Shine dan Daffa baru saja memasuki rumah orang tuanya, rumah yang setelah sekian lama baru saja mereka kunjungi.
Mereka disambut ramah oleh para pekerja dan juga Ema yang begitu melihat Shine langsung memeluknya, padahal Daffa juga berada di samping Shine.
"Ibu merindukanmu, Nak."
Shine mempererat pelukannya mendengar suara Ema yang bergetar. "Aku juga, Bu."
Setelah puas
Namaku Miracle Shine. Nama yang benar-benar indah untuk gadis malang sepertiku. Seseorang yang baru saja kehilangan seluruh hidupnya. Ayah dan Ibu meninggalkanku satu tahun yang lalu, dan kini aku juga harus kehilangan kakak yang paling aku sayangi karena kecelakaan.Gelap.Aku merasa hidupku diselimuti oleh kegelapan ketika aku menyaksikan pemakaman Edward.Sungguh aku tidak tahu bagaimana masa depanku tanpanya, aku merasa hancur dan sendiri.
Namaku Daffa Revano Abrata.Aku terbangun dari tidurku yang cukup panjang. Ntah apa yang terjadi padaku, tiba-tiba aku terbangun dengan jantung yang masih berdetak.Ku pikir aku sudah mati. Mengingat bagaimana penyakitku.Ketika aku terbangun, yang aku lihat adalah wajah-wajah penuh air mata dari keluargaku, juga kembaranku yang matanya terlihat memerah walaupun sepertinya ia tak ingin menunjukkannya padaku.
Seorang gadis berumur sekitar sebelas tahun sedang termenung di ruang tamu.Tanpa rasa takut ia memeluk boneka pandanya, padahal waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Wajahnya tertekuk menanti seseorang.Dari belakang datang wanita paruh baya yang tergopoh-gopoh, berjalan cepat ke arahnya."Nona Shine, nona Shine."Gadis kecil itu menengok melihat seseorang memanggil namanya."Meri.""Nona kenapa ada disini? Saya mencari nona kemana-mana. Ini sudah malam nona, ayo tidur. Tuan Ed akan marah kalau tuan tau nona masih belum tidur juga."
Daffa terbangun memegangi dadanya yang berdegup kencang. Keringat dingin mengucur deras dari dahi dan seluruh tubuhnya. Napasnya naik turun tidak beraturan seperti lelah berlari kerena dikejar sesuatu dan tercekik.Ia bermimpi. Mimpi yang selalu sama seperti tujuh tahun yang lalu, ketika untuk pertama kali nadinya berdetak dengan jantung orang lain yang ada dalam tubuhnya.Menyibak selimut tebalnya, Daffa bangkit untuk mengambil air minum di dapur. Ia menuruni tangga dan melihat jam besar yang ada di ujung ruangan masih menunjukkan pukul dua dinihari.Waktu untuk semua orang mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Begitu juga semua orang di rumah Daffa yang juga sudah terlelap dalam tidurnya, tidak dengan ayah dan ibu Daffa sedang berlibur ke Italia bersama dengan teman mereka selama sa
Ponsel Daffa berdering ketika baru saja ia menegakkan punggungnya dari sandaran kursi tempat biasa ia menandatangani dokumen-dokumen penting dan mengerjakan sesuatu dilaptopnya.Diraihnya ponsel itu, yang ternyata terlihat panggilan dari ayahnya, Brata. Daffa segera menggeser tanda terima panggilan."Hi Dad." sapanya sambil memutar-mutar kursi kerja. "Bagaimana kabar kalian? Apa kalian bersenang-senang?""Daff.." balas Brata pelan. "Ada hal yang ingin ayah sampaikan." Begitu mendengar suara Brata yang terdengar serius, Daffa mengerutkan keningnya."Ada apa? Apa terjadi sesuatu disana?""Tidak. Kami baik-baik s
"Kaaakk! Kak Daffa!"Suara teriakan Shine menggelegar memenuhi ruangan.Merasa namanya terus dipanggil dengan tidak sabar, Daffa dengan segera turun dari tangga kamar sambari mengancingkan lengan kemejanya."Ada apa Shine?" tanyanya mendekat."Apa-apaan ini kak?" Shine menunjuk dua pria berbadan kekar berpenampilan rapi dan berkacamata hitam yang berdiri tegap menghadap Shine."Oh, mereka yang akan menjagamu." jawab Daffa santai, sambil berlalu ke meja makan.Shine membuntutinya."Jadi, ini hukuman yang kau berikan padaku kak?" tanyanya geram.
Kepala Shine menoleh dengan cepat ketika ia mendengar kalimat yang baru saja Daffa lontarkan.Me..menikah? Ia tidak salah dengar bukan? Daffa baru saja mengajaknya menikah?Pria itu masih memegang setirnya, menatap kosong ke depan, seperti ada keraguan diwajahnya."Menikah?" Tanya Shine memastikan bahwa pendengarannya bekerja dengan baik.Daffa mulai menatapnya lembut, kemudian ia membelai rambut Shine seperti biasa."Ya, menikahlah denganku Shine.""Ke..kenapa?" Gadis itu mengerutkan dahinya bingung, ia tidak tahu bagaimana raut wajahnya dan nada bicaranya yang tidak mungkin akan nampak normal. "...i..ini..tiba..tiba sekali.." lanj
Semua terdiam."Aku bersedia menikah dengan kak Daffa." ucap Shine sekali lagi dengan pancaran kebahagiaan yang tentu tidak dapat ia tutupi.Ema mendekati Shine dan mengelus rambutnya lembut. "Ganti bajumu dulu Shine, kita akan membicarakan hal ini nanti setelah kau mengganti baju, dan kita akan makan bersama sekarang." tuntun Ema ke kamar Shine.Gadis itu hanya menurut, ia tersenyum ke Ema sebelum menutup pintu kamarnya yang dibalas dengan cubitan di pipinya. Ema kemudian kembali meninggalkan putri kesayangannya itu ke ruang keluarga."Jangan ada yang mengatakan sepatah katapun tentang rencana ini padanya, aku akan menceraikan Shine setelah usianya genap 25 tahun, setelah ia matang, dan dapat mengambil alih perusahaannya sendiri." te