******
Felix menekan tombol on off lampu tidurnya yang berada di nakas bergantian, membuat penerangan minim di kamarnya menjadi padam lalu terang lagi, hal itu terjadi secara berulang-ulang hingga beberapa saat. Sampai akhirnya tangannya berhenti dan membiarkan penerangan remang-remang itu menyala.
Dia membalikkan badannya, berganti menatap langit-langit kamarnya.
"Ibu..." ucapnya memecah keheningan.
"Apakah ibu tidak ingin bertemu denganku?"
Suara lirih itu terdengar semakin menyayat ditengah sepinya malam, bahkan suara hewan malam yang biasanya saling menyahut pun sekarang entah kemana perginya. Seakan suasana itu sangat mendukungnya untuk bersedih. Matanya perlahan memanas, menciptakan genangan bening di kantung bawah matanya.
"A-apakah ibu merindukanku...?" Dia tergagap karena menahan tangisnya mati-matian, sungguh dirinya tidak mau meneteskan air matanya barang sekali saja seumur hidup. Dulu kakek pernah berkata jika laki-laki itu harus kuat, apapun yang terjadi laki-laki tidak boleh terlihat lemah dihadapan orang lain apalagi perempuan.
Tapi, apakah dia boleh menangis jika tidak ada yang melihat seperti saat ini?
"Ibu... Aku ingin bertemu ibu..." ucapnya terbata hingga tangis yang dia tahan sedari tadi—atau mungkin sedari dulu pecah malam itu juga.
Ditempat lain, wanita berperawakan tinggi semampai dengan mahkota bunga yang melekat indah di kepalanya itu memalingkan wajahnya kearah samping kala melihat putranya sedang menangis karenanya dari sebuah kolam ajaib yang selalu dia gunakan untuk mengawasi segala aktifitas yang dilakukan anak itu.
Isakkan kecil yang keluar dari bibir anak laki-lakinya seakan meruntuhkan dunianya secara perlahan. Apalagi racauan tak masuk akal itu membuat hatinya bagai diremat karena merasa gagal sebagai seorang ibu.
Dia mengarahkan tangannya kearah kolam itu hingga membuat kolam ajaib itu tidak lagi memperlihatkan wajah sedih Felix. Dia berbalik arah dan duduk di atas tanah tinggi tak jauh dari posisi kolam ajaib sambil memandang sendu tebaran bintang di langit.
"Ratu Freya, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pria yang sedari tadi duduk disana sebelum dia.
Dia terkekeh pelan mendengar panggilan 'ratu' dari temannya sejak kecil itu. "Kau meledekku?"
"Tentu saja tidak, kau itu memang seorang ratu," balas pria itu.
"Hentikan,lah, Ed. Aku hanya penjaga bukan penguasa seperti yang otak kecilmu pikirkan itu," dengus wanita itu kesal sendiri karena orang-orang selalu menyebutnya ratu di negeri ini. Padahal kenyataannya, negeri ini adalah negeri tanpa pemerintahan, semua orang bebas melakukan apapun tanpa diikat oleh aturan, kecuali hal yang tidak bermoral atau berbau negatif maka akan ditindak lanjuti olehnya dengan persetujuan semua orang.
"Kau tidak ingin menemuinya?" tanya Ed.
"Aku sudah menginginkan itu dari dulu, asal kau tahu." Dia memandangi kunang-kunang yang berada di telapak tangannya, cahaya dari kunang-kunang itu mulai redup.
"Lalu apa rencanamu selanjutnya?"
"Membuka jalan pintas lagi," ucap Freya tenang, sambil memindahkan kunang-kunang itu pada bunga yang berada di sampingnya.
"Kau gila? Sama saja kamu mengundang anakmu masuk kandang singa," Edward menatap wanita di sampingnya itu tak percaya.
"Coba kita perbaiki, dia, lah yang dihampiri singa, karena dia bukan singanya."
********
"Aku pulang!" seru Felix ketika baru saja pulang dari sekolah.
Dia menolehkan kepalanya sana-sini karena tidak ada tanda-tanda ada orang di rumah. Dia melangkah kearah dapur untuk memeriksa, tapi nyatanya nihil, tidak ada orang sama sekali.
Lalu matanya tak sengaja melirik sebuah note yang ditempelkan di kulkas. Disana tertulis bahwa bibi dan Scarlett sedang keluar dengan neneknya juga, entahlah pergi kemana.
Dia beranjak dari dapur menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Felix menaruh tasnya di sofa lalu beralih menghempaskan tubuhnya di kasur, rasanya melelahkan sekali setelah berjalan kaki dari sekolah menuju rumah.
Iya, sekolahnya memang berjarak hanya beberapa kilo meter dari rumahnya. Tapi tetap saja melelahkan, seharusnya dia meminta sepeda untuk hadiah ulang tahunnya kemarin.
Tunggu, hadiah...ya?
Dia bangkit dari kasur dan menghampiri lemari bajunya, mencari sebuah kotak kecil yang diberikan kakeknya saat beliau masih ada dahulu.
Felix ingat sekali jika kakek memerintahkannya untuk membuka kotak itu saat dia berumur cukup dan nenek sudah memberitahukan sesuatu tentang ibunya. Dulu dia tidak begitu tertarik dengan isinya, jadinya dia menurut saja kepada kakek.
Dan, dia menemukannya.
Kotak kecil kuno dengan ukiran bunga indah di bagian samping. Dia kembali duduk di kasur dan membuka kotak itu.
Ternyata isinya adalah sebuah benda kuno—seperti aksesoris berbentuk bintang dan sepucuk surat usang yang terlihat sudah lama.
Namun anehnya, bintang itu hanya sebagian. Tidak seperti bintang utuh pada umumnya, entahlah, tapi sepertinya ada bagian lainnya.
Dia beralih menatap gulungan kertas—bukan kertas yang biasa digunakan manusia zaman sekarang melainkan kertas zaman dahulu yang berada di kotak itu. Di ujung surat terdapat nama seseorang yang ditulis menggunakan tinta, tapi nama itu bukan nama kakek, namun nama seorang perempuan.
"Freya?" Dia menautkan kedua alisnya membaca nama yang sangat asing menurutnya. Siapa Freya?
Tangannya perlahan bergerak untuk membuka surat itu. Tapi anehnya lagi, tidak ada tulisan apapun didalamnya.
"Kenapa kosong?" Tanyanya kebingungan sendiri.
Namun beberapa saat kemudian dari surat itu muncul suatu butiran cahaya cahaya kecil berwarna kuning berterbangan di depannya secara perlahan hingga membentuk wajah manusia yang tersenyum kearahnya.
Dia terbelalak kala menyadari itu wajah siapa,"ibu?"
Butiran cahaya kecil itu berubah bentuk lagi menjadi sebuah jejeran tulisan rapi.
'Jika bintang itu menemukan bagiannya yang hilang maka pintu dari negeri para makhluk bersayap akan terbuka.'
Negeri para makhluk bersayap? Maksudnya negeri para peri seperti ibunya? Sungguh, ini terlalu mengejutkan untuknya, apalagi dengan tulisan yang keluar dari kertas dan mengambang di udara tadi. Kemudian jejeran tulisan rapi itu perlahan memudar dan hilang dengan sendirinya.
Felix berpikir sejenak, bagaimana caranya dia menemukan sebagian bintang itu? Oh,ayolah mana mungkin dia bisa menemukannya hanya dengan feeling dan opini semata, setidaknya berilah sedikit petunjuk.
"Masa bodoh, lah!" Dia bangkit dari tempat tidur hendak mengambil makanan yang berada di meja makan, namun ekor matanya tak sengaja melirik kertas kosong yang masih tergeletak di atas ranjang, mendadak sudah tergambar sesuatu disana. Refleks tangannya bergerak dengan cepat untuk mengambil surat itu.
"Lemari?" Anak laki-laki itu mengamati lemari putih dengan beberapa ukiran bunga cantik yang tampak asing baginya itu lekat, entah dia yang tidak tahu atau memang tidak ada. Tapi jujur, dia tidak pernah melihat lemari seperti itu di rumah ini.
Dia mengamati kotak dan lemari itu secara bergantian, ukiran di kotak itu sama dengan ukiran lemari yang digambarkan oleh kertas.
Tidak pernah melihat lemari itu artinya lemari itu berada di tempat yang tidak pernah dikunjunginya. Tapi dimana? Semua tempat disini dia pernah mengunjunginya. Ah, ini membingungkan.
"Apa aku cek satu-satu saja?"
Dia memeriksa satu kali lagi gambar lemari itu lalu kembali terkejut.
"Wah, lihat saja sekarang latarnya pun muncul," ucapnya kagum.
Tapi tunggu, dia tidak pernah mengunjungi gudang bawah selama ini. Karena tidak pernah diizinkan untuk masuk ke sana, tidak tahu karena apa.
"Benarkah disana? tanyanya.
Dan lagi, di kertas itu muncul sebuah tulisan.
"Dia ada di tempat semua barang dikumpulkan?"
Entah kenapa dia berpikir jika kertas ini mampu mendengar suaranya, dan bahkan mampu membalas ucapannya melalui tulisan.
"Pasti ada sesuatu di sana," ucapnya yakin.
Dengan masih membawa kertas itu di tangannya, dia berjalan cepat keluar dari kamarnya dan turun menuju lantai bawah untuk pergi ke gudang yang berada sedikit masuk di lorong gelap sisi kanan ruang tamu.
Saat sudah sampai di depan pintu, tangannya yang hendak membuka knop pintu dia hentikan di udara. Dia menengok kanan-kiri bergantian berharap nenek dan bibi pulang lebih lambat lagi agar setidaknya dia mendapatkan sedikit titik terang untuk bisa tahu tentang tempat asal ibunya.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, dia membuka pintu itu perlahan hingga menampakkan tumpukkan barang yang sudah berdebu. Ada satu hal yang menarik perhatiannya, sebuah benda persegi panjang yang ditutupi menggunakan kain putih. Benda lumayan tinggi itu berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
Felix berjalan mendekat kearah sana, semakin dekat dia bisa melihat dengan jelas bahwa yang ditutupi kain putih itu adalah sebuah lemari.
Dia menyentuh ujung kain saat berada di depan lemari itu, berniat membukanya secara perlahan untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Hampir saja dia membuka sebagian, tiba-tiba seekor hewan kecil berwarna hitam melompat kearahnya membuatnya terkejut dan melepaskan tautan tangannya dari kain putih itu.
"Huh, hanya tikus," gumamnya sambil mengelus dadanya yang bergemuruh.
Dengan cepat dia membuka kain itu, dan...benar!
Lemari putih yang sama persis seperti yang tergambar di kertas tadi.
Tangannya bergerak untuk membuka lemari bercat putih itu. Sampai akhirnya—
"Felix!"
********
******"Felix!"Panggilan itu membuatnya tersentak kaget dan mengurungkan niatnya untuk membuka pintu lemari, dia menyembunyikan diri di bawah meja usang yang berada di samping lemari, meja itu tertutupi tumpukkan barang lama yang cukup tinggi sehingga tidak akan terlihat orang. Tindakan refleks itu membuat kepalanya terbentur sisi meja hingga berbunyi cukup keras, bayangkan betapa sakitnya.Tangannya yang tidak memegang kertas bergerak untuk mengelus kepalanya yang terbentur. Dia mengintip kearah pintu gudang yang masih tertutup, sungguh, dia panik sekali saat mendengar namanya dipanggil oleh bibi tadi. Saat hendak berdiri karena dirasa tidak ada orang yang mengetahuinya masuk kesini, dia berniat untuk berdiri. Sebelum—'Klek'Dia kembali ke tempat persembunyianya dengan cepat karena terdengar suara pintu gudang dibuka."Felix, apakah itu kau?" tanya seseorang yang berada di ambang pintu, itu suara bibinya. Jangan bilang k
******* "Aku akan membawamu ke hadapan raja kami," ucap salah satu orang yang berada di depannya. Felix mendongak, menatap orang itu dengan pandangan tak suka, "raja kalian? Kenapa harus? Aku tidak ada urusan dengannya," ujarnya. Orang bertelinga runcing itu terkekeh pelan, melangkah mendekat kearahnya dan berjongkok di hadapannya. "Jangan sombong anak muda. Kau tahu, jika setiap manusia yang masuk di dunia kami tidak akan dibiarkan hidup?" bisiknya. Dia membelalakkan matanya, "lepaskan!" Anak lelaki itu memberontak, berusaha melepaskan cekalan kuat kedua orang itu pada lengannya. Dilihat dari penampilannya, sepertinya mereka bukan orang baik. Ditambah dengan sayap mereka berwarna hitam, kita semua tentu tahu, bahwa warna hitam identik dengan kejahatan. Tapi apakah iya? Tidak semuanya seperti itu bukan? Kedua orang itu bersiap untuk membawanya terbang membuat dia makin panik dan memberontak a
******* "Ratu Freyaaa!!!" Anak laki-laki berambut hitam legam dengan netra hijau itu berteriak dengan keras membuat wanita yang sedang duduk memandangi bintang di tanah tinggi dekat kolam ajaib itu sontak berdiri dan menghampirinya dengan panik. "Ada apa Frank, kenapa kamu berteriak seperti itu?" Tanyanya. "I-itu..." Frank menunjuk kearah belakangnya panik. "Iya, itu apa?" Tanya Freya sekali lagi. "Frank, bisakah kau pelan sedikit, aku sudah lelah..." Mereka mengalihkan pandangan kearah sosok berambut pirang platina yang sedang menyenderkan tubuhnya di bawah pohon mapple. "D-dia—" "Felix," ucap Freya terkejut karena tidak menyangka jika Felix bisa secepat itu menemukan jalan menuju ke sini. Dia berjalan mendekat kearah anak laki-laki yang memejamkan matanya itu diikuti oleh Frank, entah tak sadarkan diri atau memang hanya memejamkan mata saja. "Anda mengenalnya?" Tanya F
*****"Jangan aku..."Anak laki-laki yang baru saja masuk ke dalam kamar tempat Felix tidur itu terkejut melihat anak itu mengigau tak jelas sambil bergerak-gerak gusar."J-jangan..." Frank menghampiri ranjang dan menggoyang-goyangkan tubuh anak itu pelan."Hei," ujarnya, namun tak membuat Felix bangun juga."Temannn bangunn!" Teriakan anak laki-laki dengan sayap putih itu membuat Felix seketika terlonjak kaget dan terbangun dari tidur dengan napas memburu.Setelah sadar sepenuhnya, dia menoleh kearah Frank dengan raut kesal. Frank sudah menahan tawanya karena melihat reaksi berlebihan dari Felix, ya, siapa suruh dibangunkan secara halus tidak mempan, jadinya dia memilih cara yang sedikit jahat."Kau mimpi buruk?" Tanya Frank kepadanya membuatnya terdiam dan mengingat apa yang baru saja terjadi padanya.Mimpi buruk itu lagi.Kenapa itu harus terjadi saat Frank
******"Frank, ayolah jelaskan sedikit padaku," Anak laki-laki itu mondar-mandir karena mengikuti Frank yang entah kenapa sejak tadi terus menghindar saat dia bertanya kenapa anak itu tak melanjutkan ceritanya tentang seluk-beluk Negeri Wynstelle.Salahkan saja Frank, kenapa dia menyebutkan jika tidak mau menjelaskan? Membuat orang penasaran saja!Sedangkan Frank sudah risau setengah mati karena dia keceplosan dan berakhir memberitahu Felix tadi, bagaimana tidak? Menurut rumor dari teman-teman bermainnya, orang yang membocorkan rahasia ini tanpa izin Ratu akan ditahan di penjara besi emas yang mana di dalam penjara tersebut suhunya sangat panas seperti kau masuk neraka ditambah lagi dengan wajah penjaganya yang sangat mengerikan. Ah, membayangkan saja sudah membuat Frank ngeri."Biar aku saja yang jelaskan." Kedua anak laki-laki itu menoleh kearah belakang dan mendapati Edward di sana."Ayah?"&nbs
******Prangg!Pria bertanduk hitam serta sayap hitam itu membanting kotak berukiran bunga dandelion tepat di depan wanita bersayap putih yang tengah menatapnya datar."Kenapa? Kenapa kau biarkan dia kemari?!" Teriaknya marah membuat wanita di depannya itu terkekeh pelan."Kau takut?" Tandasnya dengan sisa-sisa tawa lirih.Rahang pria itu mengeras dan giginya bergemelutuk menandakan dia kesal dengan wanita di depannya itu."Kau bilang kutukan itu hanya bualan semata, tapi lihatlah kali ini kau pun takut sendiri." Wanita itu tersenyum kiri membuat pria yang merupakan bagian dari keluarganya itu makin merasa dipermalukan.Wanita itu adalah Freya dengan Orazio yang berada di depannya."Kau ingin membuat kakakmu sendiri menemui ajalnya?" Ujar Orazio menurunkan nada bicaranya.Seketika wanita itu merubah rautnya, mata Freya menajam kearah pria itu. "Kau bukan saudaraku lagi sejak kau
*******"Semua yang ada di sini tidak akan mati kecuali dimatikan."Itu bukan suara mereka. Melainkan suara seseorang dari belakang mereka.Kedua anak laki-laki itu menoleh kebelakang kala suara berat terdengar menyahut dari sana. Terlihat sosok laki-laki berambut orange dengan netra yang sama seperti rambutnya sedang menyembunyikan kedua tangannya di belakang tubuhnya sambil menatap kearah Felix dan Gazza. "Paman James?" Ucap Gazza."James?" Tanya Felix menatap Gazza kebingungan.Gazza mengalihkan pandangannya kearah Felix, baru ingat jika anak itu baru tiba di tempat ini. "Ah, dia teman ayahku," jawabnya membuat Felix mengangguk-angguk mengerti.Pria itu meliriknya sekilas lalu kembali menatap Gazza, "ayahmu mencarimu.""Iya paman, setelah ini aku akan pulang," balas Gazza dibalas senyuman dan usapan pelan di kepala oleh pria itu."Hati-hati saat melewati hutan cahaya," ucapnya lagi dengan seseka
*******Jlebb!"Felix!" Keempatnya berteriak secara bersamaan ketika anak panah itu mengenai bahu kanan Felix bagian atas.Felix meringis melihat darah yang mulai mengucur deras dari bahu bagian depannya. Dia menatap penuh emosi kearah ketiga peri penjaga perbatasan yang kini menatapnya puas. Dengan menahan mati-matian sakit yang ada di bahunya, dia memunculkan cahaya biru pada kedua tangannya yang masih baik-baik saja dan mengarahkannya pada ketiga peri tersebut.Frank, Dean, Hardwin dan Gazza sukses terkejut dengan yang dilakukan Felix kepada ketiga peri hitam itu.Mereka diselimuti bongkahan es sekarang.Bruk!Kelimanya menoleh kearah sumber suara, tampak seorang peri bersayap hitam tengah turun dari pohon. Dengan sigap tangan Frank bergerak memunculkan akar dari tanah yang mengikat kaki peri tersebut hingga tersungkur.Sudah dapat ditebak, itu pasti orang yang mencoba memanah mereka