Share

Bab 9

POV Vira



Mas Duta dan Mba Nita, mereka tidak ada yang pulang ke rumah satu pun. Rasanya menyebalkan aku di rumah sendirian, lama-lama rasa ketidaksukaanku pada Mba Nita semakin bertambah. Kalau dia memang tidak menyukainya, kenapa dia mengijinkan pernikahan itu terjadi. Menyebalkan!



"Bi, Nani …!" panggilku sedikit judes.



"Iya, Bu. Ada apa?" tanya Bi Nani penasaran.



Bu Nita, enggak titip pesan Bi? Dia hari  ini enggak pulang ya? Pasti bapak marah banget kalau tahu."



"Enggak, Bu. Biasanya Bu Nita tidak pernah seperti ini."jawabnya.


"Ya udah, Bi Nani ke dapur lagi, siapin makanan takut bapak pulang." Aku meninggalkan Bi Nani, agar kembali bekerja, dan aku kembali ke kamar. 


Vir …!" triak seseorang. Suaranya aku kenal. Itu  suara Mas Duta, aku segera menghambur ke arahnya. "Panjang umur," lirihku.



"Mas, baru pulang udah jam sepuluh? Tudur di mana kamu? Mba Nita juga belum pulang." crocosku kesal.



"Aku tidur di tempat Damar, kan aku sudah bilang sama kamu!" jawabnya dengan suara meninggi.



"Mas Duta gak bisa dong kaya gini! Aku juga istri kamu! Aku juga mau kamu perhatikan! Jangan sibuk bertengkar dengan Mba Nita, dan mengabaikan aku! Ingat aku juga istri kamu!" jawabku lantang penuh emosi.


Mas Duta tidak menjawab. Terlihat wajahnya sedikit kesal, mungkin tersinggung dengan ucapanku. Kulihat dia mengeluarkan ponselnya, sepertinya menekan nomor Mba Nita. Dia mencoba menghubunginya tapi sepertinya tidak aktif. Terlihat dari emosinya yang mencuak. 


"Pinjam HP-mu, Vir!" pintanya. Aku pun segera mengeluarkannya. Mas Duta secepat kilat menyambarnya dari tanganku. Berkali-kali dia mencoba tetap tidak bisa.


Aku curiga, Mba Nita memblokir nomor Mas Duta dan aku. 'Yes … cepat bercerai ya Mba, supaya aku bisa memiliki  Mas Duta seutuhnya. Bagus juga kalau kalian rajin bertengkar, aku tidak perlu berbuat jahat untuk memisahkan kalian.' Aduh mikir apa ini? Jauh-jauh kutepis pikiran jelekku.



🖤🖤🖤



Mas Duta masih dengan amarahnya, berkali-kali mencoba menghubungi Mba Nita masih belum tersambung. Aku sih masa bodo dengan urusan mereka. Yang penting tak ada masalah denganku, itu sudah membuatku merasa tenang. Syukur-syukur Mba Nita laku lagi, itu jauh lebih bagus.



"Mas makan dulu udah siang, Bibi udah masakin kesukaan kamu," ucapku penuh kemanisan untuk mencari perhatian suamiku.



"Kamu duluan, Sayang. Aku sedang menunggu Nita," ucapnya halus. 'Yes berhasil.'


"Nanti aja sama suamiku tercinta," ujarku manja sambil bergelayut dipundak bidangnya. Mas Duta hanya tersenyum dan mengangguk. Kami menikmati moment berdua ini sambil menonton televisi di ruang tamu. Kami yang larut akan kemesraan ini tidak mengetahui kedatangan Mba Nita. 



Tiba-tiba saja Mba Nita terdengar menyuruh Adnan pergi bermain ke kamarnya, dan setelah itu seperti biasa melewati kami. Menganggap kami seperti setan yang tak terlihat.



Mas Duta segera melepaskan pelukanku, sebelum akhirnya mengejar Mba Nita ke kamarnya. Tepat, ketika Mba Nita akan menutup pintu, Mas Duta menarik kasar tangannya. Sepertinya pertengkaran hebat akan dimulai.



"Dari mana aja kamu? Semalaman enggak pulang ke rumah?" tanya mas Duta penuh emosi. Mba Nita masih terlihat tenang.


"Bukan urusan kamu!" Kali ini Mba Nita bersuara.


"Jelas ini urusan aku! Kamu ini istriku, apa pun yang kamu lakukan jelas urusan aku!"cetus Mas Duta. Mba Nita tidak menjawab, sepertinya akan beranjak meninggalkan Mas Duta. Namun, belum sempat Mba Nita beranjak,  Mas Duta kembali menarik kasar tangannya dan menyuruhnya untuk duduk.



"Duduk Nita! Saya belum selesai bicara denganmu! Hargai saya sebagai suamimu!" bentaknya penuh emosi. Kali ini Mba Nita menuruti ucapan Mas Duta.



"Apa yang hendak kamu bicarakan?" tanya Mba Nita dengan tenangnya.



"Kenapa sikap kamu berbah, Ma?" lirih Mas Duta.


"Jangan sebut panggilan itu, aku tak Sudi! jijik rasanya aku mendengarnya!"ucap Mba Nita. Aku yang merasa risih menghentikan pertengkaran mereka, sekalian mencari perhatian Mba Nita dan Mas Duta.



"Mba Nita. Mas Duta. Tolong kalian selesaikan masalah kalian di kamar, tidak enak kalau sampai Adnan dengar," ujarku.  Tanpa di sahuti oleh keduanya, Mba Nita masuk kamar, diikuti oleh Mas Duta.


Sebetulnya aku kepo, tapi demi perhatian tak masalah, nanti akan kutanyakan pada suamiku. Beginilah nasib wanita kedua, lebih baik berpikir seribu kali untuk mencintai suami orang walau itu sangat menantang. Seperti aku yang mencintai Mas Duta. Kalau bukan karena tampan dan kaya, aku juga tidak mau jadi istri kedua.

Aku mendengar pertengkaran Mas Duta dan Mba Nita begitu hebat, walaupun tidak terlalu jelas. entah apa yang di bicarakan, tapi kali ini Mba Nita bersuara. Entah apa yang membuat Mba Nita begitu marah terhadap Mas Duta.  Atau mungkin, gara-gara aku bercerita pada Mba Nita bahwa aku menjalin hubungan sebelum pernikahan. 


Ya, aku sering berkirim pesan mesra dengan Mas Duta, sebab dia bilang dia akan menikahiku, jadi aku juga tidak segan-segan bermesraan dengannya.  Jika aku bertanya pada Mas Duta dimana istrinya ketika kita sedang berkirim pesan mesra, Mas Duta menjawab, istrinya sudah tidur pulas. Maka kami melanjutkan berbalas pesan mesra dengan bebasnya, sebetulnya perempuan mana pun juga tidak akan trima jika mengetahui suaminya bermesraan dengan perempuan lain walaupun hanya berbalas pesan.

Biarlah bagaimana keputusan Mba Nita nantinya, aku harap mereka bercerai, supaya saya menjadi Nyonya Mahendra tanpa pesaing. Jujur saja melihat pertengkaran mereka aku sangat suka.










Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status