mewarnai malam tanpa mengenal kata berhenti.
Angin malam di tengah hujan berhembus kencang. Menambah rasa dingin yang makin lama makin menjadi.Tanah becek. Genangan air tampak di sana sini. Keadaan sepi sunyi. Kecuali pepohonan, rasanya tidak ada makhluk hidup lain yang terlihat oleh pandangan mata.Pada saat-saat seperti ini, seolah-olah di muka bumi sudah tidak ada lagi kehidupan.Jangankan manusia, bahkan seekor binatang liar pun tidak terlihat batang hidungnya.Lewat setengah jam, hujan mulai mereda. Tapi sambaran kilat masih terus menyambar-nyambar. Keadaan masih mencekam. Sepi. Sunyi.Tiba-tiba, dari balik kegelapan terlihat ada manusia yang berjalan seorang diri. Semakin lama, bentuk tubuhnya makin terlihat jelas. Ternyata dia seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun.Pemuda itu mengenakan pakaian hitam. Wajahnya sangat tampan. Kedua matanya jeli dengan alis berbentuk golok. Hidungnya mancung dan mulutnya berbentuk gendewa. Pemuda itu mempunyai rambut yang hitam panjang.Rambutnya dibiarkan terurai begitu saja. Seolah-olah sengaja agar bisa terhembus angin dengan pasti.Pemuda itu terus berjalan. Cara berjalannya cukup cepat. Wajahnya terlihat panik. Seolah-olah dia sedang ketakutan setengah mati.Siapa pemuda tersebut? Kenapa dia bersikap aneh seperti itu?Pemuda yang dimaksud bernama Caraka Candra. Dia adalah putra dari Ketua Perguruan Naga Langit. Ayah Caraka Candra bernama Adiyaksa, dalam dunia persilatan, orang itu mempunyai julukan si Naga Hitam Dari Selatan.Perguruan Naga Langit bukanlah perguruan kecil. Perguruan itu termasuk ke dalam sebuah perguruan besar. Di kota Pangarengan, Perguruan Naga Langit sangatlah terkenal. Saking terkenalnya sampai-sampai tiada seorang pun yang tidak tahu. Semua orang pasti tahu.Anak murid perguruan itu berasal dari berbagai penjuru kota sekitar. Malah menurut kabar, ada juga beberapa murid yang berasal dari tempat cukup jauh dan mempunyai latar belakang cukup istimewa.Perguruan Naga Langit baru berdiri selama sepuluh tahun. Umurnya memang masih setara dengan daun muda. Tapi jangan salah, dalam waktu singkat itu, perguruan baru tersebut telah berubah menjadi sebuah perguruan yang besar dan mempunyai pengaruh cukup kuat juga.Semua orang persilatan menaruh hormat kepadanya. Setiap anak murid Perguruan Naga Langit, di mana pun dia berada, pasti akan mendapatkan sebuah penghormatan yang istimewa.Selama sepuluh tahun belakangan ini, rasanya jarang ada orang yang berani mencari perkara dengan perguruan tersebut. Yang terjadi justru sebaliknya, semua orang yang berasal dari berbagai macam kalangan, malah ingin menjalin persahabatan dengan Perguruan Naga Langit.Hal itu disebabkan karena semakin bertambahnya hari, maka makin bertambah pula ketenaran dan kewibawaan perguruan itu.Sayang sekali, hal tersebut hanya tinggal sebuah kenangan belaka. Sebab sekarang, sudah tiada lagi yang namanya Perguruan Naga Langit. Tiada pula ketenaran dan kewibaan dari perguruan itu.Yang ada hanyalah kenangan. Ya, kenangan pahit. Lebih pahit daripada arak. Lebih pahit daripada kehidupan ini.Perguruan Naga Langit yang sangat tenar dan berwibawa itu telah hancur. Hancur lebur sampai menyatu dengan tanah.Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Apa pula yang menyebabkan hancurnya Perguruan Naga Langit?Cerita ini terjadi pada tujuh hari yang lalu.Saat itu malam bulan purnama. Rembulan bersinar dengan terang. Udara cerah. Hawa sejuk. Keadaan di Perguruan Naga Langit saat itu, sama dengan keadaan pada malam tersebut.Tenang dan menyejukkan.Anak murid yang berjumlah hampir seratusan orang sudah tertidur lelap bersama mimpi-mimpinya. Yang masih membuka matanya hanyalah beberapa orang saja.Saat itu, Ketua Adiyaksa sedang bersemedi di sebuah ruangan pribadinya.Perlu diketahui, bagi Ketua Adiyaksa, bersemedi adalah sebuah kewajiban. Sebab ketika seseorang menjalankan semedi, orang itu akan mendapatkan ketenangan yang mungkin tidak bisa didaptkan di dunia nyata. Baik itu ketenangan lahir, maupun ketenangan batin.Bersemedi itu mempunyai banyak manfaat. Salah satunya adalah bisa membuat kita lebih tenang dalam setiap keadaan. Selain daripada itu, manfaat semedi lainnya adalah bisa membuat kepekaan batin kita meningkat.Oleh karena itulah, setiap malam sebelum beristirahat, Ketua Adiyaksa pasti akan melakukan semedi walaupun itu hanya sebentar.Hanya saja, malam itu baginya terasa aneh. Sudah sejak tadi dia mencoba bersemedi, tetapi sampai kentongan kedua berbunyi, ternyata dirinya masih belum bisa menyatu bersama alam mayapada.Tiba-tiba Ketua Adiyaksa membuka matanya. Dia menghembuskan nafas panjang secara perlahan."Hahh … apa yang akan terjadi pada malam ini? Kenapa aku tidak berhasil melakukan semedi?" gumam Ketua Adiyaksa sedikit merasa gelisah.Mendadak dirinya bangkit berdiri. Dia membuka jendela ruangan lalu memandang ke atas langit. Ternyata bulan sudah mulai condong ke sebelah barat.Pada saat demikian, mendadak hatinya jadi gelisah tak menentu. Firasanya tiba-tiba berkata bahwa sesuatu tak diinginkan bakal terjadi.Makin lama, perasaan Ketua Adiyaksa makin tidak karuan. Bayangan buruk mulai bermunculan dalam benaknya."Aneh. Apakah firasatku kali ini, akan terbukti lagi?"Ketua Adiyaksa mulai berjalan mondar-mandir dalam ruangan. Dia mencoba menenangkan perasaan dan pikirannya dengan melakukan beberapa kegiatan. Sayangnya, usaha tersebut tetap sia-sia saja.Bukannya tenang, dia malah makin gelisah.Pada akhirnya, Ketua Adiyaksa memutuskan untuk pergi ke kamar dan menemui istrinya yang bernama Diah Ayu."Nyai (panggilan untuk perempuan), kau sudah tidur?" tanyanya begitu dia berada di sisi sang istri."Belum, Kang. Sejak tadi, aku tidak bisa tidur. Perasaanku juga tidak tenang," katanya sambil menatap wajah Ketua Adiyaksa."Aih, ternyata kau sama denganku,""Kakang juga merasa tidak tenang?" tanyanya memastikan."Benar, Nyai. Sejak tadi, aku tidak bisa bersemedi. Firasatku juga mengatakan kalau suatu hal yang buruk akan terjadi,"Nyai Diah Ayu termenung ketika mendengar ucapan suaminya tersebut.Kalau yang bicara seperti itu adalah orang lain, niscaya dia tidak akan percaya. Tapi yang bicara saat ini bukalah orang lain. Dia adalah Adiyaksa, Ketua dari Perguruan Naga Langit sekaligus juga merupakan suaminya.Bagaimana mungkin dirinya tidak percaya?"Aih, semoga saja firasatmu itu tidak terbukti, Kang," ucap Nyai Diah Ayu mencoba menenangkan suaminya.Harapannya memang demikian. Tapi sayangnya, dalam hidup ini, terkadang harapan tidak selalu sama dengan kenyataan.Seperti juga pada saat itu!Tepat setelah Nyai Diah Ayu berkata demikian, tiba-tiba dari luar sana terdengar kentongan yang dipukul sebanyak lima kali.Sepasang suami istri itu terkejut setengah mati. Lima kali pertanda adanya bahaya!Tanpa banyak berkata lagi, tiba-tiba Ketua Adiyaksa melompat turun dari pembaringannya. Dia mengambil sebatang pedang yang tergantung di dinding kamar. Setelah itu, dirinya langsung melesat keluar lewat jendela.Wushh!!!Tubuh Ketua Adiyaksa berkelebat secepat kilat. Hanya dalam waktu singkat, dia telah berada di tengah halaman perguruan.Namun begitu tiba di sana, dirinya dibuat terkejut setengah mati.Betapa terkejutnya si Naga Hitam Dari Selatan itu ketika dia menyaksikan adanya puluhan orang berpakaian merah. Semerah darah. Orang-orang tersebut berdiri dengan tegak. Wajahnya sangat sangar melambangkan kebengisan. Sorot matanya memancar dengan tajam. Seperti layaknya mata pedang. Ketua Adiyaksa mencoba menenangkan dirinya. Dia mulai melihat ke tempat sekeliling Perguruan Naga Langit. Dan orang tua itu lebih terkejut saat dia menyadari bahwa para penjaga perguruan ternyata sudah tewas. Malah ada pula beberapa puluh murid yang juga sudah meregang nyawanya. Waktu terus berjalan. Entah sejak kapan, tahu-tahu di halaman itu sudah semakin banyak orang-orang yang mengenakan pakaian serba merah darah. Mereka semua mempunyai penampilan yang serupa benar. Terutama sekali dari warna pakaian dan senjata mereka. Warna pakaian merah. Senjata juga berupa golok bersarung merah. Siapa mereka? Kenapa orang-orang itu membantai Perguruan Naga Langit? Ketua Adiyaksa mencoba untuk tetap tenang. M
Suara dentingan nyaring ketika berbagai senjata beradu, terus terdengar memecahkan keheningan malam. Teriakan anggota Perkumpulan Iblis Merah dan murid Perguruan Naga Langit, menyatu dalam satu suara. Teriakan, lolongan panjang seperti sergala, bentakan dan geraman terus terdengar mengiringi nyaringnya benda keras beradu. Pertempuran di malam bulan purnama itu sangat sengit. Kedua belah pihak tidak ada yang mau kalah. Masing-masing terus berjuang untuk mempertahankan pihaknya sendiri. Beberapa waktu telah berlalu. Pertempuran yang sangat menegangkan itu telah berakhir. Pihak Perguruan Naga Putih kalah telak. Puluhan murid mereka tidak ada yang selamat. Walaupun sampai kini masih ada yang bernafas, namun dapat dipastikan bahwa mereka tidak sanggup menjalani hidup lagi. Para murid itu akan mati! Pasti! Sebab kondisinya sungguh mengenaskan. Darah menggenangi seluruh tubuhnya. Berbagai macam luka akibat sayatan dan tusukan, terlukis dengan sangat jelas. Bau anyir darah menyebar luas
Untunglah, sebagai orang yang dijadikan pemimpin dalam penyerangan, tentu kemampuannya tidak bisa dipandang sebelah mata. Memang tidak salah juga kalau orang itu dijadikan pemimpin. Sebab apa yang dilakukan oleh dia selanjutnya cukup membuat Ketua Adiyaksa merasa kagum. Ketika serangan ganasnya terus datang beruntun tanpa berhenti, entah dengan cara bagaimana, tahu-tahu Ranu Brata telah berhasil melepaskan diri dari 'jeratan' tersebut. Tubuhnya masih utuh. Tidak ada luka. Tidak ada pula ekspresi wajah kepanikan. Wajah orang itu masih sama seperti sebelumnya. Tetap sangar sekaligus tenang. "Hemm, bagus. Ternyata kau mempunyai kemampuan juga. Aku jadi lebih bersemangat untuk bertarung denganmu," ujar si Naga Hitam Dari Selatan. Sesaat berikutnya, dia segera memasang kuda-kuda. Pedang Lemas Delapan Titik disilangkan di depan dada. Tenaga dalam dan hawa murni langsung dikerahkan oleh Ketua Adiyaksa dalam waktu yang hampir bersamaan. Perisai tak kasat mata sudah tercipta. Hawanya mem
Bukk!!! Caraka Candra terlempar jauh ke belakang. Dia jatuh bergulingan. Serangan barusan dilayangkan dengan pengerahan tenaga dalam. Sehingga walau hanya satu kali serangan, namun hal itu saja sudah cukup untuk membuatnya terluka. Darah segar langsung merembes keluar dari mulut dan hidungnya. Pemuda itu juga merasaka kalau dadanya sangat sakit sehingga kesulitan bernafas. Melihat dirinya yang sudah tidak berdaya, maka dua orang lawannya tertawa bergelak. Mereka langsung melompat ke depan dan seketika itu juga melayangkan tendangan serta pukulan keras ke beberapa titik penting di tubuhnya. Caraka Candra menggeram perlahan. Walaupun serangan lawan datang bertubi-tubi dan menimbulkan rasa sakit yang tidak sedikit, namun dirinya berusaha untuk tetap tidak berteriak. Dia takut kalau sampai berteriak, maka dirinya akan mengganggu konsentrasi kedua orang tuanya yang saat ini sedang bertempur mati-matian. Sehingga pada akhirnya, Caraka Candra hanya bisa menyalahkan diri sendiri. Kenap
Lima anak buah Ranu Brata mengangguk secara bersamaan. Mereka langsung pergi lalu segera membakar Perguruan Naga Langit. Begitu api berkobar, Ranu Brata lalu berjalan pergi dari perguruan itu. Langkahnya tenang namun pasti. Dia tahu, sebentar lagi Perguruan Naga Langit pasti akan rata bersama tanah. Oleh karena itulah, dirinya tidak pernah menengok lagi ke belakang. Sementara itu, Caraka Candra masih terlentang di atas tanah. Luka-luka di tubuhnya sudah mengering. Seperti juga darahnya. Pemuda itu masih berada dalam keadaan tidak sadar. Entah berapa lama dirinya tidak sadarkan diri. Tetapi, secara tiba-tiba dirinya membuka mata ketika merasakan adanya hawa panas yang sangat menyengat kulit. Caraka Candra sangat terkejut ketika dia mengetahui bahwa Perguruan Naga Langit ternyata sudah hancur lebur dan menyatu bersama tanah. Kesedihan, kemarahan, semuanya bercampur menjadi satu. Caraka Candra bangkit berdiri. Walaupun hal itu terasa sangat sulit, tapi setelah berusaha sekuat tena
Wushh!!! Wushh!!! Bayangan manusia berkelebat dengan cepat. Lima Harimau Gunung telah mengambil tindakan. Mereka mengirimkan serangan berupa pukulan dan tendangan yang cepat sekaligus ganas. Melihat betapa hebatnya serangan lawan, mau tak mau Caraka Candra dibuat terkejut juga. Dia sungguh tidak menyangka bahwa Lima Harimau Gunung ternyata mempunyai kemampuan setinggi ini. Kelima orang itu menyerang dari segala sisi. Mereka benar-benar seperti kawanan harimau buas yang sedang kelaparan. Serangannya tidak pernah berhenti. Bahkan makin lama, mereka makin ganas dalam melancarkan jurusnya. Dalam pada itu, Caraka sedang berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankan dirinya dari jurus-jurus lawan. Pemuda itu bergerak ke sana kemari. Kadang kala dia pun mengangkat kedua tangannya untuk memberikan tangkisan. Pada awal pertarungan, Caraka memang masih mampu meladeni Lima Harimau Gunung. Tetapi setelah lewat dari enam jurus, posisinya perlahan-lahan berubah. Dia mulai terdesak hebat. Puku
Rintik air hujan sudah berhenti. Berhenti seluruhnya. Kegelapan malam pun sudah menghilang. Sekarang sudah tiada lagi rasa dingin menusuk tulang, yang ada hanyalah kehangatan yang memberikan kenyamanan. Pagi hari telah tiba. Sinar mentari di pagi ini terlihat begitu cemerlang. Awan putih berarak mengikuti arah mata angin. Burung-burung berterbangan ke sana kemari dengan lincah. Di pinggir hutan itu ada sebuah sebuah gubuk reot berukuran kecil. Gubuk itu beralaskan tanah dan beratapkan daun kelapa yang dianyam. Walaupun terlihat jelek, tapi jelas, gubuk itu membawa suatu kenyamanan tersendiri. Di sebuah pendopo kecil yang ada di depannya, seorang kakek tua sedang duduk seorang diri. Di depannya ada kopi hitam yang diseduh dalam cangkir bambu. Tidak lupa juga, kakek tua itu pun membakar tembakau yang sudah hampir habis. Wushh!!! Asap tembakau yang berwarna putih menggulung tebal ke depan ketika kakek tua itu menghembuskan nafasnya dengan panjang. Tidak lama kemudian, dari dalam g
Pemuda tampan yang selalu mengenakan pakaian serba hitam itu segera membalikkan tubuhnya. Tanpa banyak bertanya lagi, dia langsung saja melesat menggunakan ilmu meringankan tubuhnya. Di tengah perjalanan, Caraka Candra merasa sedikit terkejut. Sebab sekarang ini, tubuhnya tidak lagi terasa ngilu dan sakit seperti hari kemarin. Sekarang, tiba-tiba dia merasa lebih segar bugar daripada biasanya. Bahkan menurut anggapannya pribadi, ilmu meringankan tubuhnya seperti meningkat. Meskipun peningkatannya tidak terlalu banyak, tapi hal itu saja jelas bukan kejadian biasa. Caraka baru mengalami kejadian seperti ini. Dan dia benar-benar merasa aneh kepada dirinya sendiri. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Kenapa pula dia merasa tenaganya makin meningkat? Pemuda itu sebenarnya ingin terus memikirkan hal tersebut. Sayangnya, hal itu tidak bisa dia lakukan secara terus menerus. Selain daripada itu, secara tiba-tiba sepasang telinganya juga mendengar adanya dentuman keras yang berasal dari ara