"Tidak baik marahan terlalu lama," ujar Umi membuyarkan lamunan Rani."Eh Umi," ujarnya tidak lupa mencium tangan yang hampir keriput tersebut."Kenapa? Sini cerita sama Umi, apa Zizan menyakiti perasaanmu sehingga kalian marahan seperti ini?""Engga kok Umi, Gus Zizan ga pernah menyakiti aku tapi hanya saja aku butuh waktu untuk mencerna semua yang terjadi, jujur aku sedikit merasa tersindir dengan kajian Zizan tadi Subuh, aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar tapi aku belum bisa untuk melupakannya begitu saja.""Umi paham bagaimana perasaanmu dan Umi percaya perlahan kamu akan bisa terbiasa dengan Zizan, kalian hanya kurang komunikasi saja makanya masih terlihat canggung dan untuk masalah pacar kamu yang di kota, sekarang kamu masih berkabar tidak dengannya?"Rani menggeleng, ia tidak tahu bagaimana kabar lelaki tersebut, bahkan Fero sepertinya tidak punya niatan untuk mencari keberadaan dirinya."Sebaiknya kamu solat istikharah minta petunjuk kepada Allah karena tempat yang
Jam sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB Rani bersiap-siap untuk pergi ke rumah orang tua Zizan, ia berjalan sepelan mungkin agar tidak mengganggu para temannya yang sudah memejamkan mata."Kamu mau kemana?" tanya Najwa yang terlihat sudah berdiri dari tempat tidur.Rani membalikkan badannya, ia tersenyum gugup. "Eh kamu mau ngapain?" tanya Rani balik bertanya."Seharusnya aku yang tanya kamu mau kemana? Kok kaya mencurigakan gitu?" tanya Najwa dengan mata memicing. "Ayo jujur kamu mau kemana? Apa mau kabur?""Ihh kamu ini suudzon mulu, aku mau ke dapur ambil minum," jawab Rani gugup."Kamu mau kemana?" tanya Rani masih penasaran kenapa perempuan itu terbangun."Aku mau ke toilet," jawab Najwa."Oh ya udah aku pergi dulu ya, kebetulan stok minum aku udah habis," ujar Rani beralasan, ia yakin kali ini alasannya sedikit meyakinkan."Jangan lama-lama biasanya nanti ustadzah datang untuk melihat para santri, bisa bahaya kalau kamu ga ada di asrama," ujar Najwa, benar saja terkadang ustadzah
Rani terbangun lalu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 04.50, ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berwudhu, ia harus segera ke Masjid sebelum teman asramanya datang biar mereka tidak curiga karena tidak melihat Rani di tempat tidur."Abi, Umi," sapa Rani ketika tidak segaja berpapasan dengan calon mertuanya tersebut."Bagaimana tidurnya nyenyak?" tanya Umi mengusap rambut Rani yang tertutup ketudung mocca tersebut."Nyenyak banget Umi," jawab Rani tersenyum mengembang."Kamu mau ke Masjid ya? Ayo kita bareng saja," ajak Abi, ia bahagia karena perlahan perempuan tersebut sudah bisa membiasakan dirinya di Pesantren dan terlihat Rani juga sudah rajin solat lima waktu, ia juga tidak pernah mendengar calon menantunya itu berbuat keributan."Maaf Abi tapi kayanya ga usah deh, Umi sama Abi duluan saja, Rani sungkan jika nanti ada santri yang lihat, bisa berpikiran macam-macam mereka karena aku dekat dengan kalian padahal notabenya aku santri baru di sini," jelas R
"Kenapa kalian diam? Tadi Abi dengar kalian sedang adu mulut bahkan terdengar hingga luar," tanya Abi.Diperjalanan ingin ke UKS melihat keadaan calon menantu, Abi dan Umi tidak sengaja mendengar suara seseorang yang terdengar seperti sedang adu mulut dan suara itu sangatlah mereka kenali, beruntung disekitaran sedang sepi jadi tidak ada santri yang mendengar, mereka mempercepat langkahnya agar segera sampai ke UKS.Sesampinya di dekat pintu UKS, mereka berhenti sejenak memastikan bahwa suara tersebut benar berasal dari dalam ruangan tersebut, mereka menghela napas dan perlahan masuk."Gapapa Abi, cuma sedikit kesalahpahaman saja," jawab Zizan akhirnya."Nak, di dalam suatu hubungan pasti selalu ada ujiannya apalagi sekarang kalian sedang berada di masa pertunangan yang sangat rawan akan cobaan, tetapi Abi selalu berharap agar kalian bisa melewati semua ujiannya bersama-sama dan menyelesaikannya dengan kepala dingin, jangan sampai ego kalian menghancurkan hubungan yang telah kalian ja
"Kak, minta uang dong." Aisyah mendongak, menatap Sinta, sang adik iparnya yang mengadahkan tangan kepadanya. Walaupun lebih muda beberapa tahun dari Aisyah, tapi perempuan itu sama sekali tidak ada sopan santunnya."Uang Kakak udah habis, Abang kamu belum gajian," ujar Aisyah. "Ih, Kakak kok pelit banget sih padahal 'kan itu uang Abang aku!" bentaknya kesal. "Bukannya Kakak pelit, Sin, uangnya udah habis untuk beli kebutuhan rumah." Aisyah mengelus dadanya, ini bukan kali pertama ia dibentak oleh adik ipar. Memang kerjaan suaminya sangat mapan dan gajinya juga lumayan besar, namun ia harus membayar tagihan listrik, tagihan air, cicilan mobil, kuliah adik iparnya, belanja dapur, belum lagi uang untuk mertua serta adik iparnya yang selalu pergi shopping. Sinta melemparkan gelas yang berada didekatnya dengan sekuat tenaga, ia sangat kesal dengan Aisyah karena tidak memberikannya uang. "Ada apa ini?" Davit yang mendengar pecahan gelas, langsung keluar dari kamarnya dan mendekati du
"Siapa perempuan ini, Mas?" tanya Aisyah.Suasana kembali hening, tidak ada yang mengeluarkan suara membuat Aisyah semakin dilanda kegelisahan."Mas, jawab aku! Siapa perempuan ini?" Tidak terhitung sudah berapa kali pertanyaan itu keluar dari mulut perempuan yang tengah di landa pikiran-pikiran buruk.Sebelum menjawab, Davit menghela napas, ia tahu jawabannya akan menyakiti hati dan perasaan istrinya, namun ia tidak ada pilihan lain, ia tidak bisa menyembunyikan hal ini lebih lama lagi."Elsa, perempuan yang didalam rahimnya terdapat darah daging aku." Jawaban Davit membuat Aisyah sangat syok."I-ini enggak benar kan, Mas? Kamu enggak mungkin selingkuhin aku, kan?" Aisyah berusaha berpikir positif, ia masih tidak bisa menerima kenyataan ini.Davit berlutut dihadapan Aisyah lalu memegang kedua tangan perempuan yang bersamanya selama dua tahun."Maafkan, Mas, Syah, ini semua benar dan terima Elsa menjadi madu kamu ya," bujuk Davit lembut.Bulir air mata mengalir deras keluar dari kelop
"Aisyah!" Teriakan Bu Wiwik terdengar di penjuru rumah."Ada apa sih Bu, Pagi-pagi udah teriak?" tanya Pak Bayu sambil mengucek matanya, lelaki paruh baya itu terbangun karena mendengar teriakan istrinya."Lihat Pak, belum ada satupun masakan diatas meja," adu Ibu kesal.Davit, Elsa dan juga Santi juga ikut keluar dari kamar."Ada apa Bu?" tanya Aisyah menghampiri mereka yang sudah berkumpul dimeja makan."Cepat masak, kita udah lapar!" suruh Bu Wiwik."Suruh aja menantu baru kalian yang masak!" balas Aisyah tajam. Kemarin Davit dan Elsa baru saja melangsung pernikahan walaupun tanpa restu istri pertamanya, namun mereka tetap nekad untuk menikah.Hati Aisyah sangat sakit, rumah tangga yang sudah berjalan dua tahun harus hancur karena kedatangan orang ketiga yang ternyata masa lalu dari suaminya apalagi kenyataan bahwa keluarga lelaki itu sudah tahu dari lama bahwa anaknya menjalin hubungan gelap dengan perempuan lain, hati Aisyah benar-benar hancur."Mbak kan tahu aku itu anak seorang
"Mohon maaf Pak, saya permisi." Aska bergegas keluar dari ruangan Davit. "Saya cuma mau mengingatkan sebentar lagi kita akan meeting dengan klien besar, semua berkas yang saya suruh kerjakan sudah selesai 'kan?" tanya Alexander Wilian--CEO Angkasa Group. "Semuanya sudah selesai Pak tapi sepertinya berkasnya ketinggalan," ujar Davit menunduk, ia merutuki diri sendiri karena telah melupakan berkas yang sangat penting. Alex menghembuskan napas kasar. "Kenapa bisa ketinggalan? Sekarang juga kita pergi ke rumah kamu setelah itu baru ke tempat klien." Davit kembali teringat dengan mantan istrinya, biasanya semua keperluannya selalu disiapkan oleh Aisyah, namun sekarang perempuan berlesung pipi itu sudah pergi dari hidupnya. "Ayo berangkat!" Teriakan dari sang atasan membuyarkan lamunan Davit, lelaki itu bergegas menghampiri Alex yang sudah keluar dari ruangan. Sesampainya di rumah berlantai dua dengan cat berwarna putih, Davit keluar dan bergegas masuk kedalam rumah. "Astagfirullah k